Total Pageviews

Wednesday, April 22, 2015

Kisah Pesawat Bekas Pakai di TNI AU

Pesawat MiG-21 AURI (photo : Davidelit)

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara yang batal tinggal landas dan kemudian terbakar di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (16/4), merupakan bagian dari rangkaian panjang keberadaan pesawat bekas pakai yang dioperasikan TNI AU.

Era Orde Lama, kekuatan TNI AU dengan beragam pesawat tempur, seperti MiG-15 hingga MiG-21, pesawat pengebom Il-28 hingga Tu-16 KS, berhasil menjadi daya tangkal yang ikut membuat Amerika Serikat mendesak Belanda ke meja perundingan terkait Irian Barat yang akhirnya berhasil dimenangi Indonesia.

Namun, setelah peristiwa 1965 hingga 1970-an, kondisi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI AU cukup memprihatinkan. Sejarawan Yayasan Nation Building, Didi Kwartanada, menuturkan, saat itu, sejumlah pesawat tempur eks Perang Dunia II, seperti P-51 Mustang dan pesawat pengebom B-25 Mitchell, terpaksa digunakan TNI AU dalam Operasi Seroja di Timor Timur pada 1976.


Pesawat T-33 Thunderbird TNI AU (photo : Alex Sidharta)

Mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal (Purn) Chappy Hakim, dalam kumpulan tulisannya, mencatat, pesawat angkut era Perang Dunia II, DC III Dakota, juga digunakan sebagai gunship (pesawat dukungan tembakan dengan senapan mesin berat di bagian belakang pesawat) dalam operasi di Timor Timur.

Dengan didukung oleh Blok Barat yang dimotori Amerika Serikat, rezim Orde Baru memang melakukan modernisasi terhadap pesawat TNI AU. Langkah itu, antara lain, dilakukan dengan menerima hibah pesawat bekas pakai, yakni F-86 Sabre eks RAAF Australia dan jet latih T-33 Bird dari pangkalan militer AS di Subic Bay, Filipina, pada 1973. Pesawat yang didatangkan dengan memakai sandi Peace Modern itu lalu berpangkalan di Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur.


Pesawat F-86 Sabre TNI AU (photo : macan8)

Kedua jenis pesawat tersebut juga dilibatkan dalam Operasi Seroja bersama dengan pesawat-pesawat era Perang Dunia II. Salah satu kecelakaan yang terjadi adalah saat sebuah T-33 jatuh di Kota Blitar, Jawa Timur, 20 Juni 1980, di tengah latihan bersama Indonesia-Malaysia.

Modernisasi pesawat TNI AU berlanjut pada 1979-1980 dengan mendatangkan pesawat tempur bekas pakai Israel, A-4 Skyhawk. Dalam buku sejarah TNI AU dan kesaksian pelaku sejarah, almarhum Marsekal Muda (Purn) F Djoko Poerwoko, pengadaan pesawat itu dilakukan dalam Operasi Alpha yang berlangsung tertutup. Para pilot dan teknisi TNI AU berlatih di Israel dalam beberapa gelombang. Berita tentang kehadiran A-4 Skyhawk ini "ditenggelamkan" oleh adanya skuadron F-5E Tiger baru dari Amerika Serikat.


Pesawat A-4E Skyhawk II TNI AU (photo : TNI AU)

Pada tahun 2000, salah satu pesawat A-4 Skyhawk jatuh saat patroli rutin di Sulawesi Selatan. Pilot pesawat tersebut, yaitu Letnan Satu (Pnb) Albert Ludwig Inocentus Mare, adalah lulusan terbaik kedua Akabri Udara 1996.

Setelah kejadian itu, A-4 Skyhawk di-grounded. Skuadron Udara 11 kemudian mendapat darah segar dengan hadirnya jet tempur baru Sukhoi 27 dan Sukhoi 30 buatan Rusia.
Modernisasi dengan hibah pesawat bekas berlanjut pada periode terakhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, dengan mendatangkan jet tempur F-16 dari Amerika Serikat dan pesawat angkut C-130 Hercules eks RAAF Australia.

