Total Pageviews

Tuesday, March 10, 2015

SAAB Swedia Akan Tawarkan Erieye AEW&C Kepada Indonesia

TNI AU dalam kurun waktu 2015-2019 akan membeli 3 pesawat AEW&C dengan basis pesawat jet (all photos & image s : Saab)

Gotheborg, Swedia (ANTARA News) - SAAB AB, perusahaan industri sistem pertahanan dan keamanan Swedia, telah memulai serangkaian pembicaraan tentang penawaran sistem pengamatan udara Erieye AEW&C kepada pemerintah Indonesia untuk mengawal wilayah udara, darat, dan maritim Tanah Air.

"Kami akan senang jika sistem kami itu bisa diterima Indonesia dan kami telah melakukan pembicaraan soal ini dengan pemerintah Indonesia,” kata Wakil Presiden dan Kepala Sistem Pengamatan Udara dan Bisnis Sistem Pertahanan Elektronika SAAB AB Lars Tossman di Gotheborg, Swedia, Senin waktu setempat. 

Penawarannya itu, kata Tossman, terkait juga dengan penawaran sistem pesawat tempur JAS-39 Gripen yang turut dalam proyeksi pengganti pesawat tempur F-5E/F Tiger II pada Skuadron Udara 14 TNI AU. 

Menurut dia, sistem yang dikembangkan SAAB AB pada piranti Erieye AEW&C sangat pas dengan keperluan Indonesia yang memiliki wilayah udara sangat luas. 

Dari ketinggian operasionalnya, sistem pengamatan dan intelijen Erieye AEW&C ini bisa menjangkau wilayah pada radius lebih dari 900 kilometer yang berarti sudah di balik kelengkungan Bumi, setara dengan “volume” ruang diawasi 500.000 kilometer persegi horisontal dan 20 kilometer vertikal. 

Berbasis sistem Active Electronically Sensor Array, sistem ini bekerja pada frekuensi S-band, dengan sensitivitas ultratinggi, dan pencitraan objek diamati secara seketika. Data-link yang diterapkan berbasis NATO data-link L16 dan L11. 


Jika ditempatkan di wilayah udara Indonesia, maka cuma diperlukan dua Erieye AEW&C di udara Jakarta dan Makassar agar bisa melingkupi 80 persen wilayah udara Tanah Air. 

Secara teknis, jika ada pesawat terbang penyusup berkecepatan suara (sekitar 900 kilometer perjam), sistem ini bisa segera mengetahui kehadirannya sehingga pesawat tempur Indonesia memiliki cukup waktu untuk menangkalnya. 

Sejauh ini, TNI AU hanya memiliki satu skuadron udara pengamatan (surveillance) itu, yaitu Skuadron Udara 5 yang terdiri dari tiga pesawat Boeing 737-200 Maritime Patrol. Pesawat ini dilengkapi sensor SLAMMR ( Side Looking Airborne Modular Multimission Radar), peralatan navigasi INS (Inertial Navigational System) dan Omega Navigation System. Semuanya berbasis teknologi dasawarsa 1980-an.

Lossman menyatakan, sistem Erieye AEW&C memiliki beberapa keunggulan, antara lain bisa disesuaikan dengan keperluan domestik pemakainya. "Bahkan, pijakan alias platform pesawat terbang pembawanya bisa disesuaikan. Yang sudah disertifikasi sejauh ini adalah SAAB 2000 dan Embraer 145," kata dia. 

Tipe pesawat terbang "penggendong" yang pertama, SAAB 2000 adalah turboprop.

"Kami sangat memperhatikan aspek operasionalisasi dan biaya ikutannya. Itu sebabnya, pengoperasian pesawat terbang turboprop bisa menekan biaya operasional tanpa mengenyampingkan fungsi dan efektivitasnya," kata dia. 

Direktur Pemasaran Sistem Udara SAAB AB Magnus Hagman menyatakan, dari Asia Tenggara, baru Thailand yang menandatangani pemesanan jadi Erieye AEW&C. Angkatan Udara Kerajaan Thailand juga menjadi operator perdana JAS-39 Gripen di ASEAN. 

