Total Pageviews

Saturday, February 8, 2014

Kerajaan Adonara

KERAJAAN ADONARA 


KERAJAAN ADONARA
DI DESA ADONARA KECAMATAN ADONARA
KABUPATEN FLORES TIMUR
A.    Latar Belakang
Pada hakikatnya sejarah memberikan landasan bagi manusia dalam mengamati dan mengubah dunia pada masa kini dan masa mendatang. Berdasarkan pengamatan-pengamatan pada peristiwa di masa lampau, maka orang akan mengenal dan mengerti tentang kaidah-kaidah yang dapat dijadikan sebagai bahan berpikir dan berbuat untuk memajukan kehidupan manusia dan semesta alam di masa kini dan bahkan di masa mendatang (Kartodirdjo, 1997: 18).
Setiap bangsa di muka bumi ini memiliki alur sejarahnyasendiri. Namun hanya sebagian kecil saja dari seluruh bangsa di muka bumi ini yang mengerti dan memahami sejarahnya. Oleh karena itu, kesadaran sejarah pada  suatu masyarakat hendaknyamendapat perhatian serius, sehingga masing-masing individu dalam suatu masyarakat sadar dan memahami perjalanan sejarahnya sendiri.
Ir. Soekarno  dalam pidatonya berjudul ”Jas Merah” mengungkapkan bahwa jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Beliau juga mengatakan bahwa sejarah itu berguna, karena dari mempelajari sejarah orang dapat menemukan hukum-hukum yang menguasai kehidupan manusia dan salah satu hukum itu ialah bahwa tidak ada bangsa yang menjadi besar dan makmur tanpa kerja, terbukti dalam sejarah segala zaman bahwa kebesaran dan kemakmuran ini merupakan kristalisasi keringat dan ini merupakan hukum yang kita temukan dalam mempelajari sejarah (Kartodirdjo, 1997: 185).
Perjalanan panjang sejarah perjuangan bangsa Indonesia telah diisi dengan berbagai peristiwa bersejarah, demikian pentingnya peristiwa tersebut sehingga dianggap sebagai tonggak sejarah. Peristiwa tersebut berupa penyelenggaraan suatu kegiatan seperti lahirnya sebuah kerajaan, organisasi, pertempuran atau perjuangan, yang mana dari peristiwa tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah moment penting bagi generasi sekarang.
Pada zaman Reformasi ini ada sebagian orang yang telah megetahui beberapa peristiwa sejarah, dan peristiwa itu dijadikan sebagai sebuah nilai dan norma dalam kehidpan sehari-hari, namun ada juga atau belum sama sekali mengetahui tentang makna suatu peristiwa sejarah, dan salah satu penyebabnya adalah minimnya informasi kesejarahan mengenai peristiwa bersejarah, pada komunitas bersangkutan.
Dalam kehidupan manusia terdapat begitu banyak peninggalan masa silam, di mana peniggalan itu telah banyak memberikan gambaran pada generasi sekarang tentang kehidupan di masa lampau. Seorang sejarawan Indonesia R.Moh.Ali dalam Kuntowijoyo (1961: 17-18) memberikan penjelasan mengenai arti dari sejarah sebagai berikut:
1.      Jumlah perubahan-perubahan, kejadian dan dalam kenyataan sekitar kita.
2.      Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa sejarah.
3.      Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa.
Cerita tentang peristiwa, kejadian dan perubahan serta ilmu yang menyelidiki, pada dasarnya merupakan kegiatan manusia yang di dalam sejarah dihimpun dalam berbagai sumber seperti: sumber lisan, sumber tertulisdan sumber benda.
Peristiwa-peristiwa atau kejadian yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa di masa lampau merupakan pengalaman sejarah yang sangat penting dan berharga bagi bangsa tersebut. Bahkan tokoh-tokoh masyarakat menganjurkan kepada kita untuk belajar dari pengalaman masa lalu, agar dapat menyongsong keberhasilan di masa yang akan datang. Atau lebih jelas lagi, agar suatu bangsa terus belajar dari sejarah masa lalunya, agar dapat menentukan langkah perjalanan bangsa dikemudian hari (Wiryosuparto, 1964: 114).
Dengan demikian, sejarah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan sebuah bangsa, karena peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau di sebuah bangsa itu menjadi suatu pedoman atau pegangan hidup dari bangsa tersebut di masa sekarang dan dan masa depan.
Bila ditelusuri sejarah yang terjadi di setiap daerah di Indonsia kita akan menemukan banyak peninggalan sejarah seperti halnya di daerah kita, yang mana peninggalan-peninggalan itu mempunyai nilai-nilai sejarah bagi generasi penerusnya. Selain itu semua  bangsa dunia ini mempunyai sejarahnya masing-masing begitu pulah di daerah dari suatu bangsa tentunya mempunyai sejarahnya masing-masing (Kartodirdjo, 1997:  205).
Mengenal sejarah kehidupan masa  lampau manusia, akan memberikan kontribusi untuk merefleksikan sekaligus mencari benang merah tentang kehidupan pada masa lampau, karena masa sekarang merupakan mata rantai pada masa sebelumnya. Menyadari bahwa manusia adalah makluk menyejarah, maka penelusuran sejarah adalah bagian yang tidak dipisahkan karena menyangkut hidup dan kehidupan manusia sepanjang zaman. Hanyalah manusia yang mempunyai sejarah, karena manusia adalah pembuat sejarah (Wiryosuparto, 1964: 94).
Menurut hemat penulis referensi yang akurat dan komprehensif tentang sejarah kerajaan Adonara belum banyak di teliti. Dengan demikian dapat dimaklumi bahwa warga masyarakat Adonara sendiri terutama generasi muda tidak banyak mengetahui eksistensi kerajaan Adonara. Masyarakat hanya mengenal kerajaan lain di pulau tersebut yakni: kerajaan Lohayong di pulau Solor dan kerajaan Larantuka di Larantuka sedangkan kerajaan Adonara yang hidup pada masa lampau dilupakan. Dengan demikian menjadi suatu keharusan untuk memiliki suatu dokumentasi yang lengkap dan akurat mengenai aktivitas kehidupan pada masa lampau dan lingkungan pada masa lampau kepada generasi penerus untuk dilestarikan dan dikembangkan masa kini dan masa mendatang.