Pesawat baru

Terkait hibah F-16 tersebut, anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, menuturkan, rencana awalnya adalah membeli enam F-16 baru lengkap dengan persenjataan. Anggaran yang disediakan adalah 650 juta dollar AS dan berasal dari anggaran 2010. "Entah mengapa pemerintah lalu berubah dan memilih menerima hibah 24 unit F-16 bekas dengan biaya perbaikan 650 juta dollar AS yang lalu membengkak menjadi 800 juta dollar AS pada anggaran tambahan tahun 2013," ujarnya.


Pesawat F-16C/D TNI AU (photo : Andang Tri Prabowo)

Pengamat militer Susaningtyas Kertopati, yang juga anggota DPR 2009-2014, menuturkan, F-16 hibah yang dibuat pada 1980-an tersebut memiliki jam terbang yang masih rendah. Namun, barang bekas pakai tetap memiliki faktor risiko.

Aktivis anti korupsi militer, Al Araf, mengingatkan, keberadaan alutsista bekas akan selalu menimbulkan banyak risiko dan masalah. "Entah pesawat, tank, atau kapal perang bekas tentu tidak akan memberikan kontribusi optimal dalam membangun modernisasi persenjataan. Meski sepintas terlihat murah, biaya retrofit dan pemeliharaan alutsista bekas tetap besar," katanya.

Terkait dengan insiden terbakarnya F-16, pekan lalu, kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna berharap disediakan pesawat baru untuk TNI AU. "Tentu sebagai operator kami berharap bisa mendapat pesawat-pesawat baru," kata Agus yang juga penerbang F-16.

Sumber : (Kompas)

Monday, April 20, 2015

TNI AL Tambah Lagi Pesawat Latih

Pesawat latih Bonanza G-36 milik Skuadron Udara 200 Wing Udara 1 Puspenerbal (photo : Diana Haryanti)

TNI AL Tambah 4 Pesawat Latih Bonanza G36

Surabaya - TNI Angkatan Laut terus meningkatkan kemampuan prajurit udaranya dengan menambah pesawat latih. Hari ini, Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Puspenerbal) Juanda mendapatkan 4 buah pesawat latih dasar Bonanza G36 yang diserahkan langsung KSAL Laksamana TNI Ade Supandi.

Komandan Puspenerbal, Laksamana Pertama Sigit Setiyanta mengatakan, pesawat latih yang akan tergabung dalam skuadron 200 wing Udara I Puspenerbal di Surabaya merupakan bagian dari program pembangunan kekuatan TNI AL berdasarkan Minimum Essential Force hingga tahun 2024.

"Pesawat latih dasar ini akan digunakan untuk mendidik calon-calon penerbang TNI AL sebelum mengoperasikan pesawat operasional," katanya pada wartawan di Base Ops Lanudal Juanda, Senin (20/4/2015).

Sigit menambahkan, penyerahan 4 pesawat yang mampu mencapai ketinggian maksimal 5.600 meter di atas permukaan laut ini untuk memenuhi pembangunan kekuatan penerbangan.

"Oleh karena itu, KSAL terus melakukan upaya untuk memenuhi pembangunan kekuatan dan mendorong pengadaan pesawat udara untuk memenuhi kebutuhan fungsi intai udara taktis, anti kapal selam serta dukungan logistik cepat dan pengamatan laut," ungkap dia.

Perlu diketahui dalam periode 2015-2019, TNI AL berkomitmen membangun kekuatan khususnya untuk pesawat udara yakni helikopter anti kapal selam 11 buah, helikopter anti kapal permukaan air sebanyak 8 unit, helikopter angkut taktis 4 unit.

