Lapan menggandeng 7 universitas untuk mengembangkan riset tentang satelit dan roket, demi mewujudkan mimpi teknologi satelit dan roket yang tidak perlu lagi bergantung pada negara lain.
“Satelit umurnya tidak lama, hanya 5-10 tahun. Maka kita tidak boleh tergantung dengan negara lain. Industri satelit adalah industri yang terus menerus, dan perlu dikembangkan terus. Saya yakin kita bisa membangun sendiri,” tutur Kepala Lapan Thomas Djamaluddin, saat penandatanganan kerjasama riset dengan 7 universitas di Kantor Lapan, Jakarta.
“Saat ini kita masih merancang pesawat N219, direncanakan 60 persen merupakan komponen lokal. Dan harapannya semoga bisa terwujud,” imbuh profesor riset astronomi-astrofisika ini.
UU keantariksaan yang disahkan 6 Agustus 2013 menjadi kerangka pengembangan keantariksaan yang kuat. Dalam 25 tahun ke depan ditargetkan Indonesia memiliki satelit penginderaan jauh sendiri, satelit komunikasi yang diluncurkan dengan roket sendiri dan dari bandar antariksa sendiri. Ada beberapa tempat yang telah disurvei untuk menjadi tempat bandar antariksa sendiri. Seperti di Biak dan Morotai.
Untuk teknologi satelit, Lapan sudah menyiapkan 2 satelit, yakni Lapan A2 dan Lapan A3. Kedua satelit itu akan diluncurkan dari Pusat Stasiun Luar Angkasa Sriharikota, India di tahun 2015. Komponen kedua satelit yang dibuat di Indonesia oleh orang Indonesia ini, separuhnya masih impor.
“Sebagian dari dalam negeri, dan sebagian impor, perbandingan 50:50. Industri kita masih beluim mampu membuat komponen satelit, yang tahan dengan kondisi ekstrem,” tuturnya.
Kerjasama dengan 7 universitas ini, adalah dalam pengembangan 4 bidang, yakni: sains antariksa dan atmosfer, pemanfaatan keantariksaan, teknologi kedirgantaraan, dan kajian kebijakan kedirgantaraan.
Dalam membangun 4 kompetensi tersebut, Lapan dan 7 universitas itu menjadi center of excellence, dengan 4 aspek besar yakni Pengembangan kompetensi, pengembangan layanan publik, memperkuat kerjasama nasional-internasional serta pengembangan SDM.
Anggaran riset berasal dari swadaya universitas dan Lapan. Lapan sendiri memiliki anggaran Rp 800 miliar, yang diperuntukkan operasional Rp 500 miliar dan sisanya untuk riset pembuatan pesawat N219 yang bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI).
Kerja sama riset ini nantinya hanya akan menciptakan dan mengembangkan prototipe teknologi. Kemudian untuk produksi prototipe itu, barulah bekerja sama dengan pihak industri.
“Seperti contoh untuk bahan bakar roket, ketika digunakan dalam jumlah banyak, karena Kementerian Pertahanan perlu roket untuk pertahanan, tentu Lapan tidak bisa menanganinya sendiri. Maka, kerjasama Lapan dengan PT Bahana untuk pengembangan pembuatan roket tersebut. Di mana kita akan membuat prototipe dan nantinya industri yang akan mengembangkan,” tuturnya.
Selain Kepala Lapan, 7 perwakilan universitas yang meneken kerjasama itu: Rektor Telkom University Mochamad Azhari, Rektor Surya University Yohanes Surya, Direktur PENS Zainal Arief, Wakil Rektor Unpad Med Setiawan, Dekan Fakultas Tekni Universitas Nusa Cendana ML Gaol, Dekan Fakultas Sains dan Matematika Undip Muhammad Nur dan Kepala Bidang Hubungan Internasional UGM Rahmat Sriwijaya.
Sumber : Detik
0 comments:
Post a Comment