Total Pageviews

Sunday, March 2, 2014

Segitiga Indonesia, Malaysia Dan China


Kunjungan Panglima TNI Jenderal Moeldoko di Beijing China
Kunjungan Panglima TNI Jenderal Moeldoko di Beijing China, Januari 2014

 
BEIJING-(IDB) : Solusi untuk Indonesia dalam masalah Laut China Selatan (LCS) adalah mendatangi China dan menjelaskan batas wilayah Indonesia. China boleh melakukan apapun diluar wilayah indonesia dan Indonesia akan tetap NETRAL.
 

Kita tidak boleh melupakan peristiwa kelam di saat Indonesia mengalami krisis dan lemah.
 

Contoh perbuatan Malaysia adalah menikam Indonesia dari belakang :
1. Mencuri Pulau Sipadan dan Ligitan.
2. Mencoba mencaplok Laut Ambalat.
3. Mencoba mencaplok Camar Bulan dan Tanjung Datu.
4. Mengirim inteligen untuk mendukung teroris mengebom Jakarta dan Bali.
5. Melakukan klaim budaya lokal Indonesia
6. Bersinergi dengan Australia untuk memecah wilayah Indonesia.
 

Kerajaan Malaysia berhasil membodohi pemerintah Indonesia (era Ibu Megawati) dengan mengajak menyelesaikan masalah sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan ke PBB. Malaysia tidak pernah berani melakuakan itu di era Presiden Suharto. Malaysia menunggu kondisi Indonesia lemah secara politik dan pertahanan.
 

Ketika Indonesia diembargo dan dijauhi banyak negara karena tuduhan HAM di Timor Leste, barulah Malaysia mendesak penyelesaian Pulau Sipadan dan Ligitan. Malaysia sebetulnya sudah berhitung.
 

Setelah Berhasil menganeksasi Pulau Sipadan dan Ligitan, malaysia mencoba peruntungan dengan mencoba mengklaim Blok Ambalat, Camar Bulan dan Tanjung Datu. Walaupun kondisi militer Indonesia masih lemah, Indonesia mencoba untuk bersikap tegas dengan mengirim militer ke wilayah sengketa. Sebenarnya Malaysia sudah BERHASIL, karena sekarang status Blok Ambalat, Camar Bulan dan Tanjung Datu adalah status quo, sama status Sipadan dan Ligitan sebelum dicuri Malaysia. Bukan tidak mungkin nanti ketika Indonesia lemah, mereka akan memaksa mengubah status tersebut menjadi milik Malaysia.
 

Semestinya SEKARANG adalah waktu yang tepat untuk menyelesaikan batas wilayah dengan Malaysia. Segera buat patok dan pagar permanen di Camar Bulan dan Tanjung Datu, tempatkan pos militer dengan senjata lengkap, manfaatkan wilayah tersebut untuk wisata dan apapun untuk menunjukan eksistensi Indonesia.
 

Sekarang waktu yang tepat untuk membangun pangkalan militer di Karang Unarang Blok Ambalat, karang itu harus segera direklamasi total menjadi pulau buatan, yang bisa diisi radar, rudal anti kapal permukaan dan anti pesawat. sekarang waktu yang tepat untuk mengexplorasi Blok Ambalat. Segera ambil semua SDA di Ambalat dan manfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

Indonesia harus segera bertindak memanfaatkan kondisi LCS yang makin memanas, ketika Malaysia dan sekutunya sibuk menahan China, Indonesia juga harus segera menyelesaikan batas wilayah yang masih dalam status quo dengan diplomasi yang dibarengi unjuk kekuatan militer di wilayah sengketa.
 

Tetapi harus diperhatikan, dalam menyelesaikan masalah batas wilayah dengan Malaysia, Indonesia TIDAK BOLEH memakai kekuatan china tetapi harus memakai kekuatan Indonesia sendiri. Indonesia tidak boleh menjadi bagian dari china.
 

Masalah LCS mungkin akan segera menjadi perhatian dan fokus beberapa negara besar. Indonesia seharusnya memanfaatkan isu LCS untuk memperkuat dan mempertegas kedaulatan NKRI.
 

Indonesia harus NETRAL dan tidak boleh menjadi bagian aliansi China dan juga tidak boleh menjadi bagian aliansi USA.
 