Pensiunan instruktur penerbang tempur pada Angkatan Udara Kerajaan Swedia itu juga berkata, "Salah satu prinsip penting dalam operasi udara militer tempur adalah menempatkan ataus menerbangkan pesawat tempur pada tempat dan waktu yang tepat. Antara sistem Gripen dan Erieye AEW&C saling melengkapi.(Antara)


Radar militer Erieye AEW&C SAAB juga bisa untuk sipil

Gotheborg, Swedia (ANTARA News) - Sistem radar, peringatan dini, dan komando Erieye AEW&C dari perusahaan otomotif, dirgantara dan pertahanan Swedia, SAAB AB, bisa dipergunakan juga untuk keperluan sipil, selain untuk kepentingan militer.

"Ada berbagai tingkatan skala konflik yang bisa diputuskan selain status perang secara militer. Kami menawarkan solusi dari peralatan yang kami kembangkan ini, yaitu Erieye AEW&C yang ditempatkan pada pesawat terbang untuk keperluan selain militer,” kata Kepala Pengembangan Bisnis Pemasaran SAAB AB, Lars Ekstrom, di Kantor Sistem Pertahanan Elektronika SAAB AB, di Gotheborg, Swedia, Senin.

Gotheborg di selatan Swedia adalah "rumah" bagi pengembangan piranti lunak dan sistem pertahanan elektronik. SAAB AB menghabiskan 28 persen dananya untuk riset dan pengembangan produk dan sistem.

Ekstrom menyebutkan, ada banyak keunggulan dari penerapan Erieye AEW&C yang selama ini bisa ditempatkan pada empat jenis pesawat terbang, di antaranya SAAB 340, pesawat terbang turboprop. Tak kalah penting adalah menambah jangkauan pantauan radar hingga 10 kali dari pada radar berbasis daratan.

Menurut data SAAB AB, Erieye AEW&C bisa menjangkau jarak hingga 200 mil laut dengan mampu mendeteksi objek bergerak atau tidak bergerak sampai seukuran sepeda kayuh, baik di darat, udara, maupun permukaan laut. Ini adalah sistem pengawasan yang lebih maju ketimbang sistem peringatan dini AWACS.


Saat memberi penjelasan, Ekstrom didampingi sejumlah petinggi SAAB AB, yang juga mengembangkan pesawat tempur generasi terkini, JAS-39 Gripen A/B, C/D, dan NG.

"Misi selain militer sangat bisa dilakukan Erieye AEW&C, mulai dari pemantauan pencurian ikan di laut, penyelundupan di perbatasan negara, penanggulangan penyelundupan narkoba, operasi SAR, sebagai ATC, hingga gerilya,” katanya.

SAAB AB memiliki dokumentasi operasionalisasi armada Erieye AEW&C saat berpatroli udara.

Dari semua performansi Erieye AEW&C, semua produk informasinya bisa dilimpahkan ke dalam sistem datalink sehingga pusat komando operasi —berada di dalam pesawat pembawa Erieye AEW&C atau di darat dan laut— bisa segera mengambil keputusan dan perintah.

Menurut Ekstrom yang puluhan tahun mengembangkan sistem ini, Erieye AEW&C bisa dioperasikan dalam berbagai mode secara bersamaan.

Berlainan dengan AWACS, Erieye AEW&C dapat memokuskan pada bidang pengamatan dalam satu atau beberapa objek untuk segera kembali “menyapu” bidang pengamatan secara keseluruhan, kata Ekstrom.

Sumber: (Antara)

Sunday, March 8, 2015

Sertifikasi Panser Anoa Amfibi akan Selesai Juni


Varian panser Anoa Amfibi dapat berputar 360 derajat di atas permukaan air (photo : Defense Studies)

Pindad Segera Pamerkan Panser Amfibi

BANDUNG – PT Pindad menargetkan dapat memamerkan panser amfibi yang mereka kembangkan, pada HUT TNI, Oktober mendatang.

Pengembangkan panser amfibi itu sebagai bagian dari upaya  menjawab kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI.

Dirut Pindad Silmy Karim mengungkapkan hal itu ketika menerima kunjungan Danpussenif Mayjen TNI Hinsa Siburian di Bandung, Kamis (5/3). ”Diharapkan, sertifikasi panser selesai Juni mendatang. Jadi pada HUT TNI nanti sudah bisa ambil bagian dalam parade,” jelasnya.

Menurut dia, pihaknya terus menyempurnakan varian terbaru pansernya, terutama kemampuan amfibi, pertimbangan kebutuhan, doktrin, kecepatan, keselamatan, dan pengoperasian.

Panser tetap berfungsi sebagai angkut personel. Hanya saja, panser bisa menembus rawa, sungai, dan danau sehingga memudahkan pergerakan pasukan.