Selain alutsista udara, TNI AL juga akan mengembangkan beberapa pangkalan udara Angkatan Laut (Lanudal) Kelas A sebagai antisipasi pengembangan Kogabwilhan Armada Timur, Tengah dan Barat. (Detik)


4 pesawat latih Bonanza G36 yang diserahkan ke TNI AL (photo : Detik)

Usai Datangkan Bonanza G36, TNI AL akan Beli 6 Twin Engine

Surabaya - TNI AL bertekad meningkatkan kemampuan udaranya. Usai mendatangkan 4 unit pesawat latih dasar Bonanza G36, TNI AL akan kembali membeli pesawat latih jenis twin engine.

Menurut KSAL Laksamana TNI Ade Supandi, pembelian pesawat latih twin engine, dalam program pengadaan alutsista pesawat latih sebagai bentuk upaya meningkatkan kemampuan prajurit agar berkelanjutan.

"4 unit pesawat latih Bonanza G36 kan single engine dan tahun ini akan ada pengadaan pesawat latih twin engine agar kemampuannya berkelanjutan," kata KSAL usai penyerahan 4 pesawat latih Bonanza G36 ke Puspenerbal di Base Ops Lanudal Juanda, Senin (20/4/2015).

Dengan adanya pesawat latih dasar Bonanza G36, Ade mengaku sudah mempunyai 8 pesawat single engine dan berencana menambah 4 unit lagi. "Kita berharap kuota 12 unit pesawat latih single engine bisa terpenuhi dan twin engine 6 unit bisa terpenuhi sehingga mampu meningkatkan kemampuan pilot Angkatan Laut sebagai kepanjangan tangan dan deteksi kapal permukaan laut," ungkap dia.

Ia juga berpesan kepada Komandan Puspenerbal, Laksamana Pertama Sigit Setiyanta agar menjaga dan merawat 4 unit pesawat latih dasar buatan Amerika Serikat yang dibeli seharga Rp 59 miliar.

Perlu diketahui dalam periode 2015-2019, TNI AL berkomitmen membangun kekuatan khususnya untuk pesawat udara yakni helikopter anti kapal selam 11 buah, helikopter anti kapal permukaan air sebanyak 8 unit, helikopter angkut taktis 4 unit.


Selain alutsista udara, TNI AL juga akan mengembangkan beberapa pangkalan udara Angkatan Laut (Lanudal) Kelas A sebagai antisipasi pengembangan Kogabwilhan Armada Timur, Tengah dan Barat. 



Sumber : (Detik)

Friday, April 17, 2015

Eurofighter Tawarkan Berbagai Kemudahan Kepada Indonesia


ANGKASA.CO.ID - Konsorsium produsen jet tempur Eropa, Eurofighter, menawarkan berbagai kemudahan kepada Indonesia terkait tawaran penjualan jet tempur unggulan mereka Eurofighter Typhoon. Tim Eurofighter kembali hadir di Jakarta dan menyelenggarakan “MasterClass Fighter Jet” bagi sejumlah media di Jakarta, Selasa (14/4/2015), setelah sebelumnya hadir dalam ajang Indo Defence, November tahun lalu.

Head of Industrial Offset Eurofighter, Martin Elbourne, menyatakan, Eurofighter memberikan keleluasaan kepada PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sebagai mitra kerja untuk melaksanakan perakitan penuh jet tempur Typhoon di Indonesia. Ia bahkan menyampaikan ide seandainya Indonesia tertarik untuk membuat tangki bahan bakar konformal (CFT) bila itu diperlukan oleh Indonesia untuk memperbesar jangkauan terbang Typhoon. “Kami tawarkan bila Indonesia merasa perlu untuk membuat CFT bagi Typhoon sehubungan wilayah Indonesia yang sangat luas. Nantinya CFT ini bisa dipakai khusus untuk Typhoon Indonesia atau dijual kepada para pengguna Typhoon di negara lainnya,” ujar Elbourne. “Tidak hanya CFT, komponen lain pun, sayap misalnya, bila Indonesia merasa perlu untuk membuatnya maka akan kami berikan keleluasaan,” tambahnya lagi.

