Penelitian dan pengembangan teknologi satelit adalah salah satu pilar utama kegiatan penelitian Lapan. Hal ini dilakukan dalam rangka memperkuat kemampuan nasional dalam penguasaan teknologi antariksa. Sukses peluncuran satelit pertama Lapan-Tubsat pada 2007, Lapan semakin mewujudkan kemandiriannya dalam pembuatan satelit Lapan A2 yang akan diluncurkan pertengahan 2014.
Kemandirian di bidang satelit akan terus berlanjut dengan pengembangan satelit generasi berikutnya yaitu A3, A4, dan A5. Seluruh satelit tersebut merupakan hasil karya Lapan yang akan dibangun, diintegrasikan, diuji coba dan dioperasikan di Indonesia.
Indonesia akan segera membangun satelit nasional InaSAT. Hal tersebut terungkap dalam rapat koordinasi yang diikuti Kementerian Riset dan Teknologi, Lapan, BPPT, BIG, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Rabu (2/4). Rapat tersebut membahas mengenai Membangun Sinergi Nasional dalam Mewujudkan InaSAT.
Kepala Lapan, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, menjelaskan bahwa Indonesia perlu membuat satelit komunikasi dan penginderaan jauh untuk kepentingan nasional. Kebutuhan ini juga dalam upaya mewujudkan Undang-undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan dan amanat pembangunan rencana induk keantariksaan.
“Ini merupakan mimpi keantariksaan Indonesia dalam 25 tahun mendatang. Lapan hanya memperoleh amanat untuk melakukan penelitian dan pengembangan keantariksaan. Sesuai dengan undang-undang tersebut, Lapan berupaya untuk memanfaatkan potensi nasional di bidang keantariksaan.
Lebih lanjut, Kepala Lapan memaparkan mengenai keinginan Menteri Riset dan Teknologi untuk mempercepat pembuatan satelit Indonesia. Ia mengatakan, untuk itu, perlu dimulai inisiasi pembentukan konsorsium. Konsorsiun pembuatan InaSat perlu modifikasi konsep guna membangun potensi nasional baik dari instansi pemerintah, mapun swasta. Modifikasi konsep tersebut untuk merumuskan misi, muatan satelit, struktur, dan peluncurannya. “Dengan konsorsium, maka Indonesia akan memiliki fasilitas untuk integrasi, tes satelit, dan fasilitas clean room yang lebih besar,” ujarnya.
Kepala Pusat Teknologi Satelit Lapan, Suhermanto mengatakan, kemampuan labratorium satelit Lapan hanya mampu menguji vibrasi untuk satelit berukuran di bawah 100 kilogram atau jenis satelit nano dan mikro. Sementara itu, untuk kelas satelit InaSat yang diperkirakan berbobot 500 kilogram hingga satu ton belum dapat dilakukan.
Sementara itu, Deputi Kepala Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT, mengatakan, dalam membangun kemadirian satelit, bangsa Indonesia harus berpikir untuk mampu menciptakan satelit sendiri.
Kemandirian di bidang satelit akan terus berlanjut dengan pengembangan satelit generasi berikutnya yaitu A3, A4, dan A5. Seluruh satelit tersebut merupakan hasil karya Lapan yang akan dibangun, diintegrasikan, diuji coba dan dioperasikan di Indonesia.
Indonesia akan segera membangun satelit nasional InaSAT. Hal tersebut terungkap dalam rapat koordinasi yang diikuti Kementerian Riset dan Teknologi, Lapan, BPPT, BIG, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Rabu (2/4). Rapat tersebut membahas mengenai Membangun Sinergi Nasional dalam Mewujudkan InaSAT.
Kepala Lapan, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, menjelaskan bahwa Indonesia perlu membuat satelit komunikasi dan penginderaan jauh untuk kepentingan nasional. Kebutuhan ini juga dalam upaya mewujudkan Undang-undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan dan amanat pembangunan rencana induk keantariksaan.
“Ini merupakan mimpi keantariksaan Indonesia dalam 25 tahun mendatang. Lapan hanya memperoleh amanat untuk melakukan penelitian dan pengembangan keantariksaan. Sesuai dengan undang-undang tersebut, Lapan berupaya untuk memanfaatkan potensi nasional di bidang keantariksaan.
Lebih lanjut, Kepala Lapan memaparkan mengenai keinginan Menteri Riset dan Teknologi untuk mempercepat pembuatan satelit Indonesia. Ia mengatakan, untuk itu, perlu dimulai inisiasi pembentukan konsorsium. Konsorsiun pembuatan InaSat perlu modifikasi konsep guna membangun potensi nasional baik dari instansi pemerintah, mapun swasta. Modifikasi konsep tersebut untuk merumuskan misi, muatan satelit, struktur, dan peluncurannya. “Dengan konsorsium, maka Indonesia akan memiliki fasilitas untuk integrasi, tes satelit, dan fasilitas clean room yang lebih besar,” ujarnya.