Lincah

Dalam atraksi yang diperlihatkan kemarin, dalam posisi mengambang, purwarupa panser amfibi itu lincah bergerak ke sana-mari. Panser sanggup maju dan mundur dan berkelok tajam. Panser memiliki water propeller sebagai penggerak di air.

Hinsa mengapresiasi produk Pindad tersebut. Secara implisit, perwira tinggi bintang dua tersebut bahkan menyatakan tertarik dengan performa panser amfibi.

”Khusus infanteri, yang ditonjolkan adalah manuver dan tembakan. Infanteri dasarnya jalan kaki. Selama ini, paser Anoa hanya di darat. Dengan panser amfibi, daya gerak dan manuvernya luar biasa,” tandasnya. (Suara Merdeka)


Varian panser Anoa Amfibi akan dipakai untuk kepentingan TNI AD (photo : Koran Sindo)

Tangguh di Laut, Kokoh di Darat

BANDUNG - Perkembangan teknologi yang semakin pesat memaksa manusia memutar otak dengan cepat. Siapa yang tak mampu mengikuti perkembangan, dipastikan akan tertinggal, bahkan terkalahkan. 

Tak terkecuali di dunia industri pertahanan. Produsen alat persenjataan asli Indonesia PT Pindad (Persero) melakukan upaya keras demi meningkatkan kemampuan produksinya. Berbagai produk dengan teknologi baru terus dikembangkan, salah satunya adalah panser jenis Anoa Amphibious. Produksi panser yang saat ini masih dalam tahap uji coba ditargetkan bisa rampung dan diluncurkan pada 2015.Masih ada beberapa tahap uji yang harus dilewati sebelum akhirnya ditetapkan laik oleh kementerian pertahanan. 

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sempat melihat kemampuan prototype Anoa Amphibious yang diujicobakan dihadapan para tamu undangan pada 11 November lalu. Kehebatan kendaraan tempur ini membuat hadirin berdecak kagum. Menhan pun menyambut baik pembuatan panser yang bisa berputar 360 derajat di atas permukaan air ini. Panser ini memang dibuat agar bisa tangguh di perairan dan kokoh di daratan. 

Meskipun sebenarnya yang sempurna di kedua medan tersebut tidak akan pernah bisa diciptakan. Tetapi Pindad mencoba mengatasi kelemahan Anoa yang saat ini belum bisa tangguh di laut. “Kalau mau jago di darat, panser harus ceper. Sebaliknya, kalau mau jago di laut, panser harus tinggi. Bahkan body-nya mirip perahu. Anoa termasuk panser ceper yang jago di darat,” ungkap Kepala Humas Pindad Sena Maulana. 

Dia menyebutkan, Anoa Amphibious diciptakan agar panser untuk tentara Indonesia bisa kokoh di darat, juga tangguh di laut. Pembuatan panser ini untuk menjawab kebutuhan tentara yang menginginkan kendaraan khusus seperti itu.Progres pembuatan proto type Anoa Amphibious ini sendiri masih dalam tahap uji internal yang dimaksimalkan. Uji ngambang, tes maju di air (maju, mundur, ngerem), berputar 360 derajat. 

Tampak depan Anoa versi amfibi (photo : Defense Studies)

Belum lagi uji ketahanan terhadap ombaknya, hingga kedalaman berapa bisa bertahan, medan apa saja yang bisa dilalui, dan lain-lain. “Selama uji internal juga kita coba gak dimatiin selama empat hari dengan berkeliling Pulau Jawa. Tahan atau tidak,” ujar dia. Setelah itu, masih ada beberapa tahapan lagi yang harus dilalui sebelum akhirnya diluncurkan. Pindad harus mendaftarkan sertifikasinya ke divisi penelitian dan pengembangan angkatan darat. 

Di situ dibentuk tim yang di dalamnya ada tim uji bidang peralatan, alat komunikasi, kemampuan khusus dan lain-lain. Dengan baling-baling yang agak besar, Anoa Amphibious memiliki kecepatan 10 knot atau 18,52 km/jam. Berat panser ini dengan disertai peralatan lengkap tanpa orang sekitar 12 ton. Harga jualnya belum keluar. 

Namun, jika melihat harga jual Anoa standar saja sekitar Rp12 miliar/unit. “Anoa Amphibious lebih dari itu. Karena spesifikasinya juga lebih. Apalagi beberapa komponen masih didatangkan dari luar seperti mesin dan baling-baling,” terangnya. 