Ofset dan transfer teknologi yang akan diterima Indonesia bila membeli Typhoon, lanjut Elbourne, merupakan kompensasi yang akan diberikan Eurofighter. Eurofighter mengutamakan visi jangka panjang dalam hubungan ini yang akan menguntungkan Indonesia dalam penyerapan teknologi, investasi infrastruktur, dan sumber daya manusia. Selain dapat melaksanakan perakitan penuh, Indonesia juga berhak melakukan integrasi sistem, uji terbang, dan pengujian lainnya. Pilot Indonesia pun bisa dididik menjadi pilot uji Typhoon.

Dalam kesempatan tersebut, Paul Smith, pilot uji dan instruktur Typhoon, turut membeberkan berbagai keunggulan jet tempur swing-role Typhoon yang sudah digunakan oleh tujuh operator di dunia dengan produksi pesawat hingga saat ini mencapai 427 unit. Beberapa keunggulan Typhoon antara lain angka Thrust to Weight Ratio yang tinggi, wing loading yang rendah, dan kemampuan bawa beragam senjata modern di 13 cantelan senjatanya. Typhoon juga memiliki kemampuan super cruise yang sangat berguna dalam melaksanakan misi pertempuran udara maupun misi lainnya. “Dengan berbagai parameter yang dimilikinya, Typhoon merupakan jet tempur yang andal baik untuk pertempuran jarak jauh (BVR) maupun jarak dekat,” ujarnya. “Pesawat ini memiliki kemampuan menanjak dan akselerasi kecepatan yang sangat mengagumkan,” tambahnya.

Di medan pertempuran, Typhoon juga sudah menunjukkan kiprahnya sehingga dapat dicap combat proven. Antara lain dalam misi serangan darat di Libya (2011) serta di Yaman baru-baru ini. Typhoon juga dapat berbangga diri karena sudah mampu mengalahkan F-22 Raptor dalam latihan Red Flag beberapa waktu lalu. Paul Smith menunjukkan tanda “Raptor Killer” yang dibubuhkan di badan salah satu Typhoon dalam slide paparannya.

Joe Parker, Direktur Ekspor Eurofighter, menyatakan, dari sisi pengoperasian hingga saat ini Typhoon telah membukukan 500.000 jam terbang untuk penggunaan mesinnya dan belum ditemukan kegagalan dalam pengoperasiannya tersebut. Dengan demikian tidak mengherankan bila ia menyebut kesiapan Typhoon dalam pengoperasiannya mencapai angka 95% dengan cost reduction 20% setelah penggunaan 500 jam terbang.

Parker juga menandaskan, dengan Indonesia membeli Typhoon, maka kerja sama kemitraan produksi antara Eurofighter dengan PTDI akan meneruskan sejarah kemitraan Airbus dengan PT DI yang ditandai dengan produksi bersama NC212 (1976), CN235 (1983), CN95 (2011), dan Eurofighter Typhoon yang diprediksi dapat dimulai tahun 2018. “Kerja sama produksi Typhoon antara Eurofighter dengan PTDI akan menguntungkan Indonesia sebagai fondasi untuk membuat jet tempur mandiri, kemampuan pemeliharaan dalam negeri, dan pengembangan lainnya,” tegasnya. Sebagaimana diketahui Airbus Defence and Space memiliki saham 46 persen di konsorsium Eurofighter.

Tim Eurofighter menganggap tepat bila Indonesia membeli jet tempur Typhoon yang ditenagai dua mesin EJ200 ini untuk kebutuhan masa kini dan yang akan datang. Dikatakan, jet tempur Typhoon mampu memenuhi kebutuhan TNI Angkatan Udara akan pesawat superioritas udara, pencegat, dan pengaman kemaritiman.