Indonesia tidak boleh melupakan sejarah invasi militer ke Timor leste. Indonesia dipojokan dan diharuskan mengambil tindakan militer ke Timor Leste karena dikhawatirkan Timor leste bisa menjadi pangkalan kekuatan komunis China dan Uni Soviet. pilihan yang sulit untuk Indonesia. Amerika Serikat, Australia, Malaysia membantu dan menyediakan semua kebutuhan militer untuk invasi ke Timor leste. Akhirnya Indonesia menyerbu Timor Leste dan laju komunis pun tertahan hanya di Vietnam saja.
 

Tetapi setelah kondisi dunia berubah dan komunis bukan lagi menjadi ancaman, Australia, Inggris, New Zealand memprovokasi kemerdekaan Timor leste. Amerika mengembargo, Malaysia menikam, Provokasi separatis kedaerahan, Provokasi teroris menjadi-jadi, Provokasi kerusuhan karena SARA dan lain-lain.
 

Sudah jelas sekali bahwa Amerika dan Australia bukanlah sahabat yang baik untuk indonesia. Indonesia tidak boleh terprovokasi dengan hasutan FDSA bahwa China adalah musuh. China adalah ancaman bagi Australia, hegemoni Amerika dan negara yang terlibat langsung di LCS tetapi China belum tentu akan menjadi musuh Indonesia. Indonesia TIDAK BOLEH terlibat di LCS tetapi Indonesia wajib memperkuat pertahanan di Natuna, Perbatasan Kalimantan, semua jalur ALKI, dan di Papua Utara/papua selatan.
 

China segera akan membuat pangkalan di Timor Leste. Indonesia harus segera memperkuat kekuatan TNI di perbatasan NTT-TL dengan jarak yang wajar.
 
Diagram of the first and second island chains of China
Diagram of the first and second island chains of China

 
Sekarang semua terfokus di kekuatan China di LCS dan pangkalan China di Timor leste, ini saat yang tepat untuk memperkuat kedaulatan Indonesia di Papua. Segera lakuan operasi militer terbatas untuk melenyapkan separatis bersenjata di Papua, lakukan transmigrasi besar-besaran dari penduduk padat ke Papua. {akukan pembangunan menyeluruh di Papua. Usahakan dalam waktu 10 tahun penduduk papua mayoritas berasal dari NTT/NTB, Maluku, Bugis, Bali, Sumatera dan Jawa. pembanguan Papua juga harus adil dan menyeluruh untuk semua orang yang tinggal di Papua.

Sekali lagi Indonesia harus NETRAL. Indonesia tidak boleh menjadi kacungnya amerika dan juga tidak boleh menjadi kacungnya China. INDONESIA HARUS TETAP NETRAL BAHKAN SEKALIPUN CHINA MELAKUKAN INVANSI KE SABAH, SERAWAK DAN BRUNEI, INDONESIA HARUS TETAP NETRAL. Indonesia bukan pagarnya Australia dan juga bukan ujung tombaknya China.




Sumber : JKGR

Kerjasma Militer Indonesia China


2
Wakil Duta Besar China untuk RI, Liu Hongyang, menyampaikan bahwa Panglima TNI, Jenderal Moeldoko, berkunjung ke Beijing pada 24 Februari kemarin. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut, soal adanya kerjasama di bidang militer yang akan ditandatangani kedua negara.

 
Soal penjelasan kerjasama militer, kata Hongyang, akan diserahkan kepada kementerian terkait kedua negara.
 

 
Hongyang tidak menampik adanya kerjasama yang erat di antara Angkatan Laut kedua negara. Sebagai bukti, mereka akan mengirim perwakilan ke Latihan Bersama Multilateral Komodo (MENK) 2014, yang akan diikuti 17 negara di perairan Natuna, Batam, Kepulauan Riau. 
 

 
Latihan tersebut akan dibuka secara langsung oleh Kepala Staf TNI AL, Marsekal Marsetio. Latihan itu rencananya akan dimulai pada 29 Maret hingga April 2014.
 

 
"Kami rencananya juga akan mengirimkan perwakilan dan kapal perang ke Indonesia dengan maksud damai," ungkap Hongyang saat ditemui di rumah dinasnya di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
 

 
Rencananya, akan ada 35 kapal perang dari negara peserta yang akan ikut berpartisipasi. Indonesia akan mengirimkan 16 KRI dan enam pesawat udara, yang terdiri dari dua fixed wing dan empat rotary wing. Mereka akan berlatih di tujuh titik yang telah ditentukan.
 