Meskipun beberapa komponen masih didatangkan dari luar negeri, kita patut berbangga pada industri pertahanan dalam negeri yang terus berupaya meningkatkan kapasitas produksinya. Hanya saja perkembangan industri pertahanan luar negeri juga harus dikejar lebih cepat lagi.
 

Sumber: (Koran Sindo)

Analisis: Kogabwilhan Diambang Fajar

Selalu ada berita yang menggembirakan tentang perkuatan hulubalang republik.  Meski sebenarnya esensi perkuatan tentara kita itu adalah untuk mengejar ketertinggalan pemakaian alutsista berteknologi terkini berikut manajemen pertempuran modern. Pembentukan komando gabungan matra TNI yang dikenal dengan sebutan Kogabwilhan merupakan angin segar yang bisa mengarahkan cara pandang kita bahwa doktrin pertempuran yang dianut tidak lagi defensif pasif “java centris” tetapi sudah bergerak pada kurikulum “berani masuk teritori kepulauan, kugebuk”.
Pembentukan Kogabwilhan adalah untuk menjawab tantangan sekaligus cemoohan yang berbunyi : “negara kepulauan kok hanya memprioritaskan kekuatan angkatan darat sementara angkatan laut dan udara hanya kekuatan suplemen”.  Setelah dicerna dan dianalisis benar juga sih, meski sebelumnya sudah dilakukan perubahan orientasi dengan memperkuat alutsista AL dan AU.  Australia yang nota bene negara benua justru angkatan daratnya hanya nomor buncit kekuatannya dibanding dengan kekuatan angkatan udara dan angkatan laut negeri kanguru itu.
Helikopter Mi35 dan Apache Penerbad, bukan lagi mimpi
Tantangan ke depan berkaitan dengan jaminan keutuhan teritori Indonesia haruslah dengan mempersiapkan kekuatan pukul yang sepadan dengan nilai ancaman.  Misalnya dengan Natuna, jangan anggap enteng dengan ancaman lidah naga di perairan dan kepulauan itu.  Maka jangan sampai terlambat mempersiapkan lebih dini manajemen pertahanan dengan kekuatan alutsista berteknologi di kawasan hot spot itu.  Gabungan kekuatan darat, laut dan udara dalam sinergi komando dengan kekuatan alutsista modern diniscayakan mampu menegakkan kewibawaan teritori di kawasan kaya sumber daya energi itu.
Kita menyambut gembira dengan kedatangan manajemen pertahanan yang baru, Kogabwilhan. Dengan terbentuknya 3 Kogabwilhan tentu persebaran alutsista udara dan laut harus dipersiapkan.  Misalnya Kogabwilhan I di barat Indonesia dengan hotspot Natuna. Untuk kekuatan udara minimal harus tersedia 3-4 skuadron tempur bersama kekuatan laut armada barat dengan 30-35 KRI striking force.  Di Natuna sendiri minimal harus tersedia 1 flight jet tempur untuk patroli udara setiap saat.  Menggaharkan kekuatan militer di kawasan hotspot adalah untuk memastikan ketersediaan dan kesiapsiagaan militer bersama alutsistanya sekaligus membuat pihak lawan berhitung cermat.
Sukhoi di Tarakan, jawaban untuk jiran
Dalam konteks persebaran armada yang masih diperdebatkan, tentu pusat armada barat yang berada di Jakarta sudah selayaknya dipindah ke tempat lain. Ada rencana bagus sejak lama  untuk memindahkannya ke Teluk Ratai di Lampung tetapi ancaman gunung Krakatau menjadi kendala. Tetapi pemusatan kekuatan pasukan marinir di Piabung setingkat brigade sudah terlanjur direalisasikan. Bukankah pembangunan kesatrian marinir di Piabung adalah dalam rangka menjadikan Teluk Ratai sebagai pangkalan armada barat. Nah kan jadi muter-muter begitu ceritanya.
Pernyataan KSAL tentang akan adanya kapal perang LPD (Landing Platform Dock)  yang dijadikan pangkalan armada berjalan sekaligus markas manajemen pertempuran tentu menarik. Pangkalan berjalan sebagai pusat komando, koordinasi komunikasi militer dan intelijen tentu harus punya kekuatan pertahanan diri.  Seperti kita ketahui kelima kapal perang jenis LPD yang kita miliki belum memenuhi standar pertahanan kapal perang yang memadai.  Tetapi tidaklah sulit untuk mendandani pertahanan kapal perang dengan berbagai jenis persenjataan terkini apalagi jika ingin dijadikan kapal markas.
Sebagaimana renstra yang sudah diumumkan, menjadi hitungan yang sebangun bahwa TNI AU akan menambah kekuatan menjadi 12 skuadron tempur udara.  Untuk 3 Kogabwilhan kekuatan ini dianggap memadai dengan distribusi masing-masing mendapat 3 skuadron tidak termasuk Jawa.  Sementara kebutuhan kapal perang berbagai jenis untuk kekuatan 3 armada TNI AL memerlukan 190-200 KRI. Sebagai kekuatan alutsista strategis TNI-AL sangat membutuhkan pemenuhan 8-10 kapal selam sampai dengan tahun 2020. Jadi harus ada percepatan penambahan kapal selam selain yang sedang dibuat di Korsel.
Kapal perang baru dari Perancis KRI Rigel 933
Kita meyakini pemenuhan perabot rumah tangga Kogabwilhan akan mulai terlihat gahar mulai tahun 2020 mendatang.  Itu pun dengan catatan harus ada percepatan pemenuhan kebutuhan alutsista di berbagai sektor, misalnya penambahan 3-4 skuadron jet tempur selama lima tahun ke depan. Tentu pencapaian percepatan itu harus didukung multlak dengan kekuatan anggaran pertahanan.  Dengan membandingkan anggaran tahun ini yang mencapai 102 trilyun dibanding dengan anggaran tahun sebelumnya 84 trilyun jelas ada kenaikan yang cukup tajam.  Demikian juga dengan tahun-tahun berikutnya, tentu ini menggembirakan.
Oleh sebab itu tidak sulit menambah 15-20 Kapal Cepat Rudal yang dibuat di dalam negeri, 4-5 Kapal Perusak Kawal Rudal kerjasama Belanda dan PAL, 6 kapal selam kerjasama Korsel dan PAL.  Yang jelas itu sudah ada proyeknya, tinggal menambah kuantitas ordernya.  Sangat dimungkinkan ada penambahan 3-4 kapal perang berkualifikasi Fregat bersama 60-70 tank amfibi untuk marinir. Seperti kita ketahui sejalan dengan pembentukan Kogabwilhan, pasukan serbu pantai ini juga mengembangkan kekuatannya dengan menambah 1 divisi pasukan untuk mengawal timur Indonesia khususnya Papua.
Mempersiapkan kekuatan militer bukan berarti kita beranjak pada karakter ofensif tetapi lebih pada keinginan yang kuat untuk menjaminpastikan kewibawaan teritori kita terjaga dengan utuh. Tantangan ke depan adalah perebutan sumber daya energi, negeri kita memiliki potensi kekayaan itu.  Selayaknya kita jaga, dan menjaganya tentu dengan kekuatan milter sekelas herder.  Sebab kalau hanya sekelas pudel, tetangga sebelah pada ribut dan ngenyek, apalagi kalau lidah naga menyemburkan api. Kita harus mampu menghentikan semburan liar lidah naga itu.
 
