Selain Harus Punya Nama Sendiri, Berikut Urgensi Badan Keamanan Laut
Titik cerah pembentukan Badan Keamanan Laut adalah lahirnya Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Revisi Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 pasal 24 ayat 3 oleh DPR RI. Tatakelola penegak hukum dan keamanan laut memang karut marut, akibat tumpang tindih kewenangan.
“Kita tidak perlu memiliki nama yang sama dengan US Coast Guard. Indonesia harus memiliki nama dan identitas sendiri. Dan itu tidak melanggar peraturan hukum internasional yang ditetapkan International Maritime Organization (IMO),” ujar Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Laksamana Madya DA. Mamahit, ketika dijumpai di kantornya, beberapa waktu lalu.
Menurut Mamahit, pada 6 April 2014, Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG) telah dihapuskan atas Instruksi Presiden.
“ISCG tidak ada lagi semenjak tanggal 6 April 2014, yang ada hanyalah Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) bidang pelayaran,” katanya.
Ia menjelaskan urgensi pembentukan Badan Keamanan Laut, baik aspek dalam maupun luar negeri. Aspek dalam negeri;
- Pertama, mematuhi kebijakan pemerintah untuk pembentukan Badan Keamanan laut yang didukung dengan Early Warning System (EWS) Efektivitas Koordinasi, Komando dan Pengendalian (Perpres 39/2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah 2014, buku II Bab VII, Butir 5).
- Kedua, belum terealisasinya Inpres No. 15 tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan, untuk memberikan kepastian kenyamanan nelayan dalam mencari nafkah dengan kepastian adanya lembaga yang berperan sebagai penjamin keamanan dan ketertiban di laut.
- Ketiga, Operasi Keamanan dan Keselamatan laut saat ini diselenggarakan masing-masing stakeholder yang berwewenang dan beroperasi di laut, sehingga menimbulkan beban anggaran pemerintah yang besar.
- Keempat, karena perairan Indonesia dinyatakan oleh organisasi internasional belum sebagai perairan aman maka beban asuransi maritim Perairan Indonesia tidak kompetitif di kawasan regional yang harus ditanggung pengguna jasa laut.
- Kelima, mekanisme implementasi Bakamla, yakni pendayagunaan maksimal sistem deteksi dan peringatan dini yang sudah dimiliki oleh Bakrokamla dan integrasinya terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki oleh stakeholder.
Mekanisme selanjutnya melalui satu pengaturan dan penegendalian perintah gerak operasi, sehingga diperoleh efisiensi dan efektivitas penggunaan uang negara melalui pergerakan kapal patroli yang tidak tumpang tindih dengan pengaturan dan pengendalian perintah gerak kapal patroli.
Mekanisme terakhir, penyelesaian proses penanganan perkara hasil tangkapan dari kapal patroli kepada stakeholder dalam rangka tetap menghormati keberlakuan undang-undang instansi yang terkait dengan keamanan dan keselamatan.
Sementara aspek luar negeri;
Pertama, perlu mengawasi Perairan Indonesia melalui EWS yang mengandalkan leading edge technology guna meningkatkan efek penangkalan terhadap ilegal dari luar.
Kedua, perlu lembaga setara negara lain yang single agency untuk keamanan dan keselamatan laut (Malaysian Maritime Enforcement Agency/MMEA, Japan Coast Guard/JCG, United State Coast Guard/USCG, Indian Coast Guard/ICG). Lembaga ini akan menjadi single point of contact dalam masalah keamanan dan keselamatan laut, sebagaimana yang telah dilakukan Bakorkamla 2007-2013, menjadi ketua Delegasi dalam kegiatan Head of Asian Coast Guard Agency Meeting (HACGAM).
Volume Perekonomian Indonesia 16 Besar Dunia, Bakamla Harus Segera Dibentuk
Kepentingan suatu negara di wilayah laut terutama menyangkut masalah pertahanan dan keamanan nasional serta integrasi wilayah secara keseluruhan, menjadi modal dasar pelaksanaan tugas pembangunan perekonomian dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Tugas memastikan terjaminnya keamanan dan keselamatan di laut saat ini dipegang Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), yang harus segera diubah menjadi Badan Keamanan Laut (Bakamla).
“Indonesia merupakan negara dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang cukup menjanjikan dengan volume perekonomian masuk dalam 16 besar negara di seluruh dunia. Maka patut disadari bahwa keberlangsungan pembangunan Indonesia di segala bidang sangat tergantung dari sarana prasarana transportasi atau perhubungan dan kecukupan tersedianya energi, terutama energi baru dan terbarukan, termasuk hasil eksplorasi sumberdaya energi bawah laut,” ujar Brigjen Polisi Bambang Usadi, Analis Kebijakan Utama Mabes Polri dan Komandan Satgas II Bakorkamla.
Menurut Bambang, dengan berbagai persoalan yang dihadapi Bakorkamla hingga kini semakin menegaskan bahwa eksistensi Bakorkamla belum mampu menunjukkan kinerja optimal sebagai institusi keamanan laut yang powerfull, efektif, dan efisien.