 
Sementara itu, mengenai kunjungan Moeldoko ke Beijing, kata Hongyang, tujuannya ingin mengenalkan diri kepada militer China sebagai Panglima TNI yang baru. Moeldoko berada di Beijing selama lima hari.
 

 
Moeldoko mengatakan hubungan militer kedua negara terjalin dengan baik dan harmonis.
 

 
Kunjungan Moeldoko ini rencananya akan diikuti dengan kunjungan balasan dari Kepala Komis Pusat Militer China, Jenderal Fan Changlong pada pertengahan 2014.
 

Sumber : Vivanews

Laporan HAM AS Kritik Penegakan Hak Asasi Di indonesia

Menkopolhukam pun merespons: Soal HAM, apakah AS juga siap dievaluasi?
Setiap tahun Amerika Serikat, melalui Departemen Luar Negerinya, rutin menerbitkan laporan soal hak asasi manusia di berbagai negara. Kondisi HAM di Indonesia pun tak luput dari sorotan Deplu AS dalam 12 bulan terakhir. 

Dalam laporan yang telah dimuat di laman resmi Deplu AS dan telah diluncurkan Menlu John Kerry, pada paragraf awal Washington memberi penilaian positif atas Indonesia sebagai negara yang menunjung demokrasi multipartai. Contohnya pada Pemilu 2009, yang memilih kembali Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden RI.

"Para pemantau domestik dan internasional menilai bahwa pemilu parlemen dan presiden pada 2009 lalu merupakan pemilihan yang bebas dan adil. Pihak berwenang pada umumnya telah menerapkan kendali yang efektif atas kekuatan keamanan," demikian laporan itu, yang disusun oleh tim pimpinan pejabat sementara Asisten Menlu AS bidang Demokrasi, HAM, dan Tenaga Kerja, Uzra Zeya.    

Selanjutnya, laporan tersebut memberi beberapa kritik atas kondisi HAM di Indonesia. "Ada beberapa contoh di mana elemen-elemen pasukan keamanan terlibat dalam pelanggaran HAM," lanjut Deplu AS. 

Pemerintah Indonesia pun dinilai gagal menerapkan investigasi yang transparan dan kredibel atas beberapa kasus pembunuhan yang melibatkan aparat keamanan. 

Washington menyorot kasus penyerbuan Lembaga Pemasyarakat Cebongan di Yogyakarta oleh belasan oknum prajurit Kopassus Grup 2 pada 23 Maret 2013, yang menewaskan empat tahanan yang diduga terlibat pembunuhan atas seorang anggota Kopassus. 

Pengadilan militer hanya menghukum 12 serdadu berpangkat rendah yang menjadi pelaksana lapangan. "Namun, kalangan kelompok pembela HAM mencurigai bahwa ada perwira senior Kopassus Grup 2 yang mendesak polisi untuk memindahkan para tahanan ke fasilitas yang kurang aman dan entah itu menyuruh para anak buah untuk bertindak maupun membiarkan adanya serangan itu," lanjut laporan HAM AS.     

Laporan itu juga memaparkan kritik dari para pegiat HAM dan Komnas HAM kepada polisi, termasuk Densus 88, karena menerapkan kekerasan yang berlebihan atas para tersangka kasus terorisme. "Kurangnya investigasi yang transparan atas dugaan tindak kekerasan yang berlebihan itu mempersulit upaya konfirmasi terhadap fakta yang sesungguhnya, dan keterangan polisi sering berlawanan dengan pernyataan para saksi," tulis laporan itu. 

Pemerintah AS lantas menyajikan contoh kasus pada 22 Juli 2013 saat aparat Densus 88 menembak mati dua tersangka teroris dan menahan dua lainnya di Tulungagung, Jawa Timur. Menurut laporan polisi, salah satu dari tersangka menembak ke arah polisi. Namun, saksi mata mengabarkan bahwa para tersangka tidak menunjukkan perlawanan dan langsung ditembak tanpa peringatan. 

Pemerintah RI, lanjut laporan Deplu AS itu, juga dianggap tidak selalu melindungi hak-hak reliji dan sosial kaum minoritas serta membiarkan kesenjangan para warga secara ekonomi. "Pemerintah juga menerapkan pasal penghianatan dan penghinaan untuk membatasi kebebasan berekspresi atas para pendukung kemerdekaan di Papua dan Papua Barat dan para kelompok minoritas keagamaan," lanjut laporan AS. 