 
Sumber: Analisis
 

Friday, March 6, 2015

PT Pindad Uji Coba Munisi 105 MM Howitzer

Uji coba munisi 105 mm buatan Pindad (photo : BeritaJatim)

Lumajang- Pabrik munisi (amunisi) organik PT Pindad, Turen, Kabupaten Malang, Provinsi Jatim, mengelar uji coba produk Munisi Kaliber Besar (MKB) untuk Meriam 105 milimeter (mm) Howitzer di Lapangan Tembak Dinas Penelitian dan Pengembangan (Ditlitbang) TNI AU di tepian pantai, Desa Pandawangi, Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang, Jatim, Jumat (6/3).

Terdapat tiga jenis amunisi atau biasa disebut pula dengan granat meriam Howitzer 105 mm yang diuji coba, yakni jenis Practice Cadtrige, Smoke Hell, dan High Explosice (HE).

Uji coba Munisi Arteleri Medan (MAM) jenis 105 Howitzer tersebut dihadiri petinggi TNI AD di antaranya, Wakasad Log Brigjen TNI Jani, Dirpalad Brigjend TNI Basuki Abdulla dan Danpusenarmed Brigjen TNI Sonhaji, guna melihat langsung dari dekat kehebatan amunisi karya putra-putra terbaik bangsa. "Kita ingin mengetahui kemampuan dari 105 Howitzer,' ujar Brigjen TNI Jani kepada wartawan.

