Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) produsen bahan peledak, PT Dahana (Persero)
mulai tahun depan memproduksi bom khusus untuk pesawat jet tempur Sukhoi
27/30 milik TNI AU. Produk bom tersebut merupakan hasil sinergi antara
perusahaan swasta dengan PT Dahana.
Perusahaan swasta akan membuat badan bom sedangkan, konten dari bom akan dibuat di Pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat. Bom untuk jet tempur Sukhoi yang diproduksi antara lain P-100 Live dan Ovab.
"Kita siap produksi. Kita rencana dapatkan pesanan Kemenhan (kementerian pertahanan) 600 unit bom P-100 kemudian 400 bom Ovab. Produksi mulai tahun depan," kata Direktur Utama Dahana Harry Sampurno di Kantor Pusat Dahana, Subang, Jawa Barat, Jumat (10/10/2014).
Bom P-100 live bisa dipakai membidik satu sasaran sedangkan bom Ovab dipakai atau bisa dijatuhnya beberapa bom dalam sekaligus.
"Jenis P-100 drop bom, untuk bom titik tertentu. Selama ini impor," katanya.
Rencananya kontrak tahap awal sebesar US$ 6 juta untuk bom P100 Live dan sekitar US$ 3 juta untuk Ovab. Bahan baku isi dari bom Sukhoi saat ini sedang dipersiapkan oleh PT Dahana.
PT Dahana memulai membangun pabrik bahan baku bom atau peledak (NAC/SAC). Sedangkan untuk komponen fuse, saat ini masih diimpor dari Bulgaria.
"Fuse kita tetap impor. Tapi dengan skema transfer teknologi. Kita impor dari Bulgaria," jelasnya.
Punya Pabrik Bahan Baku Roket Pertama, RI Bisa Hindari Embargo Asing
Kebutuhan produk bahan baku peledak (propelan) untuk amunisi kaliber kecil dan amunisi kaliber besar masih 100% diimpor. Akibatnya pertahanan Indonesia masih sangat bergantung dengan produk luar.
Kini, BUMN strategis PT Dahana (Persero) mulai membangun pabrik propelan pertama di Indonesia yang lokasinya di Subang, Jawa Barat. Propelan merupakan bahan baku untuk pembuatan peluru, roket, peluru kendali hingga untuk amunisi.
Melalui pembangunan komponen pemenuhan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) dari industri dalam negeri maka Indonesia setidaknya ke depan bisa tetap punya pertahanan baik, bila ada risiko terkena embargo dari pihak asing.
"Kita Bisa hindari embargo asing, serta bisa memenuhi kebutuhan pendorong roket higga amunisi. Itu sangat dibutuhkan oleh TNI dan Polri," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat saat acara groundbreaking pabrik propelan di area Energic Material Center di PT Dahana (Persero), Subang Jawa Barat, Jumat (10/10/2014).
Untuk pengembangan pabrik ini, PT Dahana menggandeng perusahaan propelan dunia asal Prancis yakni Roxel dan Eurenco.
Alasan menggandeng produsen asal Prancis, karena Indonesia belum memiliki kemampuan dan teknologi untuk memproduksi propelan, maka diperlukan mitra untuk program transfer teknologi.
"Gagasan pabrik propelan sudah cukup lama namun R&D sulit dilakukan karena bahan baku utama sulit didapatkan," sebutnya.
Sedangkan Direktur Utama PT Dahana Harry Sampurno mengatakan pada tahap awal akan memprioritaskan produksi propelan untuk amunisi kaliber kecil. Pembangunan pabrik propelan fase I akan tuntas dalam 3 tahun ke depan.
Kebutuhan propelan dalam negeri sebanyak 400 ton per tahun nantinya akan terpenuhi dari pabrik di Subang. Selama ini 100% propelan harus diimpor.
"Mulai produksi tahap pertama. Ini selesai selama 36 bulan. Kapasitas produksi total mencapai 800-1.000 ton per tahun," sebutnya.
Perusahaan swasta akan membuat badan bom sedangkan, konten dari bom akan dibuat di Pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat. Bom untuk jet tempur Sukhoi yang diproduksi antara lain P-100 Live dan Ovab.
"Kita siap produksi. Kita rencana dapatkan pesanan Kemenhan (kementerian pertahanan) 600 unit bom P-100 kemudian 400 bom Ovab. Produksi mulai tahun depan," kata Direktur Utama Dahana Harry Sampurno di Kantor Pusat Dahana, Subang, Jawa Barat, Jumat (10/10/2014).
Bom P-100 live bisa dipakai membidik satu sasaran sedangkan bom Ovab dipakai atau bisa dijatuhnya beberapa bom dalam sekaligus.
"Jenis P-100 drop bom, untuk bom titik tertentu. Selama ini impor," katanya.
Rencananya kontrak tahap awal sebesar US$ 6 juta untuk bom P100 Live dan sekitar US$ 3 juta untuk Ovab. Bahan baku isi dari bom Sukhoi saat ini sedang dipersiapkan oleh PT Dahana.
PT Dahana memulai membangun pabrik bahan baku bom atau peledak (NAC/SAC). Sedangkan untuk komponen fuse, saat ini masih diimpor dari Bulgaria.
"Fuse kita tetap impor. Tapi dengan skema transfer teknologi. Kita impor dari Bulgaria," jelasnya.
Punya Pabrik Bahan Baku Roket Pertama, RI Bisa Hindari Embargo Asing
Kebutuhan produk bahan baku peledak (propelan) untuk amunisi kaliber kecil dan amunisi kaliber besar masih 100% diimpor. Akibatnya pertahanan Indonesia masih sangat bergantung dengan produk luar.
Kini, BUMN strategis PT Dahana (Persero) mulai membangun pabrik propelan pertama di Indonesia yang lokasinya di Subang, Jawa Barat. Propelan merupakan bahan baku untuk pembuatan peluru, roket, peluru kendali hingga untuk amunisi.
Melalui pembangunan komponen pemenuhan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) dari industri dalam negeri maka Indonesia setidaknya ke depan bisa tetap punya pertahanan baik, bila ada risiko terkena embargo dari pihak asing.
"Kita Bisa hindari embargo asing, serta bisa memenuhi kebutuhan pendorong roket higga amunisi. Itu sangat dibutuhkan oleh TNI dan Polri," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat saat acara groundbreaking pabrik propelan di area Energic Material Center di PT Dahana (Persero), Subang Jawa Barat, Jumat (10/10/2014).
Untuk pengembangan pabrik ini, PT Dahana menggandeng perusahaan propelan dunia asal Prancis yakni Roxel dan Eurenco.
Alasan menggandeng produsen asal Prancis, karena Indonesia belum memiliki kemampuan dan teknologi untuk memproduksi propelan, maka diperlukan mitra untuk program transfer teknologi.
"Gagasan pabrik propelan sudah cukup lama namun R&D sulit dilakukan karena bahan baku utama sulit didapatkan," sebutnya.
Sedangkan Direktur Utama PT Dahana Harry Sampurno mengatakan pada tahap awal akan memprioritaskan produksi propelan untuk amunisi kaliber kecil. Pembangunan pabrik propelan fase I akan tuntas dalam 3 tahun ke depan.
Kebutuhan propelan dalam negeri sebanyak 400 ton per tahun nantinya akan terpenuhi dari pabrik di Subang. Selama ini 100% propelan harus diimpor.
"Mulai produksi tahap pertama. Ini selesai selama 36 bulan. Kapasitas produksi total mencapai 800-1.000 ton per tahun," sebutnya.
Sumber : Detik
0 comments:
Post a Comment