Kepala Pusat Teknologi Satelit Lapan, Suhermanto mengatakan, kemampuan labratorium satelit Lapan hanya mampu menguji vibrasi untuk satelit berukuran di bawah 100 kilogram atau jenis satelit nano dan mikro. Sementara itu, untuk kelas satelit InaSat yang diperkirakan berbobot 500 kilogram hingga satu ton belum dapat dilakukan.
Sementara itu, Deputi Kepala Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT, mengatakan, dalam membangun kemadirian satelit, bangsa Indonesia harus berpikir untuk mampu menciptakan satelit sendiri.
Satelit Buatan Asing Ancam Data Indonesia
Keamanan data yang dihasilkan oleh satelit merupakan salah satu pertimbangan pemerintah untuk lepas dari ketergantungan asing. Hal ini untuk mencegah kebocoran data-data sensitif ke pihak tak berwenang.
"Satelit Indonesia atau satelit nasional, harus kita yang kuasai sendiri dan kita yang memiliki. Karena ini menyangkut berbagai isu sensitif, termasuk pertahanan negara," tutur Deputi TPSA - BPPT, Ridwan Jamaluddin di gedung BPPT, Jakarta, Rabu (2/4/2014).
Diungkapkan Ridwan, Indonesia harus menguasai teknologi satelit, kalau tidak ingin suatu saat merasakan kerugian yang fatal. Saat ini, sejumlah satelit Indonesia masih disuplai dari pihak luar. Sehingga muncul kekhawatiran dari segi keamanan komunikasi jika satelit dibuat oleh negara lain.
Untuk itu, Indonesia dirasa harus memiliki pijakan yang kuat di industri satelit. "Secara spesifik, BPPT sudah siap dengan SDM (Sumber Daya Manusia)n infrastruktur, dan prohram-program pembangunan satelit," sambungnya.
Di sisi lain, Indonesia sebagai negara yang luas juga membutuhkan satelit sendiri, salah satunya satelit penginderaan jauh (inderaja). Untuk pembangunan satelit ini, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) mendukung konsorsium nasional, yang melibatkan komponen pengguna dan penyedia teknologi sistem satelit inderaja.
Teknologi inderaja (remote sensing technology) merupakan teknologi yang bisa mendeteksi suatu obyek di permukaan bumi tanpa melakukan kontak langsung dengan obyek tersebut. Melainkan melalui sensor yang dipasang di wahana pesawat (airborne) atau satelit (spaceborne).
Tiga dari Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Kemenristek sendiri yaitu Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Informasi Geospasial (BIG) menjadi penyedia dan pengguna teknologi inderaja.
"Satelit Indonesia atau satelit nasional, harus kita yang kuasai sendiri dan kita yang memiliki. Karena ini menyangkut berbagai isu sensitif, termasuk pertahanan negara," tutur Deputi TPSA - BPPT, Ridwan Jamaluddin di gedung BPPT, Jakarta, Rabu (2/4/2014).
Diungkapkan Ridwan, Indonesia harus menguasai teknologi satelit, kalau tidak ingin suatu saat merasakan kerugian yang fatal. Saat ini, sejumlah satelit Indonesia masih disuplai dari pihak luar. Sehingga muncul kekhawatiran dari segi keamanan komunikasi jika satelit dibuat oleh negara lain.
Untuk itu, Indonesia dirasa harus memiliki pijakan yang kuat di industri satelit. "Secara spesifik, BPPT sudah siap dengan SDM (Sumber Daya Manusia)n infrastruktur, dan prohram-program pembangunan satelit," sambungnya.
Di sisi lain, Indonesia sebagai negara yang luas juga membutuhkan satelit sendiri, salah satunya satelit penginderaan jauh (inderaja). Untuk pembangunan satelit ini, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) mendukung konsorsium nasional, yang melibatkan komponen pengguna dan penyedia teknologi sistem satelit inderaja.
Teknologi inderaja (remote sensing technology) merupakan teknologi yang bisa mendeteksi suatu obyek di permukaan bumi tanpa melakukan kontak langsung dengan obyek tersebut. Melainkan melalui sensor yang dipasang di wahana pesawat (airborne) atau satelit (spaceborne).
Tiga dari Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Kemenristek sendiri yaitu Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Informasi Geospasial (BIG) menjadi penyedia dan pengguna teknologi inderaja.
Sumber : Lapan
0 comments:
Post a Comment