Menurut dia, 105 Howitzer adalah produk anak negeri yang tidak kalah hebatnya dengan amunisi dari luar. Selain murah dan sangat efektif, karena mampu diproduksi sendiri, maka sangat membantu dalam pertempuran dan operasi militer. "Kita sudah pernah coba dan terus kita tingkatkan kemampuan efektif dari 105 Howitzer," ujarnya.

Sementara itu, Kadiv Munisi PT Pindad Malang, I Wayan Sutaman mengaku, pengembangan munisi terus dilakukan guna membantu TNI, sehingga alutsista (alat utama sistem pertahanan) TNI tidak kalah dengan luar negeri. 105 Howitzer yang diujicobakan tersebut memang khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan Armed dan Marinir, tandas I Wayan Sutaman.

Lebih hebat

Sesuai hasil uji coba, kemampuan dari 105 Howitzer bisa meluncur sejauh 11 kilometer dengan dampak ledakan 25 meter persegi. Munisi Howitzer membantu pergerakan prajurit dalam operasi militer guna memasuki markas musuh. Granat Meriam adalah salah satu alutsista MKB yang digunakan oleh TNI Angkatan Darat dalam rangka menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurut Sutaman, granat meriam atau munisi meriam, terdiri dari beberapa bagian seperti, bagian selongsong, bagian propelan sebagai pendorong, serta bagian hulu ledak. Teknologi yang digunakan adalah teknologi dari Swedia. Kapasitas dari filling atau pengisian TNT ataupun campuran TNT ke dalam hulu ledak granat meriam ini sendiri mencapai 1.200 kg per shift, dan di dalam hulu ledak granat meriam 105 berisi 2 kg TNT. Itu berarti dalam sehari PT Pindad mampu melakukan pengisian hulu ledak granat meriam sebanyak 600 hulu ledak.

Granat meriam itu sendiri dimasukkan ke dalam laras meriam (loading), dan titik jatuhnya, tergantung dari elevasi atau sudut dari loading yang diinginkan. Penggunaan granat meriam di TNI AD itu sendiri sudah sejak perang dunia ke dua (PD II) hingga selesai. TNI AD yang di waktu-waktu sebelumnya masih menggunakan granat meriam produk luar negeri, kini sudah mulai menggunakan produk PT Pindad.

PT Pindad di Turen, Kabupaten Malang sudah memproduksi granat meriam. Fasilitas untuk produksi granat meriam yang disebut dengan filling plant (khusus bagian hulu ledak) itu sendiri sudah dimiliki sejak 1991. Unit filling plant yang dimiliki PT Pindad tersebut merupakan yang terbesar se-Asia Tenggara. Bahkan, beberapa negara tetangga belum memiliki filling plant sebagaimana dimiliki PT Pindad.

Sumber: (Berita Satu)

Tuesday, March 3, 2015

Pesawat Tanpa Awak untuk Survei Kemaritiman

Pesawat tanpa awak untuk keperluan (image : Kompas) 

JAKARTA, KOMPAS - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau Lapan tengah menyiapkan empat seri pesawat tanpa awak untuk menjalankan misi sistem surveilans kemaritiman, pemantauan, dan pemetaan perbatasan. Pengembangan dilakukan pada sistem komunikasi, pengendali, dan muatannya.

Menurut Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan Gunawan S Prabowo, Minggu (1/3/2015), di Jakarta, mulai 2015 hingga tiga tahun ke depan, empat pesawat tanpa awak (drone) yakni Lapan Surveillance Unmanned Aerial Vehicle atau LSU-02 hingga LSU-05 akan diintegrasikan pada sistem survei kemaritiman.


Uji coba LSU-2 di geladak KRI Frans Kaisiepo 368 (photos : Lapan)

Program rancang bangun LSU dirintis di Lapan pada 2011, di Pusat Teknologi Penerbangan. Kini LSU-01 hingga LSU-03 dioperasikan. LSU-01 untuk survei kebencanaan. Adapun LSU-02 yang memecahkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) untuk terbang pergi pulang sejauh 200 kilometer dipakai untuk pemotretan udara dan pemetaan.