“Bakorkamla tidak memiliki kewenangan memaksa, sehingga masing-masing stakeholder masih cenderung berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi,” tuturnya.
Kondisi tersebut, sambungnya, mendorong segera dilakukan reaktualisasi Bakorkamla dalam menjawab persoalan kekinian, menyangkut tantangan kompleks yang dihadapi dan revitalisasi Bakorkamla menjadi Bakamla, sebuah institusi keamanan laut yang memiliki kinerja sebagai coast guard.
“Diharapkan pada masa mendatang, institusi keamanan laut mampu menjalankan kewenangan dan tupoksinya secara efektif dan efisien, yang kehadirannya mampu menjadi solusi secara menyeluruh terhadap berbagai permasalahan di wilayah laut,” jelasnya.
Postur Ideal Bakamla, Didukung Kapal dan Pesawat Patroli Maritim
Postur ideal Badan Keamanan Laut (Bakamla) berdasarkan kebutuhan operasional harus didukung kapal-kapal patroli mumpuni. Postur ideal mencerminkan pengamanan yang tangguh.
Saat ini, Bakorkamla telah membangun tiga unit kapal patroli 48 meter dan direncanakan pada tahun-tahun mendatang melakukan pembangunan kapal serupa dan lebih besar.
“Penegakan hukum di laut tidak dapat dipisahkan dengan pemantauan udara. Maka dari itu, Bakamla ke depannya harus didukung dengan unsur pesawat patroli maritim,” ujar Kepala Pelaksanaan Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Laksamana Madya DA. Mamahit beberapa waktu lalu.
Menurut Mamahit, seluruh aset yang dimiliki instansi penegak hukum di laut akan di bawah komando dan kendali Bakamla, sehingga unsur-unsur patroli yang tersebar di berbagai instansi dapat disatukan.
Selain unsur patroli, sambungnya, Bakamla akan mendayagunakan kemampuan EWS (Early Warning System) yang dikembangkan Bakorkamla sejak 2007.
“Ke depannya, kemampuan EWS yang dimiliki Bakorkamla saat ini akan ditingkatkan. Sesuai rencana strategis Bakorkamla, EWS akan didukung dengan Radar Over the Horizon yang memiliki jangkauan 200 mil laut, selain pengembangan AIS SAT, GMDSS, LRIT, dan peralatan lainnya. Di tahun 2019, Pemetaan Wilayah Perbatasan dapat dicapai sesuai amanat RPJM 2015-2019,” papar Kalakhar.
Titik cerah pembentukan Badan Keamanan Laut adalah lahirnya Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Revisi Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 pasal 24 ayat 3 oleh DPR RI. Tatakelola penegak hukum dan keamanan laut memang karut marut, akibat tumpang tindih kewenangan.
“Kita tidak perlu memiliki nama yang sama dengan US Coast Guard. Indonesia harus memiliki nama dan identitas sendiri. Dan itu tidak melanggar peraturan hukum internasional yang ditetapkan International Maritime Organization (IMO),” ujar Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Laksamana Madya DA. Mamahit, ketika dijumpai di kantornya, beberapa waktu lalu.
Menurut Mamahit, pada 6 April 2014, Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG) telah dihapuskan atas Instruksi Presiden.
“ISCG tidak ada lagi semenjak tanggal 6 April 2014, yang ada hanyalah Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) bidang pelayaran,” katanya.
Ia menjelaskan urgensi pembentukan Badan Keamanan Laut, baik aspek dalam maupun luar negeri. Aspek dalam negeri;
- Pertama, mematuhi kebijakan pemerintah untuk pembentukan Badan Keamanan laut yang didukung dengan Early Warning System (EWS) Efektivitas Koordinasi, Komando dan Pengendalian (Perpres 39/2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah 2014, buku II Bab VII, Butir 5).
- Kedua, belum terealisasinya Inpres No. 15 tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan, untuk memberikan kepastian kenyamanan nelayan dalam mencari nafkah dengan kepastian adanya lembaga yang berperan sebagai penjamin keamanan dan ketertiban di laut.
- Ketiga, Operasi Keamanan dan Keselamatan laut saat ini diselenggarakan masing-masing stakeholder yang berwewenang dan beroperasi di laut, sehingga menimbulkan beban anggaran pemerintah yang besar.
- Keempat, karena perairan Indonesia dinyatakan oleh organisasi internasional belum sebagai perairan aman maka beban asuransi maritim Perairan Indonesia tidak kompetitif di kawasan regional yang harus ditanggung pengguna jasa laut.
- Kelima, mekanisme implementasi Bakamla, yakni pendayagunaan maksimal sistem deteksi dan peringatan dini yang sudah dimiliki oleh Bakrokamla dan integrasinya terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki oleh stakeholder.
Mekanisme selanjutnya melalui satu pengaturan dan penegendalian perintah gerak operasi, sehingga diperoleh efisiensi dan efektivitas penggunaan uang negara melalui pergerakan kapal patroli yang tidak tumpang tindih dengan pengaturan dan pengendalian perintah gerak kapal patroli.
