Total Pageviews

Friday, March 27, 2015

Analisis : Antara Memilih Dan Dijodohkan

Jauh-jauh hari tentara langit kita sudah menetapkan pilihannya pada “seorang kekasih” yang bernama Sukhoi SU35, bahkan panglima tentara juga sudah memberikan jalan terhadap pilihan yang seksi itu.  Tetapi itu bukan berarti jalannya “pernikahan” akan berlangsung mulus karena ternyata banyak gadis-gadis manis yang menawarkan diri dengan segala kemolekan dan keindahan serta kecanggihan yang dimiliki.  Gripen sudah mempertontonkan kebolehannya di kota Linkoping Swedia di hadapan wartawan Indonesia minggu kedua Maret 2015. Dan saat ini Rafale sedang unjuk kebolehan di Halim AFB dan Iswahyudi AFB dihadapan petinggi TNI dan Kemhan.
Sementara F16 Viper diam-diam melakukan pendekatan kepada pengambil kebijakan Kemhan.  Ini lobby yang didukung dengan kekuatan “mendehem” dan gaya wibawa uwak Sam, tipikal negara adidaya yang tentu menginginkan produknya dibeli. Nilai plusnya kita sudah berpengalaman mengoperasikan F16 selama puluhan tahun, dan kesediaan Uwak Sam memberikan hibah berbayar 24 unit F16 blok52Id kepada Indonesia.  Viper punya kekuatan bargaining yang harus diperhitungkan.
Kogabwilhan, model pertahanan baru segala matra
Angkatan Udara Indonesia sedang berupaya memperkuat taring kedaulatan kedirgantaraannya dengan menargetkan memiliki 11 skuadron tempur dalam program MEF jilid 2 yang sedang berlangsung saat ini.  Saat ini kekuatan itu baru ada di bilangan 8 skuadron dimana 1 skuadron F5E Tiger akan memasuki pensiun.  Pengganti yang digadang-gadang adalah jet tempur kelas berat Sukhoi SU35. Pilihan serius TNI AU ini adalah dalam rangka mobilitas daya jelajah serta daya gempur yang gahar sekalian untuk mengimbangi teknologi tempur udara yang dimiliki Australia dan Singapura.
Perkuatan TNI AU adalah bagian dari kurikulum baru tentara yang disebut dengan pre emptive strike dengan menjemput musuh di garis batas teritori, tidak lagi membiarka musuh masuk baru digebuk.  Kekuatan 11 skuadron itu adalah bagian dari penyesuaian manajemen pertempuran interoperability dengan Kogabwilhan sebagai komando utama. Indonesia sedang mempersiapkan 3 Kogabwilhan, 3 armada tempur laut, 3 divisi Kostrad, 3 divisi Marinir dan 3 komando operasi angkatan udara.  Serba tiga neh karena memang based on pembagian wilayah RI, mirip-mirip pembagian tiga wilayah waktu.  Jadi 11 skuadron yang ditargetkan itu dianggap memadai dengan menempatkan 3-4 skuadron tempur di masing-masing wilayah pertahanan.
Sebenarnya jika mengacu kepada kebutuhan skuadron tempur itu maka selayaknya pergantian jet tempur F5E disesuaikan dengan keinginan TNI AU untuk memilih pilihan hatinya yaitu Sukhoi SU35.  Sementara penambahan 3 skuadron baru itu biarlah Kemhan selaku “Ortu” TNI memilihkan alias menjodohkannya dengan jet tempur lain seperti Gripen, Typhoon, Rafale dan F16 blok 60.  Artinya untuk 3 skuadron baru itu biarlah keempat jenis jet tempur ini bersaing untuk menjadi bagian dari skuadron anyar TNI AU.  Sehingga gambaran isian skuadron itu kira-kira begini :
1 Skuadron Sukhoi SU27/30
1 Skuadron Sukhoi SU35
2 Skuadron F16 blok 52Id
1 Skuadron F16 blok 60
1 Skuadron Gripen Saab
1 Skuadron Rafale
2 Skuadron Hawk 100/200
1 Skuadron T50
1 Skuadron Super Tucano
Pertanyaannnya tentu darimana duitnya ya. Jika melihat pertumbuhan anggaran pertahanan yang naik secara signifikan dari tahun ke tahun bahkan pemerintahan eksisting saat ini punya prediksi kenaikan anggaran pertahanan sampai mencapai 200 trilyun pertahun mulai tahun 2017-2018 maka kita merasa optimis semua kebutuhan alutsista segala matra yang direncanakan secara multy years akan tercapai. Alutsista angkatan udara dan laut tentu harus mengedepankan teknologi terkini karena sesungguhnya kewibawaan pertahanan negara kepulauan seperti Indonesia ada di angkatan laut dan udara.  Apalagi dengan visi sebagai poros maritim mau tak mau nilai kehandalannya terletak pada kekuatan armada tempur laut daan armada jet tempur.
Memerlukan 11 Skuadron tempur
Antara memilih dan dijodohkan semua baik demi untuk membangun nilai harkat dan kewibawaan teritori NKRI. Jadi jika TNI AU berkeinginan dengan jet tempur pilihannya, berikan saja. Diakan user, pasti tahu persis kehebatan pujaan hatinya Sukhoi SU35. Dan kemudian Kemhan bisa menjodohkan tambahan skuadron tempur baru TNI AU dengan memilih 3 diantara 4 calon pelamar itu, Typhoon, Rafale, Gripen dan Viper. 
Dengan anggaran pertahanan yang besar kita meyakini bahwa kekuatan TNI AU akan menjadi kekuatan penggentar yang disegani. Membangun kekuatan pertahanan memang butuh dana besar.  Dana alias duit yang dikucurkan itu bukanlah biaya habis pakai atau peborosan keuangan negara tetapi dia adalah bagian dari investasi jangka panjang untuk meninggikan nilai dan harga diri bangsa.  Antara memilih sendiri dan dijodohkan untuk adalah sebuah metode untuk mendapatkan alutsista yang sesuai dengan kebutuhan terkini.  Sukhoi memiliki daya gentar tinggi dan daya jelajah luar biasa sementara jet-jet tempur lain yang sedang mempromosikan diri juga bagus. Jadi kesimpulannya : dipilih, dipilih.

Sumber : Jagarin

Pesawat Latih AS-202 Bravo Pensiun, Digantikan G-120TP Grob

Pesawat latih AS-202 Baro (photo : TNI AU)

Pesawat Bravo Pensiun, Sekbang A 89 Pertama Gunakan Pesawat Grob

Penerbang militer adalah identik dengan penerbang tempur. Dan untuk membentuk calon penerbang militer yang memiliki kualifikasi handal, memerlukan pendidikan dengan waktu yang panjang dan beresiko tinggi. Agar program tersebut dapat berjalan lancar dan aman, diperlukan suatu proses yang konsisten dan berlanjut, dengan tahapan-tahapan yang sistematis, ketat dan tanpa kompromi. Hal ini ditempuh karena bakat dan kemampuan terbang bagi setiap siswa, tidaklah sama. Sementara kemampuan terbang tidak bisa ditawar-tawar. Toleransi sekecil apapun terhadap kekurangmampuan dari setiap siswa, mengandung resiko potensi yang membahayakan, tidak saja bagi diri calon penerbang itu sendiri, namun juga bagi orang lain dan alutsista yang digunakannya. Dengan kriteria demikian, secara jelas tersurat bahwa TNI AU, tidak akan mengambil resiko yang mungkin dapat terjadi akibat dari kekurangmampuan para siswa.

