Tanggal 5 Oktober ini, Tentara Nasional Indonesia
(TNI) berulang tahun ke-69. Secara bertahap TNI mulai membangun
kekuatannya untuk mencapai Minimum Essential Force (MEF) atau syarat
kekuatan minimum.
Proses pembangunan MEF ini dirancang dalam
tiga tahap rencana strategis (Renstra) dari 2009-2014. TNI tak bisa lagi
mengandalkan pesawat tempur tua, tank karatan dan kapal bobrok sementara negara-negara tetangga terus membangun kekuatan militer.
Kini
sejumlah alutsista baru berdatangan. Di darat, Tank Leopard bakal
mengaum ganas. Inilah tank kelas berat pertama yang dimiliki Indonesia.
Di udara pesawat Sukhoi, T-50i, Super Tucano dan F16 Blok 52/ID menggantikan pesawat tua TNI AU.
TNI AL pun mendapat sejumlah kapal perang baru dan tengah menunggu kapal selam yang dibangun di Korea Selatan.
Tak
cuma membeli dari luar negeri, pemerintah juga tengah membangun
industri strategis pertahanan dalam negeri. Kementerian Pertahanan
berharap suatu hari Indonesia tak lagi mengimpor alutsista dari luar
negeri.
Tentunya TNI kenyang dengan kenangan pahit saat pesawat-pesawatnya kekurangan suku cadang gara-gara diblokade negara barat.
"Keberadaan
industri pertahanan yang mampu memproduksi kebutuhan Alutsista TNI,
sangat penting artinya, sehingga diharapkan akan semakin banyak
pengadaan Alutsista TNI yang tidak tergantung pada produk industri
pertahanan luar negeri," kata Sekjen Kemhan dalam amanat tertulisnya
yang dibacakan Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan Brigjen TNI Witjaksono
di Kemhan, Selasa (30/9).
Pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor
42 Tahun 2010 tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
Komite yang beranggotakan beberapa kementerian ini bertugas memutuskan
kebijakan di bidang industri pertahanan sekaligus mengawasi
implementasinya.
Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan
(KKIP) Bidang Hubungan Kerjasama Antar Lembaga Sylmi Karim menyebutkan
dalam proses pengadaan Alutsista dari luar negeri, mutlak mensyaratkan
proses alih teknologi atau Transfer of Technology kepada industri
pertahanan dalam negeri.
Namun Pengamat militer Lembaga Studi
Pertahanan Indonesia, Rizal Darma Putra menilai pembangunan alutsista
dalam sebuah komite belum efektif. KKIP belum efektif sebagai periset
alutsista.
"Industri pertahanan kita itu masuk di Komite
Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang berkedudukan di ibu kota. Ini
berbeda dengan negara maju, misalnya di China ada Norinco (North
Industries Corporation). Mereka yang melakukan riset terhadap alutsista,
sekaligus sebagai dasar untuk pembelian dan penjualan," kata Rizal
Darma Putra saat dihubungi merdeka.com di Jakarta, Jumat (3/10).
Lanjut
dia, pemerintah harus mengambil inisiatif guna mendukung berkembangnya
pembangunan industri pertahanan stategis Indonesia. Gelontoran dana
segar merupakan keniscayaan bagi berputarnya roda industri perusahaan
alutsista dalam negeri.
Menurut Rizal, masalah lain ada di pihak
pengguna atau TNI. Sampai sejauh ini, untuk persenjataan berat mereka
lebih suka memesan dari luar negeri.
Rizal meyakini industri
alutsista dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan persenjataan militer
Indonesia. Namun, respon pasar dalam negeri tak cukup menampung produksi
alutsista tersebut.
"Kita mampu 50 persen, tapi komitmen user
mau apa tidak menggunakan, akan diserap atau tidak. Jika tidak jelas,
itu yang dikhawatirkan maka itu perlu adanya komitmen seperti MoU,
misalnya TNI AD akan menggunakan senjata Pindad," katanya.
Simak tematik merdeka.com soal kekuatan industri dalam negeri menyambut HUT TNI 5 Oktober 2014. Selamat membaca.
Sumber : Merdeka
Friday, October 3, 2014
Mimpi Indonesia jadi Harimau Asia dengan senjata dalam negeri
5:39 PM
rozi
No comments
0 comments:
Post a Comment