Laporan itu juga menyorot korupsi, kesewenang-wenangan atas tahanan di penjara, kondisi di penjara yang memprihatinkan, penyelundupan manusia, pekerja anak, dan kurangnya pemenuhan hak dan standar atas para tenaga kerja di Indonesia. 

Tanggapan Indonesia
Bagaimana tanggapan kalangan pejabat dan politisi di Indonesia? Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, menyatakan bahwa laporan AS itu bisa diterima sebagai bahan tambahan untuk evaluasi ke dalam. Namun, dia juga memberi beberapa catatan penting atas AS. 

"Sebagai negara yang menyebut dirinya negara demokrasi, apakah memang AS juga siap jika dievaluasi mengenai apa yang mereka lakukan? Di Irak? Di Afghanistan? Di penjara Guantanamo?," kata Djoko saat dihubungi VIVAnews hari ini. 

Menurut dia, demokrasi itu harus saling menghormati, berimbang. Djoko melihat laporan AS itu berdasarkan penilaian sepihak Pemerintah AS terhadap pelaksanaan penegakan HAM di negara lain.

Mantan Pangliman TNI itu pun menanggapi laporan AS soal kasus Cebongan. Ini harus dilihat latar belakang yang membuat kasus itu terjadi. 

"Bagaimana sekelompok orang mengintimidasi warga membabi-buta? Itu juga melanggar HAM. Lalu apa tindakan yang diambil pimpinan TNI setelah kasus itu? Mendorong proses hukum. Dan harap dicatat, bahwa proses hukum dan pengadilan di Indonesia lebih terbuka. Lebih transparan. Dikawal melalui pers yang bebas. Apakah hal seperti ini terjadi di AS? Jika terjadi peradilan terhadap anggota militer?," kata Djoko. 

Soal Sampang, lanjut Djoko, yang terjadi bukan pengusiran, seperti yang disebut dalam laporan HAM AS, melainkan melindungi agar warga Syiah tidak jadi korban lagi. "Kok pakai istilah diusir?" kata Djoko.

Sementara itu, wakil ketua Komisi I DPR RI bidang pertahanan dan luar negeri, TB Hasanudin, menilai bahwa laporan HAM AS itu menggambarkan masih ada yang perlu diperbaiki oleh pemerintah RI dan aparat keamanan.  

"Soal kasus Cebongan, saya kira itu produk era Orde Baru. TNI masih belum sepenuhnya reformis, bahkan untuk kasus pembunuhan sekalipun masih berusaha ditutupi," kata Hasanudin. 

Begitu pula soal kasus di Papua. Masih maraknya kasus kekerasan di sana karena belum ada penyelesaian yang matang dari pemerintah. "SBY tidak punya konsep yang jelas dalam mencari solusi penyelesaiannya, [akhirnya] jadi liar," kata politisi dari PDIP itu. 




Sumber : Vivanews

Antisipasi Konflik LCS, DPR Setuju TNI Perkuat Natuna


Ketua Komisi 1 DPR RI Mahfudz Siddik kepada VOA Jumat (28/2) mengatakan selain untuk pengamanan kawasan juga sebagai respon cepat dari Indonesia terkait permasalahan Laut China Selatan.

“Ya secara politik Komisi 1 mendukung rencana tersebut. Panglima TNI memang sudah pernah menyampaikan rencana untuk menjadikan pulau Natuna itu sebagai frontier base bagi TNI. Hal itu sesuatu yang strategis dan penting buat Indonesia. Karena itu untuk membantu pengamanan wilayah maritim Indonesia, karena jalur lalu lintas yang padat. Yang kedua, memang itu juga sebagai langkah untuk mengantisipasi atau merespon meningkatnya ketegangan kaitannya dengan masalah Laut China Selatan,” papar Mahfudz.

Mahfudz menambahkan, Komisi 1 DPR masih melakukan pembicaraan terkait hal ini dengan pemerintah, khususnya menyangkut anggaran yang disiapkan untuk kebutuhan logistik di lapangan.

“Panglima TNI belum memaparkan detail kaitan dengan berapa anggaran yang dibutuhkan. Tetapi ini sudah masuk di dalam alokasi anggaran TNI di 2014. dan juga nanti sangat mungkin akan berlanjut di tahun anggaran 2015. Intinya pengembangan Natuna sebagai frontier base sudah teralokasi,” lanjut Mahfudz.