Menurut arsip yang diakses penulis memperlihatkan bahwa sejarah lokal Adonara telah terdokumentasikan dari abad keenam belas, ketika para pedagang dan misionaris Portugis mendirikan pos di dekat Pulau Solor. Pada saat itu Pulau Adonara dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi di antara penduduk pesisir yang dikenal sebagai Paji, dan penduduk pegunungan yang disebut Demon. Etnik Paji mudah menerima Islam, sementara Demon cenderung berada di bawah pengaruh Portugis. Wilayah Adonara milik Paji mencakup tiga kerajaan, yaitu Adonara (berpusat di pantai Utara pulau), Terong dan Lamahala (di pantai Selatan). Bersama dengan dua kerajaan di Pulau Solor, Lohayong dan Lamakera, mereka membentuk sebuah persekutuan yang disebut Watan Lema ("lima pantai"). Watan Lema bekerja sama dengan VOC pada 1613 dan ditegaskan pada 1646. Kerajaan Adonara sendiri sering permusuhan dengan Portugis di LarantukaFlores, dan tidak selalu taat kepada Belanda.
Pada abad kesembilan belas, penguasa Adonara di Utara memperkuat posisinya di Kepulauan Solor; saat itu, ia juga menjadi penguasa bagian Timur Flores dan Lembata. Wilayah Demon berdiri di bawah kekuasaan kerajaan Larantuka, yang berada di bawah kekuasaan Portugis sampai tahun 1859, ketika wilayah tersebut diserahkan pada Belanda. Kerajaan Larantuka dan Adonara dihapuskan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1962.(http)

Di era globalisasi ini sering kali orang mulai melupakan sejarah yang telah diwariskan apalagi mempelajarinya. Kita sebagai warga negara Indonesia atau pun sebagai masyarakat dunia tentulah banyak menyaksikan                                                    tragedi yang melanda dunia maupun di setiap daerah, (Badrika, 1997: 117). Bertolak dari  latar belakang di atas penulis tergugah untuk mengangkat topik ini dengan judul: “Kajian Historis Kerajaan Adonara di Desa Adonara Kecamatan Adonara Kabupaten Flores Timur.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah berdiri dan berkembangnya kerajaan Adonara?
2.      Bagaimana eksistensi kerajaan Adonara terhadap kehidupan masyarakat?

C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui sejarah berdiri dan berkembangnya kerajaan Adonara.
2.      Untuk mengetahui pengaruh eksistensi kerajaan Adonara terhadap  kehidupan masyarakat.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoritis.
Manfaat teoritis dari penelitiaan adalah memperkaya kajian tentang sejarah kerajaan khususnya sejarah kerajaan Adonara.
2.      Manfaat praktis
2.1 Sebagai sumber dokumentasi bagi masyarakat khususnya mengenai sejarah kerajaan Adonara di Adonara Kabupaten Flores Timur sehingga dapat dijadikan sebagai bahan refleksi mengenai apa yang terjadi pada masa lampau guna menata masa depan.
2.2 Memberikan kontribusi dan presepsi yang positif kepada generasi muda dari masyarakat Adonara pada umumnya untuk menjaga dan melestarikan nilai – nilai sejarah pada kerajaan Adonara.

E.     Kajian Pustaka
Untuk membedah permasalahan di atas maka, penulis mengkaji beberapa buku– buku: Menurut Ernst Vatter dalam bukunya Ata Kiwan (1984: 21) menyatakan bahwa: pada abad ke–17  kerajaan–kerajaan Terong, Lamahala, Lamakera dan Lohayong pernah memainkan perannya yang sangat berarti dalam sejarah kolonialisasi di kepulauan Nusantara. Pada tahun 1613 benteng yang didirikan orang Portugis di Solor harus diserahkan kepada Scotte seorang Belanda, maka orang ini yang menandatangani apa yang disebut “Pakta Enam Kekuatan” yang menjamin monopoli dagang bagi Hindia Belanda di kepulauan Solor. Pada hakikatnya kerajaan-kerajaan yang menjadi Enam Pakta Kekuatan tersebut adalah: kerajaan Adonara, kerajaan Lewo Nama, kerajaan Serbiti, kerajaan Larantuka, kerajaan Lamahala, dan kerajaan Lohayong. Dalam pertempuran yang berulang kali antara Portugis dan Belanda pada abad ke-17, orang-orang Belanda selalu bersekutu dengan raja-raja Islam dari “pakta enam kekuatan” sedangkan orang-orang Portugisbertumpuh pada kerajaan Larantuka. Pada tahun 1680 Lohayong di Solor tampak mempunyai supremasi yang mantap terhadap kerajaan-kerajaan islam lainnya di kepulauan itu. Patut dicatat, bahwa pada waktu itu kerajaan tersebut di perintah oleh seorang wanita yaitu, Ratu Nyai Chili Muda.