Pesawat itu diprogram otomatis untuk terbang mandiri menuju Nusawiru berjarak tempuh 100 kilometer dan kembali ke landasan dua jam kemudian. Pesawat LSU 02 memiliki bentangan sayap 2,5 m dan panjang badan 2 meter. Pesawat UAV Lapan itu sudah dioperasikan untuk memotret kawah Gunung Merapi dan memantau banjir di DKI Jakarta pada Januari 2013. Teknologi itu juga bisa mendukung program ketahanan pangan dengan pemantauan sawah untuk estimasi produksi padi.



Wahana itu akan digunakan Direktorat Topografi TNI AD dan Badan Informasi Geospasial untuk pemantau dan pemetaan daerah perbatasan. Wahana dirancang untuk tinggal landas dan mendarat di kapal dan pernah diikutkan latihan gabungan TNI.

Pesawat nirawak LSU-03 dengan jangkauan 350 km bisa menjalankan misi surveilans dan perekaman video seketika (realtime). "Tipe LSU itu mampu mengangkat muatan hingga 10 kilogram atau dua kali LSU-02," kata Kepala Bidang Aerodinamika Lapan Agus Aribowo.



Wahana LSU-05 yang berbobot total 120 kg telah diuji terbang akhir 2014. Pesawat tanpa awak generasi terbaru itu mencapai 6 meter atau dua kali lebih panjang daripada LSU-02. Badan pesawat itu terbuat dari paduan bahan komposit lebih ringan. "Dengan berat ringan, muatannya lebih banyak," kata Agus.


LSU-05, pesawat tanpa awak buatan Lapan (photo : Lapan)

Wahana itu akan dipasang sistem radar yang bisa memetakan daerah berawan. Tujuan lain adalah untuk survei geologi dan medan magnet bumi.

Sumber: (Kompas)

Monday, March 2, 2015

TNI AU Berikan Tanggapan Mengenai Tawaran Pesawat Typhoon


                             photo : Richard Sanchez0

TNI AU Inginkan Pesawat Tempur Generasi 4,5

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara menyerahkan keputusan penggantian pesawat tempur F5 yang akan habis masa pakainya kepada Kementerian Pertahanan. Namun, TNI AU menyatakan, pertimbangan efek gentar menjadi penekanan utama dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan TNI AU.

"Kami inginkan pesawat tempur generasi 4,5 karena pertimbangan deterrence effect (efek gentar) dan luasnya wilayah Indonesia," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto, Minggu (1/3). 

Hadi mengatakan, beberapa waktu lalu, Duta Besar Spanyol untuk Indonesia Fransisco Jose Viqueira Niel bertemu dengan Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna. "(Dalam pertemuan itu) sempat disinggung soal Eurofighter Typhoon," katanya. 

Dalam pertemuan dengan wartawan pekan lalu, Fransisco mengatakan, konsorsium negara-negara Eropa pembuat pesawat jet tempur Eurofighter menawarkan pesawat itu kepada Indonesia. Menurut dia, teknologi yang dimiliki Typhoon cocok untuk Indonesia dan mesinnya tidak perlu diganti dalam jangka panjang. Namun, harga pesawat itu lebih mahal dibandingkan dengan pesaing terdekatnya, yaitu Sukhoi Su-35 buatan Rusia.

"Keunggulan Eurofighter adalah mesinnya seumur hidup, tak perlu mengganti mesin. ?Pesawat lain perlu mengganti dua atau tiga kali," kata Fransisco.

Fransisco mengatakan, pihaknya bersedia bekerja sama dengan Indonesia dalam bentuk transfer teknologi, termasuk soal elektronik dan avionik pesawat. Paket transfer teknologi menjadi keharusan untuk pembelian pesawat tempur saat ini. 

"Indonesia sedang membuat pesawat tempur IFX, kami bisa ikut kontribusi teknologi di dalamnya," kata Fransisco yang mewakili Spanyol, Inggris, Italia, dan Jerman.

Kebiasaan

Terkait dengan transfer teknologi, Hadi mengakui selama ini Indonesia banyak bekerja sama dengan perusahaan Spanyol, CASA, seperti dalam pembuatan N 295. Namun, ia mengatakan, ada banyak pertimbangan dalam pengadaan pesawat tempur selain transfer teknologi, seperti efek gentar di kawasan. 