Terkait sikap politik Indonesia terkait permasalahan Laut China Selatan, Mahfud Siddik memastikan Komisi 1 DPR RI mendukung langkah Indonesia yang hingga kini terus mendorong dialog damai dalam penyelesaian permasalahan di kawasan itu.

Pengamat Militer dari Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional Wawan Purwanto mengatakan penguatan pertahanan militer di perbatasan sudah seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah, melalui dukungan penguatan peralatan tempur TNI dan logistik prajurit di perbatasan.

“Justru di lini-lini yang berbatasan langsung dengan negara-negara lain yang sedang ada kerawanan memang harus diperkuat. Dan Indonesia belakangan sudah menambah sejumlah alutsista (peralatan utama sistim pertahanan). Terutama juga radar-radar pendukung, sistim peluru kendali, maupun juga dari sistim persenjataan serta peralatannya termasuk logistik,"kata Wawan.

Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Moeldoko di sela-sela kunjungan lima harinya di China mengatakan penambahan dan penempatan kekuatan yang proporsional di Natuna perlu dilakukan sebagai sistem peringatan dini bagi Indonesia dan TNI, sekaligus dalam mengantisipasi dampak instabilitas di Laut China Selatan. TNI, tambah Panglima, akan terus memantau setiap perkembangan di Laut China Selatan, dan siap mengantisipasi apapun akibat dari instabilitas di wilayah tersebut.

Pulau Natuna dengan luas daratan 2.631 kilometer persegi, di utara berbatasan dengan perairan Vietnam, dan wilayah timurnya berbatasan dengan Malaysia Timur, Kalimantan Barat dan Brunei Darussalam. Sementara itu, di barat Pulau Natuna dengan luas lautan 262.156 kilometer persegi berbatasan dengan Semenanjung Malaysia Barat.

Permasalahan Laut China Selatan belum juga mendapat titik temu. Negara –negara di Asia selain China yang turut mengklaim kawasan sengketa tersebut adalah Malaysia, Vietnam, dan Taiwan.

China dan Taiwan merupakan dua negara yang mengklaim bagian terbesar dari perairan strategis itu. China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, yang diyakini memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat banyak.

China mengklaim sekitar 90 persen dari 3,5 juta kilometer persegi Laut China Selatan, yang bersinggungan dengan Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Taiwan. Tidak itu saja, China juga berencana menetapkan Zona Indentifikasi Pertahahan Udara (ADIZ) di Laut China Selatan. 




Sengketa LCS : Asia Tenggara VS China


3
Sengketa laut China Selatan
Sengketa laut China Selatan

Filipina menyerukan kepada Malaysia, Vietnam dan Negara-negara tetangga lain untuk bergabung mengajukan gugatan hukum atas klaim teritorial besar-besaran yang dilakukan China di Laut China Selatan.
 

Jaksa Agung Filipina, Francis Jardeleza, 27/2/2014 mengatakan bahwa Malaysia, Vietnam dan dua pemerintahan lainnya bisa bergabung dalam gugatan hukum yang telah diajukan Filipina tahun lalu di hadapan pengadilan internasional, atau mendaftarkan gugatan sendiri dalam menyelesaikan konflik terkait klaim teritorial China.

 
claim-china11.jpg
 
Jardeleza mengatakan satu-satunya kesempatan bagi negara-negara kecil untuk mempertahankan wilayah mereka melawan superpower Asia itu, hanyalah dengan cara damai melalui pengadilan.
 

China, Brunei, Malaysia, Filipina dan Taiwan terlibat konflik terkait klaim wilayah di sepanjang Laut China Selatan. Perselisihan itu secara berkala meletus ke dalam konfrontasi berbahaya, dan memicu ketegangan dalam masalah keamanan serta diplomatik.
 
Tentara Filiphina tancapkan bendera nasional di Kaeang Scarborough, LCS
Tentara Filipina tancapkan bendera nasional di Kaeang Scarborough, LCS

 
Konflik Terbaru
 
Sementara itu, dua kapal China yang melakukan latihan kurang dari setahun di sekitar kawasan pulau karang James Shoal telah membuat Malaysia terkejut dan menciptakan pergeseran penting dalam cara negara jiran itu menghadapi konflik Laut China Selatan.
 
Pulau karang itu terbentang di luat wilayah perairan Malaysia tapi berada di dalam wilayah 200 mil laut zona ekonomi ekslusif.
 