Tentang kerajaan Larantuka dan raja-rajanya menurut Ernest Vater    (1984: 22) bahwa dengan ceritera dari raja-raja yang memerintah sebelum raja sekarang yaitu raja Antoni. Nama dari raja tersebut adalah Servus dan karena alasan-alasan yang tidak begitu jelas ia diturunkan dari takthanya oleh pihak Belanda  kira-kira 10 tahun yang lalu. Ia adalah raja ke 20 yang memerintah di kerajaan Larantuka. Nenek moyangya sejak dahulu kala berasal dari kaki Ile Mandiri, sehingga kekerabatannya dengan Lenurat, yang menurut mitos, nenek moyang dari penduduk gunung. Dengan kebanggan seorang penguasa terhadap nenek moyangnya, bercampur dengan skeptisisme yang sedikit ironis dan khas bagi orang pribumi terdidik, Servus membantah dongeng-dongeng tua yang bercerita tentang riwayat Lenurat, yang juga menjadi sumber sejarah yang melegendaris bagi raja-raja Larantuka. Lenurat tidak dilahirkan dari seorang wanita, seperti saudara perempuannya yang bernama Watuele, ia timbul dari dalam gunung. Di gunung itu sendiri pada waktu itu belum ada manusiamanusia hanya terdapat di pantai dan di dataran.(Vatter, 1984: 24)
Orang-orang “Paji” yang pada awalnya tidak tahu tentang Lenurat dan Watuele. Pada suatu malam ada seorang anak perempuan bernama Hadu Bole Teniba Duli yang melihat api menyala di puncak gunung. Ia meminta saudara-saudaranya pergi ke tempat itu. Mereka berjumpa dengan Lenurat dan gadis Paji, sedangkan Watuele mendapat jodo orang paji yang bernama Paji Golo Arakiang. Watuele menurukan raja-aja Larantuka, yang pertama adalah Sira Demon Pago Molan, artinya “ Tuan Demon yang kaya kekuatan gaib”. Hingga sekarang Molan (Bahasa Solor) masih berarti dukun. Tetapi tidak lama kemudian terjadi permusuhan antara anak-anak Lenurat dengan orang paji di pantai, antara Ile Mandiri dengan Larantuka, sehingga orang-orang paji mengungsi ke Adonara dan Solor.(Vatter, 1984, 25)
Dinasti berikutnya dilanjutkan oleh Paji Laga Labalun yang gagah berani, yang berani menghadapi segala-galanya, dan Mau Boli yang otokratis, yang selalu melaksanakan apa yang diinginkannya. Kedua raja ini mempersatukan kampung-kampung di kaki Ile Mandiri menjadi satu kerajaan yang teratur. Di bawah pemerintahan Sira Pain “yang buas dan kuat”, dan Sira Napan “ yang menjaga segala-galanya”  datanglah sejumlah besar pengungsi dari daerah bencana Keroko Pukan-Lapan Batan ke Larantuka, dan dipersiapkan penaklukan-penaklukan bagi pengganti mereka, yaitu Igo yang besar, “yang memeintah segala-galanya”. Dia hidup pada pertengahan abad ke 16 dan meluaskan daerahnya ke Barat , melalui Flores Tengah sampai ke Manggarai.(Vatter, 1984, 24)
Di perbatasan Manggarai masih terdapat dua kampung, yaitu kota di Utara dan Larantuka di Selatan yang mempunyai nama Solor. Kedua nama ini ada di antara nama-nama asing dan menjadi bukti nyata adanya perluasan daerah dari kerajaan Igo. Kini riwayat Igo dan adiknya Enga masih diceriterakan di mana-mana di Flores Timur. Ketika kakak beradik bersama-sama dengan bala tentaranya berangkat ke Lio di Floers Tengah untuk menumpas suatu pemberontakan, Enga pulang ke Larantuka sebelum pertempuran selesai dan menyiarkan berita, bahwa Igo gugur. Dia menikahi istri Igo dan menjadi raja. Waktu Igo pulang, Enga melarikan diri ke Adonara dan menjadi pemimpin bagi orang-orang paji di sana untuk bertempur melawan Larantuka. Keturunannya hingga kini masih tinggal di pulau tersebut.(Vatter, 1984, 25)
  Peperangan antara “Paji “ yang dipakai oleh penduduk pantai dalam mitos Lenurat dengan nama demon yang dipakai oleh raja Larantuka pertama tampaknya dilanjutkan kedua kelompok kepulauan Solor dan hingga saat ini mereka belum bersatu. Dalam sebuah kronik pada abad ke-17 yang disusun oleh kaum Dominikan mereka disebut Pagi-nara dan Damo-nara dan disejajarkan dengan Guelfen-Linen dari Eropa pada abad pertengahan. “Nara“ adalah kata Jawa yang berarti Manusia, maka Pagi-nara dan dan Damo-nara sepadan dengan orang Demon dan orang Paji dalam bahasa Melayu. Arti harafiah ini sangat bergeser yang dinamakan orang Demon adalah hamba sahaya raja kristen dari Larantuka sedangkan orang Paji adalah hamba sahaya raja Islam tanpa melihat apakah mereka Kristen, Islam, atau Kafir.(Vatter, 1984, 24)
Masuknya Portugis dan Belanda ke wilayah NTT yakni sesudah tahun 1453 melalui pintu gerbang menuju Asia. Sesudah mengalahakn Malaka pada tahun 1511, maka orang-orang Portugis mendatangi pulau-pulau di Nusa Tenggara Timur dan memusatkan perdagangannya di pulau Solor. Guna melindungi diri dari serangan-serangan penduduk yang beragama Islam maka mereka mendirikan sebuah benteng yang di kenal dengan nama benteng Lohayong.(Doko, 1974: 85)
Orang-orang Barat datang ke wilayah nusantara sebagai pedagang, yang untuk kepentingan itu mereka mendekati atau berkenalan dengan pemuka-pemuka masyarakat. Untuk kepentingan perdaganagan orang-orang khususnya orang-orang Belanda itu mengadakan perjanjian-perjanjian dengan penguasa-penguasa masyarakat setempat. Dalam hal perkembangan selanjutnya perjanjian-perjanjian itu akhirnya menjadi suatu hal yang mengikat bagi pemerintah asli dengan penguasa-penguasa masyarakat itu.
Pada abad ke-15 dan ke-16 merupakan suatu kurun waktu di mana terjadinya perkembangan penting di mana terjadinya perluasan wilayah kekuasaan bangsa Barat. Semangat petualangam telah mendorong bangsa barat berdagang ke seberang lautan melewati ujung selatan Afrika ke India, dan terus ke Asia Tenggara, Cina dan  Jepang. Orang-orang portugis merebut Goa dan Malaka pada tahun 1550 dan 1511 dan orang-orang Belanda merebut Jakarta pada tahun 1619.(Graaf, 1985, 124)
Pada saat ini, wilayah kepulaun Solor yang terdiri dari pulau Solor, pulau Adonara, pulau Lembata, Pantar, Alor dan beberapa kepulaun kecil di sekitarnya. Tetapi siapa kira, kalau kawasan ini meliputi tiga Kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, pernah mendapat pengaruh kuat dari beberapa kerajaan Islam di Maluku, Jawa dan Sulawesi sejak abad ke-15.
