Pesawat
tempur Sukhoi 27/30 TNI AU kembali memaksa mendarat sebuah pesawat
asing. Kali ini private jet dengan operator Saudi Arabian Airlines.
Pesawat
jet pribadi jenis Gulfstream IV dengan no HZ-103 ini berangkat dari
Singapura menuju Darwin Australia sebelum menuju tujuan akhir Brisbane.
"Pesawat
dipaksa mendarat karena awaknya harus diperiksa oleh personel TNI AU
sebab tertangkap basah masuk wilayah udara Indonesia tanpa ijin lengkap
berupa dokumen Flight Clearance untuk memasuki wilayah kedaulatan
Indonesia," kata Kadispen TNI AU, Marsekal Pertama hadi Tjahjanto, Senin
(3/11).
Pesawat yang berangkat dari Singapura dan Singapura
mulai dicurigai tidak memiliki surat perijinan memasuki wilayah
Indonesia oleh Kosek Hanudnas I Halim Perdanakusuma sejak melintasi
wilayah udara kepulauan Riau dan memasuki Kalimantan dengan rute
penerbangan M-774 menuju Australia.
TNI AU segera mengerahkan 2
Su-30. Sempat terjadi kejar-kejaran dengan kecepatan suara sebelum
akhirnya pilot-pilot TNI AU berhasil memaksa pesawat jet itu mendarat di
lanud Eltari Kupang.
Berikut fakta-fakta seputar penyergapan pesawat tersebut:
1.
Nomor penerbangan palsu
"Namun setelah di periksa ulang ternyata nomor tersebut adalah perijinan melintas bagi pesawat Haji jenis Boeing 747-400," kata Kadispen TNI AU, Marsekal Pertama hadi Tjahjanto, Senin (3/11).
Komando Pertahanan Udara Nasional menangkap pesawat asing tersebut yang terbukti menggunakan identitas yang tidak benar serta makin mencurigakan. Setelah ditanya berulang-ulang mengenai perizinan, dia menambah kecepatan, yang semula 0.75 Mach menjadi 0.85 Mach.
Pengendali operasi pertahanan udara di Jakarta dan Makasar menilai pesawat tersebut berniat kabur secepatnya keluar dari wilayah NKRI menuju Australia.
2.
Kejar-kejaran dengan kecepatan suara
Pesawat terbang di ketinggian 41 ribu kaki dengan kecepatan 920 km per jam. Namun Sukhoi mengejar dengan kecepatan suara yaitu antara 1.3 1.55 Mach (1400- 1700 kilometer per jam.
Thunder Flight Sukhoi melaksanakan pengejaran sampai melewati Eltari, Kupang dan berhasil mendekati pesawat tersebut dan dapat melaksanakan komunikasi dengan radio di sekitar 85 Nm atau 150 km dari Kupang. Pengejaran ini tepat pada waktunya karena pesawat jet Arab itu sudah mendekati perbatasan wilayah udara Timor Leste.
Didekati dengan kecepatan suara dan senjata rudal R-73 Archer yang sangat canggih tidak ada pilihan bagi Gulfstream IV ini selain menuruti perintah untuk mendarat di Kupang.
"Akhirnya pukul 13.25 WIB pesawat Gulfstream IV yang diketahu dari Saudi Arabia tersebut landing di Lanud Eltari menyusul pada pukul 13.32 WIB kedua pesawat Su-30 MK2 juga landing di Eltari," kata Hadi.
3.
Kapten Waleed Abdulaziz ditahan TNI AU
Kapten Pilot beserta 6 orang awak pesawat dibawa ke ruang VIP Room Lanud El Tari dengan dikawal ketat oleh Personel Lanud El Tari. Mereka diinterogasi tentang tidak adanya dokumen Flight Clearance.
Sementara penumpang yang berjumlah 7 orang tetap di dalam pesawat. Pemeriksaan dan penyidikan oleh personel TNI AU serta PPNS Perhubungan Udara karena mereka melanggar wilayah udara Indonesia.
Fakta menunjukkan bahwa pesawat Gulfsteram IV ini dilepas oleh otoritas penerbangan Singapura tanpa diberi informasi tentang persyaratan Flight Clearance untuk melintasi ruang udara Indonesia bagi pesawat tak terjadwal.
"Memang mereka membuat Flight Plan di Singapura namun karena melewati ruang udara yang menjadi wilayah jurisdiksi dan kedaulatan Indonesia, maka semua penerbangan tak terjadwal harus memiliki ijin penerbangan khusus dari pemerintah RI," kata Kadispen TNI AU Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto.
4.
3 Kali Sukhoi beraksi
Setelah itu giliran pesawat latih Singapura dipaksa mendarat di Lanud Supadio Pontianak. TNI AU menahan pelatih dan siswa penerbang asal negeri jiran tersebut.
"Jajaran komando operasional TNI AU yaitu Kohanudnas, Koopsau I dan II selalu siaga senantiasa 24 jam terus menerus, mengawasi ruang udara Indonesia, menegakkan kedaulatan dan hukum di udara demi Keamanan Nasional Indonesia," kata Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto.
Hal ini membuktikan satuan radar TNI AU dan kekuatan penyergapnya mampu melindungi udara Indonesia.
5.
Panglima minta pemerintah tegas
Menurut Jenderal Moeldoko, deregulasi dan ketegasan pemerintah RI menerapkan UU penerbangan tersebut sangat diperlukan karena dapat memberikan efek jera kepada pihak yang melakukan pelanggaran wilayah udara nasional.
"Di samping itu, Panglima TNI juga berharap kepada pemerintah dengan memperhatikan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki TNI AU, seharusnya TNI diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan terhadap beberapa tindak pidana yang sifatnya kejahatan terhadap pertahanan dan keamanan nasional di ruang udara NKRI (defence crime) demi menjaga kewibawaan NKRI," kata Kapuspen TNI Mayor Jenderal Fuad Basya.
Panglima TNI juga telah memerintahkan kepada seluruh jajaran TNI AU untuk semakin aktif mengamankan wilayah udara nasional dan melaksanakan pemeriksaan secara intensif terhadap pesawat kru pesawat Gulfstream IV dengan No HZ-103 yang melakukan pelanggaran wilayah udara Indonesia, kemudian diserahkan kepada aparat penegak hukum sesuai peraturan yang berlaku.
Selama ini pesawat asing yang tertangkap melintasi wilayah Indonesia selalu dilepaskan setelah membayar denda Rp 60 juta.
Sumber: Merdeka
0 comments:
Post a Comment