Demikian Sambutan Komandan Pangkalan TNI AU Adisutjipto Marsekal Pertama TNI Yadi I Sutanandika, M.S.S, pada upacara tradisi Terbang solo Siswa Sekolah Penerbang (Sekbang) angkatan 89 di Shelter pesawat Grob Lanud Adisutjipto, Kamis (26/3)

Lebih lanjut Marsma TNI Yadi mengatakan “kalian patut bersyukur, karena tahapan bersejarah ini kalian telah mengunakan alutsista terbaru yaitu pesawat G 120 TP-A Grob yang pertama kali digunakan Sekbang baru Angkatan 89 ini.” Kalian merupakan generasi baru bagi TNI AU dan telah menjadi bagian penting dari proses modernisasi alutsista TNI AU.

Berhasil meraih predikat Terbang Solo Pertama adalah Letda Adm Hendra Zainuddin, sedang Letda Cpn Rizki Yudistira memperoleh predikat terbang Solo Terakhir. Namun demikian Komandan Lanud Adisutjipto juga menambahkan “bagi yang telah mendapat predikat itu bukanlah segalanya, karena masih banyak waktu lagi untuk membuktikan terbaik “, imbuhnya


Pesawat latih GT-120TP Grob (photo : TNI AU)

Tradisi yang dikemas dalam upacara militer ini ditandai upacara tambahan berupa pemotongan rambut yang diartikan (perubahan status) pemecahan telur diatas kepala perwakilan siswa sebagai tanda telah berhasilnya mereka “(menetas) menjadi burung yang bisa terbang. Selanjutnya pemberian kapas diartikan (mulai tumbuhnya sayap terbang) penyiraman kembang (penyucian dari segala yang buruk). Upacara dipimpin langsung oleh Komandan Lanud Adisutjipto, Marsma TNI Yadi I. Sutanandika, M.SS, Kadispers, Komandan Satuan, para instruktur penerbang, siswa serta ground crew yang terlibat langsung selama latihan.

Komandan Lanud Adisutjipto Marsekal Pertama TNI Yadi I Sutanandika, M.S.S juga menambahkan bahwa di setiap tahapan bina terbang sangat terbuka kemungkinan untuk menjadi penghalang yang menyebabkan kegagalan. Untuk itu Komandan Lanud menekankan kepada seluruh siswa Sekbang Angkatan ke-89 agar memelihara semangat belajar dan lebih mengedepankan konsentrasi pada setiap latihan terbang selanjutnya

“Latihan terbang tahap awal ini dilaksanakan di Lanud Adisutjipto selama kurang lebih 4 bulan. Siswa Sekbang Angkatan 89 ini terdiri dari 48 orang siswa. Selama latihan, siswa Sekbang Angkatan ke-89 menggunakan Pesawat Latih G 120 TP-A Grob dan sudah tidak lagi mengunakan pesawat latih Bravo seperti pendahulunya. Pesawat bravo sendiri telah dilikuidasi dan dinyatakan purna tugas terhitung tahun 2014, namun masih menunggu kelengkapan proses administrasi.” Mayor Tek Timbul.

Sumber : (TNI AU)

Sunday, March 22, 2015

Analisis : Memandang Jepang Lalu Bertandang

Selama hayat dikandung badan, perjalanan berpertahanan Indonesia hampir tidak pernah melirik Jepang. Boleh dikata negeri Sakura itu tidak menjadi sebuah harapan bagus utamanya ketika negeri ini sedang bergeliat dengan perkuatan militernya.  Indonesia hanya melirik 2 negara “ras kuning” yang lain yaitu Korsel dan Cina. Dengan Korsel, kita banyak menjalin kerjasama perkuatan alutsista antara lain pengadaan 3 kapal selam Changbogo, pembelian 1 skuadron jet tempur T50, pembelian 22 panser canon Tarantula dan kerjasama teknologi pembuatan jet tempur generasi 4,5 yang dikenal dengan Project KFX/IFX.
Sementara dengan Cina berdasarkan data SIPRI 2015 Indonesia memesan ratusan peluru kendali anti kapal jenis C802 dan C705 untuk puluhan kapal perangnya, serta sangat dimungkinkan mendapatkan alutsista strategis peluru kendali SAM HQ16.  Disamping itu ada kerjasama pertahanan dalam bentuk latihan bersama antar personil antar kesatuan kedua negara dan kerjasama produksi peluru kendali anti kapal C705. Bahkan baru-baru ini Cina menawarkan bantuan milyaran dollar untuk membangun poros maritim Indonesia.
Geliat Jepang dengan membuka “konstitusi diri” yang selama ini dibatasi, untuk mengekspor teknologi persenjataannya disambut hangat negara-negara sekitarnya tak terkecuali Australia dan India.  Vietnam dan Filipina menyambut gembira kepedulian “saudara tua” itu dan sekaligus mengharapkan bantuan pertahanan menghadapi Naga Cina. Jepang juga memiliki konflik teritori dengan Cina di Laut Cina Timur dan Jepang berkomitmen menjaga stabilitas di Laut Cina Selatan dengan ikut menggelar patroli kapal permukaan dan kapal selam.  Makin seru neh.
Armada Laut Jepang, mulai bangkit bertaring
Jepang adalah sebuah harapan baru bagi perkawanan serius berlabel militer sementara di bidang lain negeri matahari terbit itu sudah membuktikan kehebatannya dalam kerjasama yang saling menguntungkan. Kesediaan Jepang untuk kerjasama pertahanan dengan RI sekaligus untuk mengimbangi ekspor senjata Korsel kepada Indonesia yang selama 4 tahun terakhir melonjak tajam.  Maka jika kerjasama pertahanan itu diteken setidaknya beberapa pesawat amfibi ShinMaywa US-2, kapal perang kelas Shikishima,Hayabusha atau Fregat dan Destroyer bisa ditampilkan mengawal perairan Indonesia.
Kecerdasan Indonesia adalah menggauli semua pihak yang saling bermusuhan terhadap persoalan Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur. Musuh bersama negara-negara di kawasan itu adalah Cina sementara kita tidak punya sengketa teritorial dengan Cina meski ada perairan ZEE Natuna yang bertindihan.  Meski begitu sebagai negara netral posisi Indonesia tetap harus mengantisipasi manakala Cina “mengamuk” lalu hantam sana hantam sini. Artinya perkawanan dengan Jepang adalah penguat daya tawar karena Jepang juga sedang bersiap diri memperkuat militernya sekalian mengekspor alutsistanya ke negara sekitarnya.
Itulah yang dibaca, dipelajari kemudian melalui kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Tokyo Jepang minggu depan tanggal 22-25 Maret 2015 akan ditandatangani kerjasama pertahanan dengan Jepang bersama PM Shinzo Abe. Sekedar diketahui  Wapres Jusuf Kalla juga telah berkunjung ke Jepang tanggal 12-17 Maret 2015 yang lalu. Manuver Indonesia melalui kerjasama pertahanan ini tentu akan memberikan “nilai tambah” bagi negeri ini utamanya terhadap Cina. Sebagaimana kita ketahui setelah kunjungan ke Jepang, Presiden Indonesia akan bertolak ke Beijing Cina untuk maksud yang sama, memperkuat kerjasama pertahanan yang sudah berlaku.
Sukhoi Indonesia di Darwin, berlatih bersama
Sebuah bentuk diplomasi yang cemerlang terutama terkait waktu kunjungan, tema kunjungan di kedua negara itu, yang menyiratkan betapa bebasnya negeri ini berkawan dengan siapapun. Ini juga bagian dari strategi RI untuk mengantisipasi kondisi terburuk manakala konflik LCS pecah atau justru menjadikan Cina berhati-hati. Luasnya teritori Indonesia yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan menjadi perhitungan Cina karena Indonesia pemilik ALKI 1 yang strategis bagi jalur perdagangan Cina.  Bisa saja ketika konflik menjadi runyam dan Indonesia memilih ikut bergabung dengan kafilah pembenci Cina lalu bersama kekuatan militer Australia dan AS menutup akses ALKI 1,2,3 kemudian menghantam Cina dari Natuna dan Kalimantan. Semua skenario itu pasti sudah dianalisis Cilangkap dan Pejambon.
Yang jelas ada pacuan kekuatan militer di kawasan Asia Pasifik yang membentuk dua kutub.  Satu kutub bernama Cina sementara kutub lain adalah aliansi pembenci Cina yaitu Jepang, Korsel, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunai. Dibelakangnya ada AS, Australia, Singapura. Seperti kita ketahui gelar kekuatan militer AS sudah mulai difokuskan ke Asia Pasifik. Lalu dimana posisi Indonesia saat ini.  Yang jelas sejauh ini ada dimana-mana, boleh jadi bisa menjadi mediator alias penengah konflik agar tidak menjadi perang terbuka. 
Namun jika Paman Mao tetap bersikukuh dengan klaimnya lalu menjalar ikut pula klaim Natuna, maka pilihan kita tentu ikut bertarung juga.  Pelajaran yang harus kita antisipasi adalah perebutan sumber daya energi tak terbarukan bisa membuat negara “jagoan” bertindak arogan dan main serbu saja.  Perjalanan ke Jepang itu adalah untuk mengingatkan Cina dan perjalanan ke Cina juga untuk mengajak Cina.  Siapa tahu Shinzo Abe titip pesan ke Jokowi untuk disampaikan kepada Xi Jinping dan bisa jadi Xi Jinping menyambut baik.  Namanya diplomasi, semuanya terbungkus, namanya kerjasama militer semuanya dijelasterangkan agar masing-masing pihak berhitung cermat.