Seorang sosiolog dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Syafruddin Gomang dalam sebuah tulisannya, menghubungkan perkembangan di gugusan kepulauan itu dengan perkembangan salah satu kerajaan di Timur yakni Ternate. Tersebutlah pengganti Sultan Baabulah yang membalas kematian Ayahnya Sultan Hairun, yang dibunuh Portugis, dengan mengepung Portugis dalam benteng di Ternate dengan mengambil alih benteng pada tahun 1574.(http://www.menelusurijejak-jejekislamdisolor.com)
Dalam puncak kejayaan itulah, Sultan Baabulah mendapat pengakuan kedaulatan dari masyarakat yakni kepulauan Solor. Dari dokumen Portugis, Gomang mengungkapkan Sultan Baabulah mengurus keponakannya bernama Kaichi Ulan ke pulau Buru di Maluku, merekrut orang–orang dan mempersiapkan perahu untuk penyerangan ke Lohayong, sebuah basis pertahanan Portugis di pulau Solor. Rencana serangan itu, atas permintaan bantuan dari Solor untuk menyerang orang Portugis di Benteng Lohayong.
Dalam pelayaran Kaichi Ulan ke Solor tersebut, ikut pula banyak bangsawan Ternate dan pengikut mereka yang kemudian menetap di beberapa pulau di NTT. Diantara mereka terkenal namanya Sultan Sahar, Syarifah yang menetap di Pulau Solor dan nantinya memimpin Solor bertempur melawan Portugis, setelah bersekutu dengan VOC atau kongsi dagang Belanda yang bersaing dengan Portugis. Tokoh ini kemudian pindah ke Kupang di Pulau Timor, ketika VOC memindahkan daerah kedudukannya dari Solor ke Kupang pada tahun 1657. Di Kupang, Sultan Syarif lebih dikenal dengan nama Atu Laganama yang menjadi penyebar agama Islam pertama di sekitar Batu Besi, Kupang. Diduga, kedatangan Atu Laganama ini menandai migrasi pertama orang Islam Solor ke Kupang, sehingga sampai kini di ibukota Propinsi NTT itu, masih ada kelurahan Solor.
Sebagian dari pasukan Kaichi Ulan, tidak hanya menetap di Pulau Solor tetapi juga pulau-pulau lain mulai dari Flores Timur sampai ke kabupaten Alor. Karena itu, di Alor terdapat sebuah pulau yang bernama Pulau Ternate, sementara mereka yang menetap di Flores Timur antara lain dari Klen Gogo, Likur dan Maloko. Bahkan, seorang ulama dari Ternate yang bernama Usman Barkat menjadi tokoh penyebar agama Islam. Di Blang Merah, Alor, pun sudah ada kampung Maluku pada abad ke- 15, yang dihuni penduduk beragama Islam. Pada abad ke- 17, gugus kepulauan Solor dikabarkan resmi menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Ternate yang berubah menjadi Kerajaan Islam pada tahun 1683.
Penelitian yang dilakukan dosen Undana, Munandjar Widyatmika menyebutkan bahwa pada tahun 1680 Lohayong di Solor merupakan Kerajaan Islam yang memiliki supremasi terhadap kerajaan Islam lainnya. Saat itu, Lohayong di Solor diperintahkan seorang Ratu yang bernama Nyai Chili Muda, yang pada tahun 1663 mengirim surat kepada Gubernur Jendral VOC di Batavia, memohon agar dikirimkan gading berukuran besar yang dijadikan bantal di kala  Ia wafat nanti. Ia juga menyebut, Kedang sebuah wilayah di Timur Pulau Lembata merupakan bagian dari Kerajaan Ternate, sementara di Selatan Pulau Lembata juga terdapat sebuah Kerajaan Islam yakni Kerajaan Lebala dengan raja terakhir Ibrahim Baha Mayeli. (dalamhttp://www.menelusurijejak-jejekislamdisolor.com)
Sementara Solor setelah diduduki VOC pada tahun 1646, tetapi sultan Ternate baru resmi menyerahkan kepada Solor pada tahun 1683. Pada saat yang sama, di Kalikur Kedang, Lembata terdapat klen Honi Ero yang berasal dari Eram, sedangkan raja Adonara di Pulau Adonara, masih keturunan dari Ternate. Bahkan, Gomang dan Widyatmika menyebutkan tidak diketahui pasti, siapa pendiri kerajaan Lohayong Islam di Solor, yang jelas pada masa Kerajaan Majapahit memperluas wilayah kekuasaan dalam kerangka persatuan Nusantara sejak tahun 1357 dengan menaklukkan Dompo di Nusa Tenggara Barat (NTB) di bawah Laksamana Nala, (http://www.menelusurijejak-jejekslamdisolor.com)
Kemudian Lohayong Solor yang strategis dijadikan salah satu pusat kedudukan pasukan Majapahit. Karena letaknya yang strategis, Lohayong dibawah pedagang Islam dari Jawa dan Sulawesi, diduga pada waktu itu agama Islam telah berkembang di Lohayong Solor. Gomang dan Widyatmika menyebut tiga pilar kekuasaan Islam pasca keruntuhan Majapahit, yakni Gresik, Gowa, dan Ternate.
Gresik disebut-sebut telah mempunyai pengaruh di Solor, sebelum militer Portugis membangun benteng pada tahun 1566. Pelabuhan Solor dijadikan transit bagi perdagangan kayu cendana sebelum dijual ke Cina dan India. Demikian pula Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan, telah menjadi kerajaan Islam tahun 1605. Dari rangkaian pengaruh Islam dari Jawa, Sulawes, Ternate, dan Maluku tersebut, hingga kini beberapa perkampungan di lima pantai di Solor, Adonara dan Lembata atau lebih dikenal dengan               “ Solor Watan Lema “ dikenal dengan perkampungan Muslim hingga kini. Kelima kampung itu adalah Lohayong dan Lamakera di Solor, Lamahala dan Terong di Adonara dan Lebala di Lembata.

F.     Landasan Teori
Dalam membedah permasalahan di atas penulis menggunakan beberapa teori yakni: Teori Negara dan Pemerintahan.
Sehubungan dengan pembahasan mengenai perkembangan suatu kerajaan maka kita perlu melihat berbagai teori mengenai negara yang di kemukakan oleh para ahli dalam kaitanya dengan pemerintahan pada suatu negara. Sebab berbicara tentang masalah pertumbuhan kerajaan berarti kita berhadapan atau mempunyai keterkaitan dengan masalah negara.
