Indonesia pernah berhasil mengembangkan klaster industri strategis
melalui upaya transformasi industri nasional yang digagas Prof. B. J.
Habibie. Menerapkan konsep “mulai dari akhir dan berakhir di awal” yang
populer itu, negeri ini dalam rentang seperenpat abad (1970-1995) mampu
mengembangkan antara lain industri dirgantara, industri maritim dan
perkapalan, industri pertahanan, industri elektronika dan
telekomunikasi, sebagai engine of growth sekaligus pijakan menuju tahap ekonomi berbasis inovasi.
“Kita tidak bisa membuat sebuah penemuan ulang suatu teknologi yang sudah lama ditemukan bangsa lain, sebab kita akan tertinggal,” demikian ucapan yang terkenal dari B. J. Habibie, mewakili konsep transformasi industrinya. Artinya, Indonesia perlu melakukan terobosan, alih-alih meniru dan menempuh “jalur lambat” tahapan evolusi industri negara-negara maju yang dimulai dari fase riset dasar hingga ke fase perakitan dan pemasaran produk.
Melalui formula micro-accelerated evolution unit (MAEU), B. J. Habibie merumuskan bahwa tahapan transformasi industri Indonesia berlawanan arah dengan fase di negara-negara maju justru akan dimulai dari fase perakitan dan pemasaran produk dan berakhir di fase riset dasar.
Konsep terobosan transformasi industri ini mengejawantah dalam empat tahapan penting, yang kadang-kadang dilakukan secara overlap.
Tahap Pertama :
Pembentukan kemampuan teknologi produksi melalui penerapan Progresive Manufacturing Plan (PMP). Ini merupakan kebijakan terpadu untuk membentuk kemampuan manufactur suatu produk dengan teknologi yang diperoleh melalui lisensi, yang secara bertahap, teknologitersebut akan dikuasai sepenuhnya.
Tahap ini meliputi pula upaya untuk meningkatkan kandungan lokal serta menguasai berbagai aspek organisasi dan manajemen QCD (quality, cost, delivery) produksi, jaringan vendor dan industri pendukung, pemasaran, penjualan dan layanan purna jual, dan berbagai aspek bisnis lain bertaraf internasional. Contoh produksi teknologi tahap pertama adalah CN-212, kapal Caraka Jaya, pabrik pupuk Iskandar Muda, pabrik Semen Gresik, Fast Patrol Boat (FPB) 57, kereta api argo bromo, dan Argo Gede serta sistem telekomunikasi Pasopati.
Tahap Kedua :
Pembentukan kemampuan mendifusikan dan mengintegrasikan teknologi ke dalam desain dan manufaktur suatu produk baru yang memiliki pasar prospektus. Selain memperdalam kemampuan yang mulai terbentuk pada tahap pertama, tahap kedua memfokuskan diri pada penguasaan berbagai aspek pengembangan produk dan hubungan umpan-baliknya yang rumit melalui perencanaan produksi, analisa pasar, manajemen siklus hidup produk/teknologi, Metrology, Standard, Testing and Quality (MTSQ), serta pengembangan jaringan pemasaran dan purnajual.
Pada tahap ini dibentuk pula berbagai aliansi dengan sumber-sumber teknologi sebagai bagian dari upaya untuk mengoptimalkan seluruh proses desain, produksi, dan pemasaran. Produk-produk domestik yang dihasilkan pada tahap ini ialah CN-235, mobil Toyota Kijang, kapal Palindo Jaya I, pabrik Pupuk Pusri 1-B, Garbarata dan jalan layang Sosrobahu.
Tahap Ketiga :
Pembentukan kemampuan inovasi untuk menginstegrasikan teknologi termutakhir, sekaligus mengembangkan desain dan manufaktur produk baru yang lebih maju ketimbang yang telah ada di pasar. Pada tahap ini dipersiapkan kemampuan bersaing secara langsung dan terbuka di pasar global, seiring dengan terbentuknya kepercayaan diri dalam pengembangan dan pemasaran produk baru pada tahap kedua.
Faktor-faktor keberhasilan krusial pada tahap ini meliputi kemampuan untuk :
- Mengikuti dan mengantisipasi kemajuan iptek
- Memobilisasi dan mengelola akumulasi keahlian baik yang terbentuk melalui berbagai kegiatan desain, produksi, dan pemasaran secara rutin maupun yang melalui kegiatan litbang di dalam perusahaan maupun tempat-tempat lain di dalam negeri
- Mengembangkan berbagai bentuk hubungan dengan jaringan global sumber-sumber iptek.
Unsur penting lainnya adalah pemahaman tentang mekanisme “Teknologi Push” dan “Market Pull”
yang komplek di dalam proses inovasi serta kaitannya dengan sistem
bisnis dan persaingan secara menyeluruh. Contoh produk alih teknologi
tahap ketiga antara lain pesawat N-250 Gatotkoco dan mesin tekstil
Texmaco. Setelah melalui tahap ketiga, perkembangan industri menjadi
sangat bergantung pada perkembangan dunia riset, informasi, dan khasanah
iptek yang terbentuk baik didalam maupun di luar negeri.
Tahap Keempat :
Sebagai konsekuensinya, di tahap ini perlu dikembangkan kemampuan penelitian dasar secara substansial. Ini ditujukan untuk menciptakan ilmuwan-ilmuwan yang mampu berkiprah pada ujung tombak kemajuan teknologi, dimana kehadiran mereka juga penting untuk mengaitkan diri ke jaringan riset global. Hubungan antara industri dan masyarakat ilmu pengetahuan dan penelitian yang telah mulai dirintis pada tahap ketiga juga akan diperluas.
Konsep transformasi industri B. J. habibie ini mengantarkan Indonesia yang pada 1990-an dijuluki salah satu “Macan Asia” memiliki sepuluh BUMN industri strategis yang dikembangkan dan dikoordinasikan oleh Badan Pengelola Industri Strategis, yakni PT. IPTN (sekarang PT. DI-penerbangan), PT. PAL (perkapalan), PT. LEN (elektronika), PT. INKA (perkeretaapian), PT. INTI (telekomunikasi), PT. Krakatau Steel (baja), PT. Pindad (persenjataan), PT. Barata Indonesia (peralatan berat), PT. Boma Bisma Indra (peralatan industri) dan PT. Dahana (bahan peledak).
Sumber : Ristek
0 comments:
Post a Comment