Sumber : Jagarin

Infrastruktur Kapal Selam Dibangun 2016

Lokasi untuk pembangunan infrastruktur kapal selam (photo : Kaskus Militer)

Malang, Jawa Timur (ANTARA News) - Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero), M Firmansyah Arifin, mengatakan, pembangunan infrastruktur kapal selam di Indonesia direncanakan pada 2016, untuk menindaklanjuti penunjukkan perusahaan plat merah itu dalam memproduksi kapal selam dari Kementerian Pertahanan.

TNI AL memproyeksikan memiliki enam kapal selam baru, melengkapi dua kapal selam saat ini, KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402, yang merupakan Tipe-209 dari Jerman. Korea Selatan menjadi salah satu alternatif penting sumber pengadaan keenam kapal selam baru itu selain kelas Kilo dari Rusia. 

"Kita bangun dulu infrastrukturnya, sebab kita belum punya dan hanya punya landasannya kapal selam. Sehingga dengan ada infrastruktur, ke depan bisa lebih banyak produksi kapal selam," ucap Arifin, di Malang, Sabtu.

Ia mengatakan, keperluan Indonesia terhadap kapal selam sangat tinggi karena wilayahnya mayoritas adalah laut, sehingga kekuatan alutsista berupa kapal selam sangat dibutuhkan.

"Kalau kita melihat akan kebutuhan kapal selam sebenarnya Indonesia membutuhkan sebanyak 12 kapal selam. Sementara saat ini kita hanya mempunyai sedikit, itu pun produksi lama," katanya.

Terkait dengan rencana pembuatan kapal selam, Arifin menjelaskan saat ini sedang dalam proses produksi tiga unit, di antaranya satu unit akan dibangun di Indonesia, dua lainnya sedang dalam proses pembuatan di Korea Selatan.

"Sebanyak dua unit kapal selam dalam proses dibuat di Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME), Korea Selatan. Lalu, satu unit dibangun di PT PAL Indonesia," katanya.

Untuk itu, sebelum memulai produksi satu unit kapal selam pihaknya akan membangun sejumlah infrastrukturnya terlebih dahulu, sehingga ke depan bisa dilanjutkan dengan produksi secara mandiri.

Sebelumnya, untuk merealisasi kapal selam PT PAL Indonesia mendapatkan kucuran penyertaan modal negara sebesar Rp1,5 triliun untuk membangun tiga unit kapal selam dengan nilai Rp500 miliar perunit.

Pembangunan itu, telah mendapat dukungan dari Komisi VI dan Komisi I DPR, dan alokasi biayanya juga menyangkut pengiriman tenaga ahli ke Korea Selatan untuk belajar pembuatan kapal selam.

Arifin berharap, ketika PT PAL Indonesia sudah memulai produksi kapal selam, akan memperkuat persenjataan Indonesia, khususnya di wilayah laut.

Sumber : (Antara)

Monday, March 16, 2015

Analisis : Serba 35

Angka 35 lagi ngetop. 
Jet tempur Hawk Mk53 sejak kemarin Kamis 12 Maret 2015 dipensiunkan setelah mengabdi selama 35 tahun (1980-2015). Perjalanannya seperti pada foto dibawah, Hawk Mk53 di depan dikawal jet tempur T50 berangkat dari Iswahyudi AFB Madiun menuju Adi Sutjipto AFB Yogya untuk selanjutnya masuk museum dirgantara Yogya. Yang menarik pada hari yang sama Panglima TNI Jendral Moeldoko mengumumkan bahwa Kemhan dan TNI telah bersepakat membeli jet tempur canggih Sukhoi SU35. Serba 35 neh.
 

