Jakarta (ANTARA News) - Parasut yang handal menjadi tuntutan pasti bagi Korps Pasukan Khas TNI AU dalam melaksanakan tugasnya. Sejak beberapa hari lalu, mereka menguji dinamik parasut baru, dari Mach III tipe Military Specification buatan Amerika Serikat, di udara Pangkalan Udara TNI AU Sulaeman, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Kepala Penerangan Korps Pasukan Khas TNI AU, Mayor Khusus Rifaid OB, di Jakarta, Jumat, menyatakan, "Sebanyak 38 penerjun tempur kami dikerahkan untuk menguji performansi calon payung baru ini. Prosedurnya, mulai dari terbang, exit dan langsung cabut, hingga ada masa pelayangan, cabut, dan mendarat sempurna."
Yang dia maksud, sortie-sortie awal pengujian dilakukan di ketinggian 7.000 kaki di atas permukaan tanah dan penerjun demi penerjun langsung membuka payung begitu keluar dari pintu pesawat terbang pengangkut.
"Lama-lama ketinggian pembukaan payung terjun itu dikurangi, tinggal 3.000 kaki saja karena ketinggian serendah itu juga menjadi tuntutan kami," katanya. Ke-38 penerjun tempur Korps Pasukan Khas TNI AU itu pemegang brevet terjun tempur dengan kualifikasi minimal jump master. "Ada juga yang berkualifikasi rigger dan supervisor penerjunan," kata Rifaid.
Tim ini adalah tim pertama yang diterjunkan di satu pangkalan udara yang akan direbut dan menjadi penjuru operasionalisasi misi matra udara selanjutnya, misalnya menginformasikan kondisi meteorologi dan sandi-sandi yang digunakan serta posisi-posisi target berikut yang dituju pasukan atau sortie penerbangan militer berikut.
Tidak banyak angkatan udara negara-negara di dunia yang memiliki pasukan tempur matra udara seperti Korps Pasukan Khas TNI AU yang dulu bernama Pasukan Gerak Tjepat Angkatan Oedara RI ini. Amerika Serikat memiliki pasukan serupa, di antaranya Resimen Para Angkatan Darat Inggris.
Di antara ke-38 penerjun tempur itu, terdapat enam penerjun senior Korps Pasukan Khas TNI AU dengan jumlah penerjunan di atas 6.000 kali. Mereka adalah Pembantu Letnan Dua Rusli, Pembantu Letnan Dua Dwijo Iriantono, Serdan Dua Petrus, Sersan Kepala Almustofa, Sersan Kepala Widiasih, dan Sersan Kepala Khuldori.
"Salah satu keistimewaan calon payung kami ini adalah kemampuannya dibuka pada ketinggian sangat tinggi, antara 20.000 dan 25.000 kaki di atas permukaan tanah. Cukup jarang payung terjun yang bisa dibuka dan langsung mengembang sempurna pada ketinggian itu atau pada ketinggian ekstrim rendah," kata Petrus.
Untuk menghindari misi terbongkar, sering kali penyusupan ke garis belakang pertahanan musuh dilakukan melalui penerjunan di ketinggian ekstrim tinggi dan payung terjun baru dibuka pada ketinggian rendah (HALO - high altitude low opening) atau sebaliknya, dibuka pada ketinggian tinggi (HAHO - high altitude high opening).
(Antara)
0 comments:
Post a Comment