Menurut Jean Bodin (dalam Rustam, 1999: 87) negara adalah suatu persekutuan hukum yang menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya dan dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk menyeleggarakan kemakmuran rakyat, (Kansil 1985 : 21). Dengan demikian negara merupakan suatu persekutuan manusia yang dilengkapi dengan berbagai keperluan seperti pemerintahan atau kekuasaan.
Menurut Aristoteles (dalam Rustam, 1999: 88) negara adalah gabungan keluarga sehingga menjadi kelompok besar. Kebahagian dalam negara akan tercapai apabila terciptanya kebahagiaan individu (perseorangan), sebaiknya bila manusia ingin hidup bahagia ia harus bernegara.
Sedangkan menurut pandangan Socrates, negara adalah sepahamnya anggota masyarakat atau zoon politicon. Negara sebagai wadah bangsa menggambarkan cita-cita kehidupan bangsanya. (Daud Busroh, 1990: 22)
Semua manusia menginginkan kehidupan aman, tenteram dan lepas dari gangguan yang memusnakan harkat manusia, kala itu orang-orang mendambakan ketenteraman menuju bukit dan membangun benteng, serta mereka bekumpul di sana menjadi kelompok. Kelompok inilah yang di namakan Socrates sebagai polis negara kota (satu kota saja), dan dia mengaggap polis identik dengan masyarakat dan masyarakat identik dengan negara.(Daud Busroh, 1990: 21)
Pada hakikatnya manusia sebagai makluk sosial selalu hidup berkelompok dan saling berinteraksi dengan kelompok manusia lain, sehingga dari sejumlah hal tersebut disepakat untuk membentuk kelompok yang lebih besar lagi yang terorganisasi. Sebagai realisasi dari pembentukan kelompok yang terorganisasi itu yang dikepalai oleh seoang raja atau yang lebih dikenal saat ini adalah presiden, di mana terbentuk kelompok tersebut dibatasi oleh teritorial atau wilayah suatu kerajaan atau negara lain yang telah bersepakat untuk mendirikan negara masing-masing.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka ada beberapa teori-teori tentang asal usul timbulnya suatu negara dalam berbagai bentuk dan model yang telah disetujui oleh para ahli antara lain: Thomas Hobes dalam teorinya dikenal dengan teori perjanjian masyarakat, yang mengatakan bahwa ”negara terbentuk karena kelompok manusia yang tadinya hidup sendiri-sendiri diadakan perjanjian untuk mengadakan suatu organisasi untuk dapat menyelenggarakan hidup bersama.” (Lubis, 1981: 34).
Berbagai alasan yang timbul sehingga mastarakat membentuk suatu persekutuan hukum dan terbentuk menjadi sebuah negara. Lebih lanjut Thomas Hobes mengatakan dalam bukunya ”De Cive Levia-than” bahwa: perasaan takutlah yang menjadi pendorong terkuat dalam diri manusia untuk mengadakan negara. Untuk menghilangkan rasa takut dan menjamin agar seseorang itu tidak membahayakan pada sesamanya, mereka membuatlah perjanjian membentuk suatu badan yaitu pemerintah. (Samidjo, 1986: 86).
Jadi terbentuknya suatu negara disebabkan oleh adanya keinginan manusia itu sendiri untuk melindungi dirinya dari kemungkinan adanya bahaya yang mengancam. Karena perasaan adanya ancaman, maka nyatalah dalam sejarah bahwa, negara terbentuk karena:
1.      Suatu daerah belum ada yang menguasai diduduki oleh suatu bangsa.
2.      Sesuatu daerah yang terjadinya termasuk wilayah suatu negara tertentu melepaskan diri dari negara lain itu dan menyatakan diri merdeka.
3.      Beberapa negara mengadakan peleburan (fusi) dan membentuk suatu negara baru. (Samidjo, 1986: 56).
Terjadinya sebuah negara harus memiliki unsur-unsur, syarat-syarat mutlak yang harus dimiliki. Adapun unsur-unsur yang harus dimiliki sebuah negara menurut Oppenheim Lauterpact adalah sebagai berikut:
1.      Harus ada rakyat
2.      Harus ada wilayah
3.      Harus ada pemerintahan yang berdaulat, (Lubis, 1981: 10). Apabila salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak dimiliki maka suatu kelompok masyarakat tersebut belum dapat dikatakan sebuah negara.
Dalam perkembangan peradapan manusia, pemerintah suatu negara dalam negara lain terdapat perbedaan sistem atau struktur pemerintah. Oleh aristoteles (dalam Rustam, 1999: 90) yakni:
1.      Pemerintah monarki, yaitu pemerintahan di mana satu orang yang menjadi pemegang kekuasaan dalam negara untuk kepentingan orang banyak, dan apabila dalam pemerintahannya tadi ia menggunakan kekeuasannya untuk dirinya sendiri maka ia disebut tirani.
2.      Pemerintahan Aristokrasi, yaitu pemerintahan yang dikendalikan oleh beberapa orang yang memerintah untuk kepentingan orang banyak, dan disebutnya pemerintahan oligarki. Kalau golongan yang berkuasa tadi memerintah untuk kepentingan golongan saja (minority).
3.      Pemerintahan Republik, yaitu pemerintahan yang dikendalikan oleh oang banyak (mayoritas) yang terdiri dari semua golongan.
C.T.S Kansil membedakan sistem pemerintahan dalam dua bagian     besar yaitu:
1.      Kerajaan atau Monaki: adalah negara yang dikepalai oleh seorang raja dan bersifat turun temurun yang menjabat seumur hidup.
2.      Republik: adalah negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai dari dan oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu.
Di Indonesia pada zaman kunonya terdapat banyak sistem pemerintahan kerajaan (monarki), namun secara teknisnya masing-masing berbeda. Hal ini tergantung pada kondisi pemerintahan dan latar belakang masyarakatnya. Semakin lama dan bekembangnya pola-pola dan orientasi berpikir pemerintah serta rakyatnya semakin kurang atau dibatasinya wewenang Raja atau Kaisar.