Indonesia membeli 20 jet tempur Hawk Mk53 dari Inggris tahun 1980 bersamaan dengan pembelian 16 jet tempur F5E Tiger dari AS dan 34 jet tempur A4 Skyhawk dari Israel. Seluruh A4 Skyhawk telah dipensiunkan dan diganti dengan Sukhoi SU27 dan SU30. Sementara Hawk Mk53 diganti dengan T50 Golden Eagle buatan Korsel. Terakhir F5E Tiger sudah mulai MPP dan segera diganti dengan Sukhoi SU35.
Selain menggantikan jet tempur lawas, TNI juga diprediksi akan menambah sedikitnya 2 skuadron baru yang kandidatnya ada beberapa jenis antara lain F16 blok 60, Gripen dan Typhoon. 
 
 
Sumber : Jagarin

Analisis : Perkuatan Yang Diapresiasi

Ketika Panglima TNI beberapa hari yang lalu mengatakan bahwa Kemhan dan TNI telah bersepakat untuk memilih arsenal gahar berupa jet tempur Sukhoi SU35 untuk menggantikan jet tempur F5E Tiger, suara bergemuruh menyambut pilihan yang dinantikan itu.  Beberapa grup komunitas militer, forum diskusi militer, hampir semua media militer online menyambut gembira pilihan yang memang telah menjadi idola utama, yang ditunggu-tunggu bulan demi bulan.
Masih banyak tahapan yang harus dilalui untuk proses pengadaannya dan sangat mungkin masih bisa disalip di tikungan akhir dari kompetitor yang lain.  Tetapi sesungguhnya suara aspirasi itu menggambarkan betapa suara rakyat yang tak terbantahkan itu menginginkan tentaranya punya alutsista yang berkualitas, terkini dan terbaik.  Apa saja yang hendak dipunyai tentaranya, apa saja yang hendak dipilih tentaranya untuk memperkuat baju alutsistanya selalu mendapat dukungan gempita dari masyarakat kelas menengah negeri ini.  
Dipilih, dipilih......
Seperti kita ketahui masyarakat kelas menengah adalah bagian utama dari strata suara rakyat yang memiliki kepekaan dinamis dan kritis bersama argumen yang menggambarkan kualitas pemikiran, pola pikir dan perilaku berbangsa yang konstruktif. Lapis legit masyarakat kelas menengah Indonesia saat ini menentukan opini, cara pandang, cara amat, pola sikap dan dinamika yang menguasai media sosial di tanah air dengan respons yang lugas, tegas dan sedikit “nggragas”.
Alhamdulillah, kekuatan daya beli alias purchasing power yang tergambar dalam APBN kita semakin membesar dari tahun ke tahun.  Belum lagi kalau disandingkan dengan kekuatan PDB (Product Domestic Bruto) yang dihasilkan negeri ini. Militer Indonesia tahun 2015 mendapat anggaran 102 trilyun.  Jumlah itu adalah yang terbesar sepanjang sejarah meski secara rasio dengan PDB masih kecil.  Tentu ini sangat menggembirakan dan rencana-rencana yang sudah digariskan semakin mendapatkan angin segar, karena semua rencana besar itu pasti UUD (ujung-ujungnya ada duitnya).
Masyarakat kelas menengah Indonesia selama lima tahun terakhir ini selalu menyuarakan keinginan yang luar biasa agar tentaranya dapat diperkuat dengan sejumlah alutsista modern dan berteknologi.  Yang lebih menggairahkan lagi beberapa LSM pembenci TNI tidak menggonggong alias bersuara galak.  Meski jika pun mereka bersuara keras, suaranya kalah gagah dengan koor paduan suara masyarakat kelas menengah RI yang mampu memilah suara membela yang benar dengan membela yang bayar.
Sangat membantu  bagi Pemerintah yang diwakili Kemhan, Parlemen yang sejak awal juga pendukung kuat modernisasi TNI, dan Mabes TNI karena proses perkuatan persenjataan militer kita menjadi sebuah harmoni orkestra yang di applaus oleh penontonnya yang berkualitas, ya masyarakat kelas menengah itu. Harmoni itu merupakan nilai tambah sekaligus aspirasi bagi TNI dan Kemhan agar proses pengadaan alutsista itu mampu memilih jenis alutsista yang memang dibutuhkan oleh negeri kepulauan ini.  Seperti aspirasi oleh mayoritas masyarakat untuk memilih Sukhoi SU35.
F16 mengawal pesawat Napi Bali Nine
Perkuatan hulubalang republik dengan belanja alutsista seperti rencana beli Sukhoi SU35 adalah sebuah keniscayaan.  Demikian juga dengan shopping list yang lain, tidak hanya Sukhoi SU35, boleh jadi ada penambahan jet tempur lain misalnya Gripen atau F16 blok60.  Kita masih banyak membutuhkan banyak jet tempur, satuan radar, berbagai jenis peluru kendali, kapal perang, kapal selam, pesawat early warning, pesawat angkut, tank amfibi, artileri berat, panser dan lain-lain. Kita masih harus membenahi pagar-pagar teritori kita yang selama ini luput dari pantauan pertahanan.
Beberapa negara produsen alutsista semakin menebarkan senyum pemikat agar pilihan berbagai jenis alutsista yang kita gadang-gadang jatuh dalam pelukan mereka.  Rusia, Spanyol, Jerman, Korea Selatan, Perancis, AS, Inggris, China bergantian “mengetuk pintu” Kemhan menawarkan dagangannya dengan berbagai pemanis rasa. Anggaran pertahanan yang menembus seratus trilyun bersama sumber pendanaan belanja alutsista yang lain tentu menjadi madu manis yang mampu mengajak semut produsen alutsista manca negara mendekat untuk berbagi kue. 
Entah mengapa selama lima tahun ini Indonesia menjadi sosok gadis manis dengan rambut sebahu yang dilirik dan digoda oleh para pria produsen alutsista itu agar menjatuhkan pilihannya pada dirinya.  Kecerdasan gadis yang bernama Indonesia itu adalah, dia tidak ingin lagi setia pada satu hati karena pengalaman masa lalu yang dikhianati oleh pria pujaannya yang bernama Uwak Sam dan saudara-saudaranya. Dia membuka diri seluas-luasnya dengan para produsen alutsista itu untuk menjatuhkan pilihannya.  Inilah yang disebut dengan “perselingkuhan” beralutsista dan itu sah.
Bertugas di Lebanon Selatan bersama Panser Amfibi Marinir
Dengan Perancis, segera datang 2 kapal perang jenis oceanography dan kloter akhir artileri Caesar Nexter.  Dengan Spanyol segera diselesaikan pembuatan kapal latih pengganti Dewaruci, penambahan 7 pesawat angkut CN295 sehingga menjadi 16 unit. Sangat dimungkinkan pembelian pesawat CN 295AEW peringatan dini.  Masih banyak alutsista yag sudah dipesan dari negara lain tapi belum seluruhnya datang.  Masih banyak alutsista yang mau dipesan tapi harus pilih-pilih dulu mana yang terbaik.  Masih banyak kita membutuhkan berbagai jenis alutsista untuk mengawal teritori repbulik, tapi pengadaannya harus bertahap.
Semua rangkaian cerita tentang perkuatan alutsista itu ditonton luas oleh rakyat bangsa ini. Tentu jalan cerita yang memiliki rating tinggi itu diharapkan mampu memberikan kebanggaan nasional bagi kita. Oleh sebab itu Kemhan dan TNI harus mampu memberikan kejelasan jalan cerita episode demi episode untuk menunjukkan kepada rakyat bangsa makna perkuatan TNI yang sesungguhnya. 
Jujur kita akui institusi TNI adalah satu-satunya instrumen pemerintahan dan negara yang masih menjadi pujaan kebanggaan berbangsa.  Sementara pada instrumen yang lain sebagaimana kita saksikan, terlalu banyak duka lara dan jalan cerita yang menyesakkan mulai dari perseteruan antar institusi penegak hukum, konflik parpol, kriminalisasi, korupsi, begal politik, ricuh antar elite dan lain-lain.   