TNI AU membutuhkan jenis pesawat tempur yang heavy fighter (pesawat tempur berat). TNI AU tak menunjuk langsung merek pesawat tempur yang diinginkan. Namun, faktor kebiasaan di mana banyak pilot TNI AU telah terbiasa dengan jenis pesawat tertentu perlu menjadi pertimbangan dalam pembelian pesawat itu. "Kita juga butuh pesawat yang mampu mengangkat beban seperti senjata dan bahan bakar dalam jarak jauh dengan generasi baru, yaitu generasi 4,5," kata Hadi.

Catatan Kompas, ada sejumlah pesawat yang sempat disebut sebagai pengganti F 5E/F Tiger yang telah beroperasi sejak era 1980-an. Selain Eurofighter Typhoon, kandidat itu adalah Sukhoi Su-35, JAS-39 SAAB Gripen, dan F16 Block 52. Indonesia pertama kali membeli Sukhoi tahun 2003 saat Megawati Soekarnoputri menjadi presiden.

Sumber: (Kompas)

Sunday, March 1, 2015

Program Modernisasi TNI AL Masih Berlanjut

Kapal hidro oseanografi terbaru TNI AL (photo : Cabaude)

Program modernisasi alutsista TNI AL terus berlanjut. Modernisasi alutsista ini guna mendukung agenda pemerintahan Jokowi-JK menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. 

KASAL Laksamana Ade Supandi mengatakan hal itu dalam acara ramah-tamah dengan Jurnalis di Mabes TNI AL Jakarta, Jumat (27/2). Ade mengatakan, dia terus melanjutkan beragam program yang dirintis Laksamana (Purn) Marsetio.


Design kapal layar pengganti KRI Dewaruci (image : OliverDesign)

"Kapal selam sudah bisa bersandar di pangkalan kapal selam di Teluk Palu, Sulawesi Tengah. Perlengkapan pendukung berteknologi tinggi sedang diselesaikan. Pengadaan kapal-kapal baru terus dilanjutkan, seperti kapal hidro oseanografi hingga kapal latih pengganti KRI Dewaruci," kata Ade. 

Ade menjelaskan kapal hidro oseanografi buatan Perancis akan berlayar ke Indonesia pada April 2015. Kapal itu dijadwalkan tiba di Tanah Air sekitar Juni 2015. 


Kapal LST KRI Teluk Bintuni (photo : Saibumi)

TNI AL juga membangun kembali kapal latih pengganti KRI Dewaruci dengan model yang sama. Kapal bertiang layar tinggi sepanjang 78 meter tipe Brigantine, lebih panjang 20 meter dari Dewaruci, dibangun di galangan kapal di Spanyol dan diperkirakan selesai pada 2017. 

Sementara KRI Dewaruci akan menjadi museum terapung sebagai penghormatan atas tradisi maritim Indonesia. Kapal-kapal perang lain turut dibangun, seperti KRI Teluk Bintuni untuk mengangkut MBT Leopard di galangan kapal dalam negeri.


Kapal Cepat Rudal KCR-60 (photo : Joko Sulistiyo)

Ade meminta jajaran TNI AL tetap terbuka kepada media masa dan terus membangun kepercayaan publik terhadap profesionalitas mereka. TNI AL siap menegakkan kedaulatan Indonesia di Lautan, termasuk penanganan pencurian ikan oleh kapal asing.  

Ekspansi Pindad  

BUMN produsen kendaraan tempur, persenjataan, dan amunisi yang berbasis di Bandung Jawa Barat, PT Pindad, fokus mengembangkan amunisi kaliber besar. Program ini bertujuan mengurangi ketergantungan kepada luar negeri dalam teknologi Industri pertahanan hingga menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. 

"Amunisi kaliber besar seperti 20 milimeter, 40 milimeter, 76 milimeter, 90 milimeter, dan 105 milimeter dibuat di Turen, Malang Jawa Timur. Sejauh ini amunisi berukuran 105 milimeter sudah disertifikasi Kementerian Pertahanan dan TNI AD," kata Dirut PT Pindad Silmy Karim saat menerima Menteri Perindustrian Saleh Husein dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago di Kota Bandung. 

Selain melihat beragam amunisi kaliber besar, Silmy juga mengajak Saleh dan Andrinof meninjau produksi kendaraan tempur Badak dan Anoa. 

Pindad mendapat suntikan modal Rp 700 miliar dari APBN-P 2015, Saleh Husein mengatakan semangat Pindad harus mendapat dukungan semua pihak. Ia mengimbau semua instansi pemerintah memprioritaskan produksi dalam negeri.

Sumber: (Kompas)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Coupons