Insiden Januari lalu, khususnya, telah memicu Malaysia untuk diam-diam menjalin kerjasama dengan Filipina dan Vietnam, dua negara tetangganya di Asia Tenggara yang paling keras mengkritik langkah China di wilayah itu, dalam upaya mengikat Beijing untuk menyepakati kode etik di wilayah perairan Laut China Selatan, demikian diungkapkan oleh seorang sumber diplomatik Malaysia.

 
lcs-china-3
 
Kesombongan kapal-kapal Beijing juga akan mendorong Kuala Lumpur untuk mendekat ke Amerika Serikat, sekutu terpenting mereka dalam bidang keamanan, sekaligus semakin memperdalam perpecahan antara Asia Tenggara dengan China dalam konflik di perairan yang kaya mineral tersebut.
 

Malaysia secara tradisional bersikap “tiarap” dalam masalah keamanan ini, karena mereka ingin menjalin hubungan ekonomi yang lebih dekat dengan China, yang merupakan rekan dagang terbesar mereka.
 

“Itu adalah sebuah ‘panggilan untuk membangunkan‘ bahwa itu bisa terjadi pada kami dan itu terjadi…“ kata Tang Siew Mun, ahli kebijakan luar negeri di Malaysia’s Institute of Strategic and International Studies, sebuah lembaga kajian yang memberi masukan kepada pemerintah dalam urusan luar negeri.

“Untuk beberapa lama kami percaya dengan hubungan khusus ini (antara Malaysia-Cina)… kasus James Shoal telah menunjukkan lagi dan lagi kepada kami bahwa ketika sudah tiba pada urusan mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasionalnya (China), maka itu akan menjadi sebuah permainan yang berbeda.




Sumber : DW

Pembelian Apache dan F-16 Tetap Berlanjut


Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, kekurangan Rp 27 triliun tidak membuat proses pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) terhenti begitu saja. Sebab, dari jumlah itu, pemerintah masih memiliki dana sebesar Rp 123 triliun.

Dana tersebut berasal dari platform yang diajukan Kementerian Pertahanan sebesar Rp 150 triliun. Namun, dari jumlah itu, Rp 27 triliun memang tidak dicairkan.

“Karena yang kita lakukan itu, misalkan F16. Itu budgetnya beli 6, ternyata kita bisa dapat 24. 6 Itu kan budget beli baru, kita dapat sekarang yang second hand, tapi kita upgrade lebih bagus lagi dan itu bisa terbang dan kita tingkatkan menjadi block 52. Nah itu udah nolong,” ujar Purnomo usai sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, 27/2/2014.

Meski tidak dicairkan, Purnomo beranggapan langkah tersebut sebagai upaya efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah. Sehingga, proses pembayaran alutsista yang dibeli hanya dapat menggunakan dana sebesar Rp 123 triliun saja. Dengan demikian, dalam lima tahun dapat dilunasi sebesar Rp 24,6 triliun.

“Dan ternyata dari sisi jumlah tak mengganggu. Malah kita dapat kapal Usman Harun, John Lie dan Bung Tomo segala. Frigat kita yang baru dari Inggris,” ungkapnya. 




Sumber : Merdeka

Saturday, March 1, 2014

TNI AD Operasikan 28 Panser Korea Selatan


Panser Tarantula TNI AD (photo : jaka92)

TNI Angkatan Darat mengoperasikan 28 panser kanon Ta­rantula buatan Korea Selatan dengan kanon Cockerill Mk III ukuran 90 milimeter. Kepala Staf TNI AD Jenderal (TNI) Budiman, yang ditemui di Jakarta, Kamis (27/2), mengatakan, untuk pertama kalinya TNI AD menggunakan panser buatan Korsel dengan penggerak enam roda tersebut ditempatkan di Jakarta dan Jawa Timur.

“Ada 20 unit ditempatkan di Jakarta dan delapan unit di Jawa Timur di sebuah batalyon kavaleri di Pasuruan,” kata Budiman. Panser tersebut dibuat atas kerja sama pabrikan Korsel dengan PT Pindad di Bandung, Jawa Barat. Uji tembak sudah dilakukan dengan beragam munisi 90 milimeter pada Oktober 2013 di Cipatat, Jawa Barat. Panser kanon tersebut memiliki keunggulan, antara lain, tolak balik (recoil atau entakan) saat menembakkan meriam tidak terasa. KSAD mengatakan akan melakukan transfer teknologi semak­simal mungkin dalam proyek Tarantula.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Coupons