Sumber : Jagarin

KRI Rigel 933 - Kapal Canggih Untuk Survei Bawah Laut

KRI Rigel 933 - kapal hidro oseanografi (photos : G. Cailler, BLE Alain

TNI AL Bakal Punya Kapal Canggih Survei Bawah Laut

VIVA.co.id - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut bakal memiliki kapal berteknologi canggih yang mampu melakukan survei bawah laut. Teknologi pada kapal itu sanggup mencitrakan apa pun yang berada di bawah laut hingga kedalaman seribu meter.

Kapal itu diberi nama Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Rigel dengan nomor lambung 933. KRI Rigel sedang dalam proses pembangunan oleh galangan kapal OCEA di Les Sables d‘Olonne, Perancis. Indonesia memesan dua unit dan akan dikirim ke Indonesia pada September 2015.



Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, meresmikan pemberian nama KRI Rigel 933 pada kapal jenis survei hydro-oceanography itu di dermaga Les Sables d‘Olonne pada Kamis waktu setempat, 11 Maret 2015. Menteri juga mengibarkan bendera Merah Putih pada tiang kapal sebagai tanda telah resmi menjadi kekuatan TNI.

Menteri Ryamizard didampingi Duta Besar Indonesia untuk Perancis Hotmangaraja Panjaitan dan Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Ade Supandi.


Hadir juga Atase Pertahanan RI di Paris Age Wiraksono dan Atase Darat RI di Paris Jaka Tandang dan Atase Pertahanan Perancis untuk Indonesia Sylvain L.

KRI Rigel adalah kapal survei dan pemetaan berteknologi canggih dengan bobot 515 ton, berdimensi panjang 60,1 meter dan lebar 11,3 meter.

AUV (autonomous underwater vehicle) (photo : Mer et Marine)

Kapal itu berjenis MPRV (multipurpose research vessel). Dilengkapi peralatan termutakhir survei hydro-oceanography. Kapal itu juga dilengkapi peralatan AUV (autonomous underwater vehicle) yang berfungsi melakukan pencitraan bawah laut hingga kedalaman seribu meter dan mengirimkan kembali sinyal data secara periodik ke kapal utama. 

Di samping itu, kapal itu dilengkapi ROV (remotely operated vehicle), robot bawah air dengan kamera bawah air yang mampu mengambil material bawah laut di kedalaman hingga seribu meter sebagai bahan penelitian.

ROV (remotely operated vehicle) (photo : Mer et marine)

Pembangunan dua unit kapal itu merupakan kontrak pengadaan kapal antara Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan galangan kapal OCEA Perancis. Pembangunan kapal dimulai sejak Oktober 2013 dan dijadwalkan rampung pada September 2015. 

Kehadiran kapal itu dalam armada TNI Angkatan Laut diharapkan dapat melaksanakan tugas pemetaan lebih baik mengingat Indonesia adalah negara kepulauan.

Sumber : (Viva)

Menghadirkan Superioritas Udara Ke Tengah Samudera

Pesawat intai strategis B-737 AEW&C (photo : DID)

TNI Angkatan Udara bertekad menghadirkan superioritas udara ke tengah samudera guna melaksanakan security coverage bagi kekuatan laut dalam mendukung visi Poros Maritim Dunia.

Visi Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo disambut baik dan didukung penuh oleh TNI Angkatan Udara. Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna menandaskan hal tersebut di sela Rapat Pimpinan TNI AU yang dilaksanakan awal Februari lalu di Jakarta dan dihadiri 306 komandan satuan dari seluruh jajaran TNI AU.

Dikatakan, relevansi TNI AU sebagai pembina kekuatan secara signifikan menentukan peran TNI AU sebagai subsistem dalam pertahanan poros maritim dunia. "TNI AU harus bisa menghadirkan superioritas udara ke tengah samudera, melaksanakan security coverage bagi naval forces," ujar Agus Supriatna, alumni AAU 1983. "Ärtinya, Sistem Pertahanan Maritim tidak hanya butuh TNI Angkatan Laut yang kuat, namun juga TNI AU yang lebih kapabel," jelasnya.

ADIZ dan FIR

Dalam rangkaian pembangunan poros maritim dunia, KSAU juga menyoroti masalah penerapan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ - Air Defence Identification Zone). ADIZ dinilai penting sebagai wilayah payung perlindungan maritim dan ruang udara untuk menjaga keseimbangan geostrategi. Penetapan ADIZ di atas Pulau Jawa dipandang sudah tidak sesuai lagi dan ini harus menjadi suatu pemikiran bersama termasuk di dalamnya TNI AU. Menurut KSAU, penentuan ADIZ yang benar adalah harus mencakup seluruh wilayah kedaulatan NKRI hingga Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan harus berintegrasi dengan kekuatan Pertahanan Udara.


Pesawat intai maritim strategis B-737MR (photo :: Andrei Mihaila)

Untuk hal tersebut, pemerintah dan instansi terkait lainnya perlu membuat suatu pengaturan hukumnya sebagai wadah melakukan tindakan-tindakan dalam upaya pengendalian ruang udara. Hal yang sama juga terkait dengan pengelolaan Wilayah Informasi Penerbangan (FIR - Flight Information Region) di atas Pulau Natuna dan Kepulauan Riau. Terkait hal ini, TNI AU terus berupaya mendorong untuk segera diambil oleh Pemerintah Indonesia. "Tentunya, pemerintah harus menyiapkan sarana dan prasaran yang dapat meyakinkan dunia penerbangan internasional bahwa Indonesia sudah bisa mengontrol FIR di atas wilayah tersebut," ujar KSAU.

Pesawat intai strategis

Dengan tidak mengubah rencana strategisnya, TNI AU saat ini tengah menetapkan prioritas program pembangunan kekuatannya guna mendukung Visi Poros Maritim Dunia. Peningkatan kemampuan tiga pesawat intai strategis B737-200 Surveiller Skadron Udara 5 masuk dalam program tersebut. 

Disamping itu ada pengadaan pesawat intai strategis modern yang perencanaannya sudah masuk dalam daftar rencana strategis di Kementerian Pertahanan.