Ditinjau dari segi besar kecilnya peranan raja dalam suatu sistem pemerintahan kerajaan, maka menurut Mac Iver terdapat tiga macam sistem pemerintahan yakni:
1.      Monarki absolut atau monarki monokrasi adalah: pengguna kekuasaan dan wewenang tak terbatas. Semua perintah raja harus dilaksanakan dan dianggap Undang-undang.
2.      Monarki konsitusional atau monarki oligarki adalah: suatu pemerintahan di mana raja dibatasi oleh konstitusi dan undang-undang. Raja tidak boleh berbuat sesuatu yang bertentangan dengan praturan yang telah disepakati bersama.
3.      Monarki parlementer atau monarki demokrasi adalah: pemerintahan di mana yang di dalamnya terdapat parlemen dengan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. (Mac Iver, 1984: 59)
Pada umumnya kerajaan terbentuk dari kelompok-kelompok kecil yang sifatnya luas, kemudian beranjak menjadi kerajaaan atau suku-suku yang lebih luas. Sehubungan dengan itu (Kansil, 1976: 23) menyatakan bahwa luas atau sempitnya suatu kerajaan bukan menjadi suatu soal, yang penting harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti: harus ada wilayah, kekeuasaan, rakyat yang mendiami wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.
Pemerintahan adalah organisasi di mana diletakan hak untuk melaksanakan kekuasaan berdaulat atau tertinggi. Pemerintahan dalam arti luas merupakan sesuatu yang lebih besar dari pada suatu badan atau kementerian-kementerian, suatu arti yang biasa dipakai dalam pembicaraan dewasa ini, apabila pemerintahan dalam arti luas diberikan tanggung jawab pemeliharaan perdamaian dan keamanan negara di dalam atau di luar pemerintahan yang  harus memiliki:
1.      Kekusaan militer.
2.      kekuasaan legislative atau sarana pembuat hukum.
3.      kekuasaan keuangan atau kesanggupan memungut uang untuk membayar biaya dalam mempertahankan negara.
  Dari uraian di atas, maka ada tiga teori tentang timbulnya suatu negara atau kerajaan yaitu:
  1. Teori hukum alam.
Menurut teori ini, timbulnya suatu negara karena adanya suatu perjanjian masyarakat atau kontra sosial yaitu rakyat seluruhnya mengadakan perjanjian memebentuk badan politik, suatu badan (ikatan koorporatif) yang bertugas menjamin keamanan dan keselamatan rakyat serta membuat peraturan-peraturan, dan agar peraturan tersebut dipenuhi atau ditaati, tidak diabaikan oleh rakyat atau seseorang, maka kepada badan ini diberikan kekuasaan yang telah disetujui atau disepakati bersama-sama sehingga kekuasaan ini disebut sebagai kewibawaan atau gezak. (Azhary, 1986: 16) 
  1. Teori kekuasaan
Menurut teori ini suatu negara timbul karena diciptakan oleh orang-orang tua yang paling berani, gagah perkasa yang memaksakan kehendaknya terhadap orang –orang lemah, sehingga orang-orang yang lemah tunduk kepadanya. (Azhary, 1986: 19)
  1. Teori Plato
Selain hukum alam yang menyatakan bahwa negara terbentuk karena adanya perasaaan takut dan daru teori kekuasaan yang menyatakan suatu negara terbentuk karena diciptakan oleh orang tua yang berani, dan gagah perkasa, Plato (dalam Azhary, 1986: 21) melihat dari adanya keinginan untuk bekerja sama dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Ia berpendapat bahwa negara itu timbul karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka ragam, yang menyebabkan mereka harus bekerja sama unutk memenuhi kebutuhan mereka. Secara sendiri-sendiri mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh karena itu sesuai dengan kecakapan mereka masing-masing di dalam kerjasama tersebut diadakn pembagian tuga, sksn tetapi tetap kesatuan karena tugas-tugas yang berbeda itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara bersama-sama.
Manusia selalu hidup dalam golongan, ada golongan yang bernama keluarga, famili, tetangga, kampung, negeri, daerah dan negara. Semua golongan tempat manusia menjadi sebagai anggotanya tidak dibuat atau diciptakan oleh manusia. Golongan-golongan yang beraneka ragam itu terjadi karena watak manusia itu sendiri. Hukum Qur’an mengatakan bahwa golongan itu sudah dijadikan oleh Tuhan dan sudah menjadi sunnah-Nya dalam kehidupan manusia, (http=//dhymas.wordpress.com/teori-negara-menurut-quran/23-04-10).
Mengenai timbulnya kekuasaan dalam Negara Qur’an mempunyai pendirian yang berlainan dari teori-teori kekuasaan dalam Negara seperti berikut :
1.      Hobbes dengan teori perjanjian masyarakat, mengatakan bahwa kekuasaan yang ada dalam negara itu adalah kekuasaan yang diberikan oleh orang ramai kepada pemegang kekuasaan itu (homo homini lupus) dalam teorinya Hobbes mengatakan bahwa manusia memakai manusia untuk menegakkan keamanan dan ketertiban.
2.      Dan Lock mengatakan bahwa kekuasaan yang diberikan kepada pemegang kekuasaan dalam Negara itu adalah kekuasaan untuk mejamin keselamatan jiwa, kemerdekaan dan harta benda setiap orang.
3.      Rousseau mengatakan bahwa yang mempunyai kekuasaan itu bukanlan yang memegang kekuasaan dalam negara. Namun yang mempunyai kekuasaan itu adalah rakyat yang telah mengadakan perjanjian masyarakat. Pemegang kekuasaan hanyalah pelaksana belaka dari kekuasaan atas nama rakyat, yang mempunyai hak untuk membatasinya, merubahnya dan mencabut apabila dikehendakinya.
Qur’an mengatakan bahwa manusia itu dijadikan sebagai penguasa dalam negara, dan Tuhan menjadikan segolongan manusia mempunyai kelebihan dari golongan yang lain. Kelebihan itu dapat berupa kelebihan dalam keagungan darah dan keturunan (zaman feodalisme dan monarchi absolute) Kelebihan dalam soal keagamaan (abad pertengahan) kelebihan dalam bidang kekayaan (masa kapitalisme) kelebihan dalam kekuatan politik (pemerintahan parlementer).