Mekanisme terakhir, penyelesaian proses penanganan perkara hasil tangkapan dari kapal patroli kepada stakeholder dalam rangka tetap menghormati keberlakuan undang-undang instansi yang terkait dengan keamanan dan keselamatan.
Sementara aspek luar negeri;
Pertama, perlu mengawasi Perairan Indonesia melalui EWS yang mengandalkan leading edge technology guna meningkatkan efek penangkalan terhadap ilegal dari luar.
Kedua, perlu lembaga setara negara lain yang single agency untuk keamanan dan keselamatan laut (Malaysian Maritime Enforcement Agency/MMEA, Japan Coast Guard/JCG, United State Coast Guard/USCG, Indian Coast Guard/ICG). Lembaga ini akan menjadi single point of contact dalam masalah keamanan dan keselamatan laut, sebagaimana yang telah dilakukan Bakorkamla 2007-2013, menjadi ketua Delegasi dalam kegiatan Head of Asian Coast Guard Agency Meeting (HACGAM).
Volume Perekonomian Indonesia 16 Besar Dunia, Bakamla Harus Segera Dibentuk
Kepentingan suatu negara di wilayah laut terutama menyangkut masalah pertahanan dan keamanan nasional serta integrasi wilayah secara keseluruhan, menjadi modal dasar pelaksanaan tugas pembangunan perekonomian dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Tugas memastikan terjaminnya keamanan dan keselamatan di laut saat ini dipegang Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), yang harus segera diubah menjadi Badan Keamanan Laut (Bakamla).
“Indonesia merupakan negara dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang cukup menjanjikan dengan volume perekonomian masuk dalam 16 besar negara di seluruh dunia. Maka patut disadari bahwa keberlangsungan pembangunan Indonesia di segala bidang sangat tergantung dari sarana prasarana transportasi atau perhubungan dan kecukupan tersedianya energi, terutama energi baru dan terbarukan, termasuk hasil eksplorasi sumberdaya energi bawah laut,” ujar Brigjen Polisi Bambang Usadi, Analis Kebijakan Utama Mabes Polri dan Komandan Satgas II Bakorkamla.
Menurut Bambang, dengan berbagai persoalan yang dihadapi Bakorkamla hingga kini semakin menegaskan bahwa eksistensi Bakorkamla belum mampu menunjukkan kinerja optimal sebagai institusi keamanan laut yang powerfull, efektif, dan efisien.
“Bakorkamla tidak memiliki kewenangan memaksa, sehingga masing-masing stakeholder masih cenderung berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi,” tuturnya.
Kondisi tersebut, sambungnya, mendorong segera dilakukan reaktualisasi Bakorkamla dalam menjawab persoalan kekinian, menyangkut tantangan kompleks yang dihadapi dan revitalisasi Bakorkamla menjadi Bakamla, sebuah institusi keamanan laut yang memiliki kinerja sebagai coast guard.
“Diharapkan pada masa mendatang, institusi keamanan laut mampu menjalankan kewenangan dan tupoksinya secara efektif dan efisien, yang kehadirannya mampu menjadi solusi secara menyeluruh terhadap berbagai permasalahan di wilayah laut,” jelasnya.
Postur Ideal Bakamla, Didukung Kapal dan Pesawat Patroli Maritim
Postur ideal Badan Keamanan Laut (Bakamla) berdasarkan kebutuhan operasional harus didukung kapal-kapal patroli mumpuni. Postur ideal mencerminkan pengamanan yang tangguh.
Saat ini, Bakorkamla telah membangun tiga unit kapal patroli 48 meter dan direncanakan pada tahun-tahun mendatang melakukan pembangunan kapal serupa dan lebih besar.
“Penegakan hukum di laut tidak dapat dipisahkan dengan pemantauan udara. Maka dari itu, Bakamla ke depannya harus didukung dengan unsur pesawat patroli maritim,” ujar Kepala Pelaksanaan Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Laksamana Madya DA. Mamahit beberapa waktu lalu.
Menurut Mamahit, seluruh aset yang dimiliki instansi penegak hukum di laut akan di bawah komando dan kendali Bakamla, sehingga unsur-unsur patroli yang tersebar di berbagai instansi dapat disatukan.
Selain unsur patroli, sambungnya, Bakamla akan mendayagunakan kemampuan EWS (Early Warning System) yang dikembangkan Bakorkamla sejak 2007.
“Ke depannya, kemampuan EWS yang dimiliki Bakorkamla saat ini akan ditingkatkan. Sesuai rencana strategis Bakorkamla, EWS akan didukung dengan Radar Over the Horizon yang memiliki jangkauan 200 mil laut, selain pengembangan AIS SAT, GMDSS, LRIT, dan peralatan lainnya. Di tahun 2019, Pemetaan Wilayah Perbatasan dapat dicapai sesuai amanat RPJM 2015-2019,” papar Kalakhar.
Sumber : JurnalMaritim
0 comments:
Post a Comment