Pesawat intai maritim taktis CN-235MPA (photo : M. Rafi Hadytama)

Agus Supriatna menhatakan, di era modern ini TNI AU sudah saatnya harus memiliki pesawat intai strategis yang modern sebagaimana negara tetangga telah memilikinya, yakni pesawat jenis AWACS (Airborne Warning and Control System) atau AEW&C (Airborne Early Warning and Control). Pesawat ini berkemampuan memberikan deteksi dini dan data-data sasaran yang terintegrasi baik dengan kekuatan udara maupun kekuatan laut.

"Dengan duduk di pesawat ini saja, kita sudah bisa mengontrol semua pergerakan sasaran baik di udara maupun di atas permukaan. Demikian juga bila terjadi perang udara," ujarnya seraya mennggambarkan bahwa TNI AU akan optimal bila memiliki tiga pesawat jenis ini untuk ditempatkan di wilayah barat, tengah, dan timur.

Menurut Agus Supriatna, TNI AU memang lebih cocok mengoperasikan pesawat intai strategis, ketimbang pesawat intai taktis (seperti CN 235 MPA) yang lebih pas dioperasikan oleh TNI AL.

Angkasa Magazine, no 6 Maret 2016, tahun XXV


Diposkan oleh : nurW

Wednesday, March 11, 2015

Pengganti F-5 Tiger : F-16 Block 60 Atau Su-35 ?

F-16 Tiger dan Su-30 yang dioperasikan oleh TNI AU (photo : Ani Yudhoyono)

F-16 atau Su-35

Untuk meningkatkan kemampuan tempurnya, KSAU menyatakan bahwa TNI AU saat ini membutuhkan pesawat tempur di atas generasi keempat sebagai pengganti F-5 Tiger yang sudah menua. Dari sejumlah tawaran yang masuk, TNI AU cenderung menginginkan pesawat generasi lebih tinggi dari yang dimiliki saat ini.

“Kalau F-16 ya dari Block 60. Kalau Sukhoi ya Su-35. Itu harapan kami mudah-mudahan pemerintah mengabulkan. Supaya para teknisi kita juga tidak mengalami kesulitan ,” ujarnya. Seperti diketahui, TNI AU sudah berpengalaman mengoperasikan F-16 selama 25 tahun dan Sukhoi selama 12 tahun.

Sementara itu pergelaran kekuatan pesawat tempur ke seluruh pangkalan strategis di Indonesia merupakan salah satu program yang kini gencar dilakukan. Guna menunjang poros maritim, TNI AU juga mengembangkan beberapa satuan untuk mengoptimalkan kinerjanya.

Beberapa pangkalan TNI AU di wilayah perbatasan ditingkatkan statusnya . Seperti Lanud Ranai di Natuna, Lanud Tarakan, Lanud Leo Wattimena di Morotai, dan Lanud Merauke. Beberapa lanud lain juga akan ditingkatkan menjadi Tipe A seperti Lanud Supadio, Lanud Roemin Nurjadin, dan Lanud Suryadarma.

Pergelaran kekuatan pesawat tempur ke lanud-lanud perbatasan dinilai sangat tinggi nilainya dibanding harus mengeluarkan anggaran yang lebih besar untuk pembangunan skadron tempur di tempat-tempat tersebut. TNI AU hanya tinggal memperbaiki infrastruktur untuk bisa didarati dan digunakan. “ Pesawat tempur kan geraknya cepat. Jadi yang penting adalah kesiapan dan kehadirannya,” urai KSAU.

Pertanyaan selanjutnya, apakah dengan datangnya pesawat-pesawat tambahan tersebut TNI AU mampu mendukung biaya operasionalnya ? Sedangkan TNI AL saja mengalami hal dimana kapal-kapalnya kesulitan beroperasi karena kekurangan bahan bakar. “Ya mudah-mudahan pemerintah meningkatkan anggarannya. Saat ini kami bersyukur anggaran tiap tahunnya bertambah,” tutup KSAU.

Angkasa Magazine, no 6 Maret 2016, tahun XXV

Pengganti Si Macan Harus Menggentarkan

F-5 Tiger II TNI AU (photo : Kaskus Militer)

April 2015 genap 35 tahun F-5E/F Tiger bertugas di TNI Angkatan Udara. Dalam waktu dekat, pemerintah ingin mengganti pesawat tempur yang dibuat di pabrik Northrop Corporation Amerika Serikat itu. Tahun ini, menurut rencana, pemerintah akan memutuskan penggantinya sehingga tahun 2018 pesawat tempur multifungsi pengganti itu sudah datang dan bisa beroperasi.

Sejak tahun lalu, TNI, khususnya TNI AU, memberi sinyal lebih menginginkan Sukhoi Su-35 sebagai pengganti F-5. Misalnya disampaikan Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna di sela-sela Rapat Pimpinan TNI AU pada Februari 2015. Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto mengatakan, TNI AU menginginkan generasi pesawat tempur ke-4.5. "Kami inginkan yang punya faktor deterrence, yaitu efek gentar tinggi di kawasan," katanya.

TNI AU sudah mengajukan beberapa nama jenis pesawat kepada Kementerian Pertahanan. Selanjutnya, Kementerian Pertahanan yang akan melakukan kajian, di antaranya dari segi harga untuk satu skuadron yaitu 16 pesawat, efek gentar, spektrum ancaman, strategi pertahanan, dan faktor politik.

Kepala Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Djundan Eko Bintoro mengatakan, Kementerian Pertahanan belum memutuskan dan masih akan terus menimbang-nimbang sejumlah faktor. Namun, ada beberapa jenis pesawat calon pengganti F-5 yang mencuat, yaitu F-16 blok 60 dari Lockheed Martin, Gripen E/F dari SAAB, Sukhoi Su-35, dan Typhoon dari Eurofighter.

Setiap pesawat tentu memiliki spesifikasi teknis yang harus dibanding-bandingkan kekuatan dan kelemahannya serta dipertimbangkan kesesuaiannya dengan kebutuhan Indonesia. Sukhoi Su-35, misalnya, biaya pengoperasiannya sangat tinggi, yaitu Rp 400 juta per jam. Aviationweek.com menyebutkan, salah satu versi Gripen JAS 39, yang merupakan pesawat tempur ringan mesin tunggal, biaya operasinya 7.500 dollar AS per jam atau Rp 97,5 juta per jam.

Namun, soal harga, Sukhoi bisa dikatakan paling murah. Menurut media pemerintah Rusia Behind The Headline Indonesia, Sukhoi Su-35 dijual dengan harga 38 juta dollar AS, yang berarti hampir sepertiga dari Typhoon Eurofighter yang sama-sama bermesin ganda. Namun, Duta Besar Spanyol untuk Indonesia Francisco Jose Viqueira Niel menyatakan masa hidup mesin jet Typhoon mencapai 30 tahun yang berarti juga sekian kali lipat dari mesin Sukhoi.


F-15SG RSAF dan Su-30MK2 TNI AU (photo : David Tamboto)

Transfer teknologi

Salah satu faktor yang juga harus dipertimbangkan adalah terkait Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Kepala Bagian Perencanaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan Said Didu mengatakan, setelah pihak pengguna, dalam hal ini TNI AU, menyebutkan spesifikasinya sesuai kebutuhan, baru diselisik kembali menggunakan UU Industri Pertahanan. Salah satu amanat yang harus dipenuhi adalah soal transfer teknologi, penggunaan konten lokal, imbal dagang, dan kompensasi yang nilainya 35 persen dari harga persenjataan yang dibeli.