Untuk lebih proporsional, selaian menggunakan teori Negara dan pemerintahan dalam mendukung judul yang diangkat, penulis juga menggunakan teori kontrak social, dalam Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik terbitan FISIP Unair, Tahun II, No 2, Triwulan 1, 1988. Ada empat teori tentang terbentuknya negara, yaitu teori alamiah, teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan, dan teori kontrak sosial.
Teori alamiah menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena kebutuhan manusia untuk aktualisasi kemanusiaannya. Negara adalah wadah tertinggi untuk aktualisasi manusia. Selain negara, dua wadah lain yang tingkatnya lebih rendah adalah keluarga dan desa. Di dalam keluarga, manusia mengakutalisasikan diri di bidang fisik, karena keluarga menyediakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisik manusia. Di dalam desa, manusia mengaktualisasi diri di bidang sosial, karena desa menyediakan pemenuhan hasrat untuk berkawan dan bermasyarakat.
Di dalam negara, manusia mengaktualisasikan diri di bidang moral dan politik untuk menjadi manusia sepenuhnya karena manusia mampu mengaktualisasikan hasrat moral dan politik yang tidak bisa terpenuhi di dalam wadah keluarga dan desa. Oleh karena itu manusia bisa sempurna hanya bila mereka berperan dalam negara.
Teori ciptan Tuhan menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena diciptakan oleh Tuhan. Penguasa atau pemerintah suatu negara ditunjuk atau ditentukan oleh Tuhan, sehingga walau pun penguasa atau pemerintah mempunyai kewenangan, sumber kewenangan tetap adalah Tuhan. Oleh karena sumber kewenangan adalah Tuhan, penguasa atau pemerintah bertanggungjawab kepada Tuhan, bukan kepada rakyat yang dikuasai atau diperintah.
Teori kekuatan menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena hasil penaklukan dan kekerasan antarmanusia. Yang kuat dan mampu menguasai yang lain membentuk negara dan memaksakan haknya untuk menguasai dan memerintah negara. Sumber kewenangan dalam teori ini adalah kekuatan itu sendiri, karena kekuatan itu yang membenarkan kekuasaan dan kewenangan.
Teori kontrak sosial menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena anggota masyarakat mengadakan kontrak sosial untuk membentuk negara. Dalam teori ini, sumber kewenangan adalah masyarakat itu sendiri.
Secara garis besar dan untuk keperluan analisis, keempat teori itu seolah-olah berdiri sendiri secara tegar. Akan tetapi bila dilihat lebih seksama, di dalam masing-masing teori itu terdapat nuansa-nuansa perbedaan penjelasan dan argumentasi, terutama pada pengoperasian kewenangan. Bahkan, dari variasi argumentasi itu sering muncul argumentasi yang bisa menjadi pendukung atau inspirasi dari teori lain. Teori ciptaan Tuhan, misalnya, mengandung variasi pemikiran tentang pengoperasian kewenangan.
Kongfucu, misalnya, menyatakan bahwa Tuhan memberi mandat (the mandate of heaven) kepada raja untuk memerintah rakyatnya. Apabila raja dianggap tidak memerintah dengan baik, maka mandat itu dicabut oleh Tuhan. Tetapi bagaimana dan kapan mandat harus dicabut, rakyatlah yang mengetahui dengan melihat gejala-gejala alam, seperti adanya bencana banjir, gempa bumi, kelaparan dan sebagainya. Walau pun secara prinsip Tuhan sumber kewenangan, tampak pula bahwa akhirnya manusia (rakyat) yang secara praktis mengoperasikannya.
Thomas Aquinas misalnya, mengembangkan pemikiran tentang principium (prinsip), modus (cara) dan exercitium (pelaksanaan) dari kewenangan. Aquinas secara tegas menyatakan bahwa pada prinsipnya kewenangan bersumber pada Tuhan, bahwa cara kewenangan dioperasikan ditentukan oleh manusia, dan bahwa pelaksanaannya pun dilakukan oleh manusia.
Dari pemikiran Konfucu dan Aquinas tadi sebenarnya tampak benih-benih atau dasar-dasar bagi perkembangan teori kontrak sosial.
Tulisan ini hanya membahas nuansa-nuansa dalam teori kontrak sosial. Bahasan tentang teori kontrak sosial ini pun dibatasi pada tiga karya pemikir utamanya, yaitu Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jacques Rousseau.
G.    Metodologi Penelitian
  1. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif deskriptif, yaitu suatu jenis penelitian yang berusaha mendapatkan pengetahuan yang didasarkan pada data-data empiris. Secara umum, penelitian jenis ini beroperasi sesuai dengan prosedur penentuan masalah penelitian, pengumpulan data, dan analisis data
  1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini dapat didekati dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penekatan yang mencoba memahami pemaknaan individu dari subjek yang sedang diteliti. Dalam pendekatan ini, seorang peneliti melakukan interaksi langsung dan intensif dengan objek penelitian. Melalui pendekatan seperti ini, peneliti mencoba memahami kategori-kategori, pola-pola dan, analisis terhadap suatu aktivitas atau peristiwa yang berhungan dengan kerajaan Adonara di Desa Adonara.
Pada prinsipnya pendekatan kualitatif berusaha mencari dan mendapatkan pengertian dari fokus penelitian ini. Setelah pendekatan tersebut digunakan langkah selanjutnya adalah mengumpulkan, mendokumentasikan, menjajaki lokasi penelitian (observasi), dan dilanjutkan dengan wawancara guna memperoleh data yang sebanyak banyaknya.
  1. Subjek Penelitian
Sesuai dengan fokusnya, maka yang menjadi subjek penelitian ini tediri dari sumber-sumber tertulis maupun informasi para informan yang memiliki ide dan pengetahuan yang dianggap sesuai mengenai kerajaan Adonara, khususnya tokoh masyarakat yang mengetahui atau pernah mendengarkan kisah tentang kerajaan Adonara di Desa Adonara.
