PT Dirgantara Indonesia (PTDI) saat ini sedang mengembangkan pesawat penumpang komersial N219. Pesawat baling-baling tersebut mampu membawa 19 orang dan bisa terbang melayani daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau transportasi darat seperti Pulau Papua.
Untuk pengembangan pesawat produksi tenaga ahli Indonesia tersebut, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu menggandeng insinyur-insinyur muda dan tim LAPAN.
"Ada 150 engineer di N219. Ada 40 first engineer. First engineer bisa terlibat," kata Program Manager N219 PTDI, Budi Sampurno pada acara diskusi IABIE di Gedung Joang, Menteng, Jakarta, Sabtu (24/5/2014).
Budi menuturkan PTDI sempat memiliki banyak engineer pada masa 90-an. Saat itu, PTDI (dahulu IPTN) mengembangkan pesawat penumpang N250, CN235 hingga pesawat jet N2130.
Namun akibat badai krisis 1997/1998, banyak insinyur PTDI terkena pemutusan hubungan kerja dan pindah bekerja di produsen pesawat dunia sehingga PTDI mengalami krisis insinyur.
"Mulai krisis ada degredasi karyawan. Tahun 1997 jadi 10 ribu, 2003 jadi 3000 karyawan. Engineering cuma tersisa 700 plus tenaga administrasi," sebutnya.
Budi menjelaskan untuk menyesuaikan kebutuhan pesawat dengan pasar, PTDI sering melakukan diskusi dan survey pasar. Alahasil untuk sistem avionic, daya angkut hingga mesin pesawat menyesuaikan betuhan pasar.
Selain itu, pesawat N219 memiliki pesaing dari pesawat yang telah dirancang pada tahun 1960-an seperti twin otter. PTDI pun optimis bisa bersaing dengan pengembangan teknologi terbaru. Setidaknya dari hasil survey pasar, PTDI menilai ada minat untuk memesan 200 unit pesawat N219.
"Sistem kami mencoba memakai sebanyak mungkin spare part yang beredar di pasaran. Pengalaman N250 dan CN 235. Kami ambil sistem yang unggul saat ini dan disukai airliner," jelasnya.
Untuk pengembangan pesawat produksi tenaga ahli Indonesia tersebut, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu menggandeng insinyur-insinyur muda dan tim LAPAN.
"Ada 150 engineer di N219. Ada 40 first engineer. First engineer bisa terlibat," kata Program Manager N219 PTDI, Budi Sampurno pada acara diskusi IABIE di Gedung Joang, Menteng, Jakarta, Sabtu (24/5/2014).
Budi menuturkan PTDI sempat memiliki banyak engineer pada masa 90-an. Saat itu, PTDI (dahulu IPTN) mengembangkan pesawat penumpang N250, CN235 hingga pesawat jet N2130.
Namun akibat badai krisis 1997/1998, banyak insinyur PTDI terkena pemutusan hubungan kerja dan pindah bekerja di produsen pesawat dunia sehingga PTDI mengalami krisis insinyur.
"Mulai krisis ada degredasi karyawan. Tahun 1997 jadi 10 ribu, 2003 jadi 3000 karyawan. Engineering cuma tersisa 700 plus tenaga administrasi," sebutnya.
Budi menjelaskan untuk menyesuaikan kebutuhan pesawat dengan pasar, PTDI sering melakukan diskusi dan survey pasar. Alahasil untuk sistem avionic, daya angkut hingga mesin pesawat menyesuaikan betuhan pasar.
Selain itu, pesawat N219 memiliki pesaing dari pesawat yang telah dirancang pada tahun 1960-an seperti twin otter. PTDI pun optimis bisa bersaing dengan pengembangan teknologi terbaru. Setidaknya dari hasil survey pasar, PTDI menilai ada minat untuk memesan 200 unit pesawat N219.
"Sistem kami mencoba memakai sebanyak mungkin spare part yang beredar di pasaran. Pengalaman N250 dan CN 235. Kami ambil sistem yang unggul saat ini dan disukai airliner," jelasnya.
Sumber : Detik
0 comments:
Post a Comment