Said mengatakan, idealnya konten lokal, transfer teknologi, imbal dagang, dan kompensasi terkait produk yang mau dibeli langsung. Untuk pembelian pengganti F-5, misalnya, bisa diadakan transfer teknologi untuk program pembuatan pesawat tempur KFX bersama Korea Selatan yang beberapa minggu lalu dinyatakan akan diteruskan. Hal ini menjadi amanat undang-undang yang harus diperjuangkan mengingat, walau secara formal pesawat-pesawat yang akan dibeli itu menyatakan siap transfer teknologi, faktanya tentu tidak semudah itu.

Selama ini, walau belum maksimal, kerja sama teknologi sudah dilakukan dengan Lockheed Martin pembuat F-16 dan pabrik pesawat Spanyol, CASA, yang sekarang tergabung dalam Airbus Defence and Space. Namun, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin juga menyatakan, Rusia bersedia melakukan transfer teknologi. SAAB dalam pameran Indo Defence 2014 lalu menyatakan bersedia melakukan produksi bersama dengan PT Dirgantara Indonesia.

Merujuk aspek teknis, hal ini tentu sangat kompleks, apalagi disesuaikan dengan ketersediaan radar Indonesia dan luasnya wilayah Indonesia. Hal itu tentu menjadi tugas TNI AU untuk mengkaji sesuai kebutuhan operasional. Sebagai ilustrasi, lepas dari teknologinya, jangkauan radar saja sangat bervariasi. Gripen JAS-39 dengan PS 05/A bisa mendeteksi pesawat lain pada jarak 120 kilometer, sementara F-16 dengan radar APG-80 dengan antena AESA bisa menjangkau jarak 140 km. E-Captor yang merupakan radar terbaru Typhoon, menurut aircraft.wikia.com, bisa mendeteksi target seluas 1 meter persegi pada jarak 185 km dan pesawat penumpang normal pada jarak 370 km. Sementara Sukhoi Su-35 dengan Irbis-E radar jangkauannya mencapai 400 km.


F/A-18A Hornet RAAF dan Su-30MK2 dan Su-27SKM TNI AU (photo : Aus DoD) 

Negara Tetangga

Yang juga harus dipertimbangkan tentu pesawat jet tempur yang dimiliki negara-negara tetangga dan senjata yang melengkapi. Dari daftar yang ada terlihat kekuatan pesawat jet tempur kita masih tertinggal jauh dari segi kuantitas dan kualitas teknologi. Dalam World Defence Almanac 2014, terlihat negara-negara tetangga Indonesia telah dilengkapi dengan pesawat-pesawat generasi ke-5.

Contoh Australia, jajaran pesawat jet tempurnya terdiri dari 33 pesawat Hawk 127, 55 pesawat F-18A, 16 pesawat F-18B, dan 24 pesawat F-18F Super Hornet. Tahun 2018, pesawat tempur F-35 yang dipesan Australia diharapkan sudah datang. Malaysia saat ini memiliki 10 pesawat MiG-29N/MiG-29NUB, 6 pesawat F-5E, 2 pesawat F-5F, 2 pesawat RF-5E, 8 pesawat F-18D, 14 pesawat Hawk 208, dan 18 pesawat Sukhoi 30MK. 

Singapura, berdasarkan informasi dari berbagai sumber, diperkirakan memiliki 37 F-5 Tiger II, 24 pesawat F-15SG, dan 62 pesawat F-16 C/D blok 52 yang 14 di antaranya sedang dipakai latihan di AS. Tahun 2014, Singapura menambah F-15 SG menjadi 40 pesawat dan Februari 2015, Singapura menyatakan kemungkinan besar akan membeli pesawat F-35. Sementara Indonesia saat ini memiliki pesawat jet tempur yang terdiri dari 12 pesawat F-16 A/B blok 15, 5 pesawat F-16 C/D blok 25 yang di-upgrade menjadi 52, 16 pesawat Sukhoi Su-27/30 MKI, dan 9 pesawat F-5 E/F Tiger.

Terkait dengan kedaulatan udara, tentu bangsa Indonesia mengharapkan memiliki angkatan udara yang kuat dengan jet-jet tempur yang mumpuni. Namun, dalam perjalanan bangsa ini, pembelian alat utama sistem persenjataan dipersepsikan sarat dengan korupsi dan kepentingan elite tertentu. Semoga dugaan ini salah. 

Sumber: (Kompas)

Yonif 643 Pontianak Dipersiapkan Menjadi Batalyon Mekanis

Yonif 643/Wanara Sakti Pontianak akan menjadi Batalyon Mekanis pertama di Kalimantan (photo : Kaskus Militer)

Yonif 643/Wanara Sakti Terima Kendaraan Tempur ANOA tipe APC

Anjongan - Yonif 643/Wns menerima Kendaraan tempur ANOA 6x6 tipe APC dari Kodam XII/Tpr, Minggu (8/3) untuk menuju terbentuknya Batalyon Infanteri 643/Wns sebagai Batalyon Mekanis yang merupakan salah satu jawaban Profesionalis TNI, yang harus mampu menghadapi segala bentuk ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri sehingga seluruh wilayah Indonesia khususnya wilayah terdepan, terpencil dan perbatasan tetap terjaga dibawah NKRI.

TNI merupakan komponen utama dalam pertahanan negara, yang mana dalam perwujudannya sampai saat ini dan seterusnya akan tetep konsisiten terhadap NKRI. UU RI No. 34 tahun 2014 tentang TNI, pada pasal 5 disebutkan bahwa TNI berperan sebagai alat Negara di bidang pertahanan, sebagaimana pada pasal 6 ayat (1) dimana fungsi TNI sebagai penangkal terhadap segala bentuk ancaman, penindak terhadap setiap bentuk ancaman dan pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. Pasal 7 menegaskan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, TNI melakukannya dengan pola Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Terkait dengan tugas Operasi Militer untuk Perang (OMP), seperti halnya disebutkan juga pada pasal 7 UU RI No 34 tahun 2004. Pada tanggal 08 Maret 2015 Batalyon Infanteri 643/Wns telah menerima dukungan kendaraan tempur jenis ANOA 6x6 Tipe APC buatan PT. Pindad sejumlah 2 (dua) buah dari Kodam XII/Tpr.

Sumber: (Kodam Tanjungpura)

Tuesday, March 10, 2015

SAAB Swedia Akan Tawarkan Erieye AEW&C Kepada Indonesia

TNI AU dalam kurun waktu 2015-2019 akan membeli 3 pesawat AEW&C dengan basis pesawat jet (all photos & image s : Saab)

Gotheborg, Swedia (ANTARA News) - SAAB AB, perusahaan industri sistem pertahanan dan keamanan Swedia, telah memulai serangkaian pembicaraan tentang penawaran sistem pengamatan udara Erieye AEW&C kepada pemerintah Indonesia untuk mengawal wilayah udara, darat, dan maritim Tanah Air.