  1. Sumber Data
Untuk keperluan penelilitian ini data diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui pengamatan, wawancara, dan studi dokumentasi, sedangkan sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber atau dokumen-dokumen tertulis serta laporan hasil penelitian lainya yang berkaitan dengan topik penelitian. Sumber-sumber tersebut terdapatdiberbagau koleksi perpustakaan, seperti Perpustakaan Daerah Kabupaten Ende, Perpustakaan Universitas Flores, Perpustakaan Lestari Ende, dan Percetakaan Arnoldus Ende.
Secara  ringkas dapat penulis katakan bahwa penelitian ini meliputi tahap-tahap sebgai berikut:
1.      Studi dokumentasi, yaitu kegiatan pengumpulan data yang diambil dari seejumlah sumber seperti: buku-buku, majalah, hasil penelitian, dan sejenisnya.
2.      Pengamatan, yaitu metode yang digunakan untuk melihat bukti-bukti peninggalan yang berhubungan dengan kerajaan Adonara di desa Adonara.
3.      Wawancara, yaitu metode yang digunakan untuk menarik kesimpulan dari apa yang dikatakan oleh informan.
5.      Metode Penelitian
Dalam usaha untuk memperoleh hasi penelitian yang maksimal dan sistematis, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah (Historical Method). Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peniggalan masa lampau. Rekonstruksi yang imajinatif pada masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses yang disebut historiografi. Sejarawan berusaha untuk merekonstruksi sebanyak-banyaknya masa lampau manusia. (Notosusanto, 1971 : 32).
Metode penelitian  sejarah merupakan metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian sejarah dan permasalahannya. Dengan kata lain, metode sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah. Secara umum dapat dikatakan bahwa metode sejarah merupakan penelaahan serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan dengan sistematis. Atau dapat dikatakan dengan kata lain metode sejarah merupakan suatu metode yang bertugas mendeskripsikan gejala. Metode sejarah yang digunakan dalam penelitian ini bermaksud membuat rekontruksi masa lalu secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengverifikasikan, serta mensintesiskan bukti-bukti untuk untuk mendukung bukti-bukti tersebut untuk mendukung fakta sehingga memperoleh kesimpulan yang kuat. (Usman, 1996: 79).
Menurut Jack. Fraenkel (dalam Nurul Zuriah, 1996: 22) menjelaskan bahwa metode sejarah adalah metode yang secara ekslusif memfokuskan kepada masa lalu. Metode ini mencoba merekonstruksi apa yang terjadi pada masa lalu dengan selengkap dan seakurat. Sementara menurut donald ary dkk (1980) dalam Nurul Zuriah, 2005: 51, juga menyatakan bahwa metode sejarah adalah suatu metode untuk menetepkan fakta dan mencapai simpulan mengenai hal-hal yang telah lalu, yang dilakukan secara sistematis dan objektif oleh sejarawan, dan menafsirkan bukti-bukti untuk mempelajari masalah tersebut.
Penerapan metode sejarah dalam penelitian ini meliputi empat tahap, yaitu: Tahap pertama adalah heuristik atau proses menemukan dan mengumpulkan sumber, baik itu sumber primer, yaitu data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi maupun sumber sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari buku-buku atau dokumen-dokumen tertulis serta laporan hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Sumber-sumber tersebut terdapat diberbagai koleksi perpustakaan, seperti Percetakan Arnoldus Ende, Perpustakaan Daerah Kabupaten Ende, Perpustakaan Universitas Flores dan Perpustakaan Lestari Ende.
Pada tahap ini, studi pustaka mutlak dilakukan sebagai upaya untuk memebangun kerangka dan landasan pemikiran. Di samping itu, juga studi pustaka juga digunakan unutk memperoleh pembahasan masalah tertentu yang ada kaitannya dengan Kajian Historis Kerajaan Adonara.
Tahap kedua adalah kritik terhadap sumber. Kritik sumber ini baru dilaksanakan setelah semua sumber terkumpul. Setelah semua sumber terkumpul, penulis melakukan penilaian terhadap sumber-sumber tersebut, baik secara eksteren, yaitu penulis melakukan kritik  untuk mengetahui kebenaran masa pembuatan, tempat pembuatannya, analisis bahannya, dan bentukasli dokumen, maupun secara interen, yaitu kritik atas sumber yang ditunjukan untuk menemukan apakah nilai sumber dokumen ini memiliki kadar kredibilitas tinggi (bersifat kualitatif) atau tidak (Kuntowijoyo, 1995: 101). Gunanya adalah untuk mencari sumber-sumber yang autentik dan kredibel, serta memilah-milah sumber-sember yang asli dan smber-smber yang diperlukan dalam dalm studi ini. Sumber autentik berarti sumber irtu benar-benar dikeluarkan oleh orang atau organisasi yang namanya tertera pada sumber tersebut, sedangkan sumber yang kredibel berarti seberapa jauh informasi yang terkandung di dalamnya dapat dipercaya.
Tahap ketiga, interpretasi terhadap fakta-fakta sejarah. Pada tahap ini, penulis melakukan proses perumusan fakta-fakta dari sumber-smber yang tersedia.
Selanjutnya pada tahap keempat, historiografi atau penulisan sejarah yang merupakan hasil akhir dari kerja sejarawan. Pada tahap ini, fakta disintesakan dalam bentuk tulisan yang bersifat ilmiah, berdasarkan bukti-bukti yang telah dinilai secara akurat. Karya sejarah yang baik tidak hanya tergantung pada kemampuan meneliti sumber sejarah dan memunculkan fakta sejarah, melainkan juga membutuhakn kemampuan imajinatif untuk menguraikan kisah historis secara terperinci. (Palmer, 1993: 35)
Waktu dan lokasi penelitian. Penelitian tentang kajian historis kerajaan adonara, selama 3 minggu yakni dalam bulan juni 2009. Sementara lokasi penelitian yang dipilih menjadi fokus penelitian adalah Desa Adonara, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur.
Setelah melewati empat tahap di atas, diharapkan bahwa Kajian Historis Kerajaan Adonara pada tahun () dapat dideskripsikan ke dalam suatu realitas yang mendekati kenyataan dan kebenaran.

1 comments:

Unknown said...

Itu Gambar Kesultanan Buton... Kenapa DbCaplok Kerajaan Adonara???

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Coupons