"Kami akan senang jika sistem kami itu bisa diterima Indonesia dan kami telah melakukan pembicaraan soal ini dengan pemerintah Indonesia,” kata Wakil Presiden dan Kepala Sistem Pengamatan Udara dan Bisnis Sistem Pertahanan Elektronika SAAB AB Lars Tossman di Gotheborg, Swedia, Senin waktu setempat. 

Penawarannya itu, kata Tossman, terkait juga dengan penawaran sistem pesawat tempur JAS-39 Gripen yang turut dalam proyeksi pengganti pesawat tempur F-5E/F Tiger II pada Skuadron Udara 14 TNI AU. 

Menurut dia, sistem yang dikembangkan SAAB AB pada piranti Erieye AEW&C sangat pas dengan keperluan Indonesia yang memiliki wilayah udara sangat luas. 

Dari ketinggian operasionalnya, sistem pengamatan dan intelijen Erieye AEW&C ini bisa menjangkau wilayah pada radius lebih dari 900 kilometer yang berarti sudah di balik kelengkungan Bumi, setara dengan “volume” ruang diawasi 500.000 kilometer persegi horisontal dan 20 kilometer vertikal. 

Berbasis sistem Active Electronically Sensor Array, sistem ini bekerja pada frekuensi S-band, dengan sensitivitas ultratinggi, dan pencitraan objek diamati secara seketika. Data-link yang diterapkan berbasis NATO data-link L16 dan L11. 


Jika ditempatkan di wilayah udara Indonesia, maka cuma diperlukan dua Erieye AEW&C di udara Jakarta dan Makassar agar bisa melingkupi 80 persen wilayah udara Tanah Air. 

Secara teknis, jika ada pesawat terbang penyusup berkecepatan suara (sekitar 900 kilometer perjam), sistem ini bisa segera mengetahui kehadirannya sehingga pesawat tempur Indonesia memiliki cukup waktu untuk menangkalnya. 

Sejauh ini, TNI AU hanya memiliki satu skuadron udara pengamatan (surveillance) itu, yaitu Skuadron Udara 5 yang terdiri dari tiga pesawat Boeing 737-200 Maritime Patrol. Pesawat ini dilengkapi sensor SLAMMR ( Side Looking Airborne Modular Multimission Radar), peralatan navigasi INS (Inertial Navigational System) dan Omega Navigation System. Semuanya berbasis teknologi dasawarsa 1980-an.

Lossman menyatakan, sistem Erieye AEW&C memiliki beberapa keunggulan, antara lain bisa disesuaikan dengan keperluan domestik pemakainya. "Bahkan, pijakan alias platform pesawat terbang pembawanya bisa disesuaikan. Yang sudah disertifikasi sejauh ini adalah SAAB 2000 dan Embraer 145," kata dia. 

Tipe pesawat terbang "penggendong" yang pertama, SAAB 2000 adalah turboprop.

"Kami sangat memperhatikan aspek operasionalisasi dan biaya ikutannya. Itu sebabnya, pengoperasian pesawat terbang turboprop bisa menekan biaya operasional tanpa mengenyampingkan fungsi dan efektivitasnya," kata dia. 

Direktur Pemasaran Sistem Udara SAAB AB Magnus Hagman menyatakan, dari Asia Tenggara, baru Thailand yang menandatangani pemesanan jadi Erieye AEW&C. Angkatan Udara Kerajaan Thailand juga menjadi operator perdana JAS-39 Gripen di ASEAN. 

Pensiunan instruktur penerbang tempur pada Angkatan Udara Kerajaan Swedia itu juga berkata, "Salah satu prinsip penting dalam operasi udara militer tempur adalah menempatkan ataus menerbangkan pesawat tempur pada tempat dan waktu yang tepat. Antara sistem Gripen dan Erieye AEW&C saling melengkapi.(Antara)


Radar militer Erieye AEW&C SAAB juga bisa untuk sipil

Gotheborg, Swedia (ANTARA News) - Sistem radar, peringatan dini, dan komando Erieye AEW&C dari perusahaan otomotif, dirgantara dan pertahanan Swedia, SAAB AB, bisa dipergunakan juga untuk keperluan sipil, selain untuk kepentingan militer.

"Ada berbagai tingkatan skala konflik yang bisa diputuskan selain status perang secara militer. Kami menawarkan solusi dari peralatan yang kami kembangkan ini, yaitu Erieye AEW&C yang ditempatkan pada pesawat terbang untuk keperluan selain militer,” kata Kepala Pengembangan Bisnis Pemasaran SAAB AB, Lars Ekstrom, di Kantor Sistem Pertahanan Elektronika SAAB AB, di Gotheborg, Swedia, Senin.

Gotheborg di selatan Swedia adalah "rumah" bagi pengembangan piranti lunak dan sistem pertahanan elektronik. SAAB AB menghabiskan 28 persen dananya untuk riset dan pengembangan produk dan sistem.

Ekstrom menyebutkan, ada banyak keunggulan dari penerapan Erieye AEW&C yang selama ini bisa ditempatkan pada empat jenis pesawat terbang, di antaranya SAAB 340, pesawat terbang turboprop. Tak kalah penting adalah menambah jangkauan pantauan radar hingga 10 kali dari pada radar berbasis daratan.

Menurut data SAAB AB, Erieye AEW&C bisa menjangkau jarak hingga 200 mil laut dengan mampu mendeteksi objek bergerak atau tidak bergerak sampai seukuran sepeda kayuh, baik di darat, udara, maupun permukaan laut. Ini adalah sistem pengawasan yang lebih maju ketimbang sistem peringatan dini AWACS.


Saat memberi penjelasan, Ekstrom didampingi sejumlah petinggi SAAB AB, yang juga mengembangkan pesawat tempur generasi terkini, JAS-39 Gripen A/B, C/D, dan NG.

"Misi selain militer sangat bisa dilakukan Erieye AEW&C, mulai dari pemantauan pencurian ikan di laut, penyelundupan di perbatasan negara, penanggulangan penyelundupan narkoba, operasi SAR, sebagai ATC, hingga gerilya,” katanya.

SAAB AB memiliki dokumentasi operasionalisasi armada Erieye AEW&C saat berpatroli udara.

Dari semua performansi Erieye AEW&C, semua produk informasinya bisa dilimpahkan ke dalam sistem datalink sehingga pusat komando operasi —berada di dalam pesawat pembawa Erieye AEW&C atau di darat dan laut— bisa segera mengambil keputusan dan perintah.

Menurut Ekstrom yang puluhan tahun mengembangkan sistem ini, Erieye AEW&C bisa dioperasikan dalam berbagai mode secara bersamaan.

Berlainan dengan AWACS, Erieye AEW&C dapat memokuskan pada bidang pengamatan dalam satu atau beberapa objek untuk segera kembali “menyapu” bidang pengamatan secara keseluruhan, kata Ekstrom.

Sumber: (Antara)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Coupons