Sumber : Angkasa

Presiden Jokowi Masukkan Pesawat R80 Sebagai Program Nasional



R80 adalah pesawat hemat bahan bakar berkapasitas 80 hingga 90 penumpang dengan jangkauan antarpulau atau provinsi di Indonesia. Pendanaan pesawat direncanakan 50 persen mendapatkan investasi co-founder dari swasta dan 50 persen bisa co-founder dari pemerintah. Pesawat akan selesai pada 2019, dan R80 sudah dapat dioperasikan pada 2020 (photo : Kaskus Militer)

JAKARTA - Pemerintah menjanjikan akan ikut dalam pengembangan pesawat R80 yang diinisiasi perusahaan Regio Aviasi Industri (RAI) yang didirikan Presiden Ke-3 RI, BJ Habibie. Presiden Joko Widodo sudah menyatakan kesiapan untuk memasukkan dalam program nasional.

”Iya, ini seharusnya mendapat perhatian, menjadi proyek nasional,” kata Presiden Jokowi, di sela-sela menghadiri National Innovation Forum 2015, di Graha Widya Bhakti, Puspitek, Tangerang Selatan, kemarin (13/4).

Presiden menyatakan, pengembangan di bidang teknologi ke depan memang perlu difokuskan pada hal-hal yang menjadi kebutuhan bangsa. Karena itu, dia menyambut baik rencana RAI mengembangkan pesawat R80.


Data-data pesawat R80 (photo & image : IndoCropCircles)

Pada kesempatan itu, perusahaan yang didirikan Habibie bersama putranya Ilham Habibie itu menjadi salah satu peserta event yang diprakarsai Kementerian Riset dan Teknologi. Forum itu diadakan khusus untuk membantu menghubungkan hasil inovasi teknologi dengan dunia usaha dan masyarakat secara umum.

Kepada Jokowi, Habibie sempat mengutarakan kalau perusahaannya membutuhkan dukungan pemerintah dalam hal finansial. Dukungan itu nantinya diharapkan bersinergi dengan support dari pihak swasta dan luar negeri.  

”Mereka akan ikut kalau dari pemerintah ikut menyumbang, dalam arti mengatakan ’silakan’. Karena, industri pesawat terbang seperti Boeing dan Airbus dapat bantuan yang sama,” beber Habibie di tempat yang sama.

Sambil menunjukkan miniatur R80, dia menuturkan kepada presiden tentang sejumlah kelebihan yang dimiliki pesawat dengan kapasitas 80-90 orang tersebut. Di antaranya, tentang pilihan penggunaan baling-baling sebagai penggerak. Menurut Habibie, pesawat akan hemat bahan bakar dan akan lebih mudah perawatannya.



Lebih Efisien dari Boeing dan Airbus

Dia menambahkan, pesawat R80 juga dirancang agar bisa sesuai dengan tipe bandara yang banyak ada di Indonesia. ”Pesawat ini tidak akan kalah hebat dengan Boeing 777,” tutur Habibie.

Saat ini, pesawat tersebut masih dalam tahap desain awal. Sejak dua tahun yang lalu, RAI telah bekerja melakukan studi kelayakan di Amerika Serikat. ”Kalau (dukungan pemerintah) itu terjadi, (tahun) 2019, pesawat ini akan mengudara,” imbuh Habibie.

Pesawat R80 didesain sebagai penyempurnaan pesawat N250 buatan anak-anak negeri yang sempat terbang perdana, namun terkendala pengembangannya pada 1995 lalu. Ada banyak perubahan drastis dari sisi teknologi. Misalnya, pesawat telah didesain lebih hemat bahan bakar hingga 30 persen.

Selain itu, pesawat yang juga akan menggunakan teknologi fly by wire, baling-baling di sayap pesawat juga termasuk teknologi baru. Sebab, punya kemampuan menentukan arah angin dingin dan panas yang dihasilkan mesin. Secara garis besar, dengan berbagai teknologi yang dipakai, pesawat dapat melaju dengan kecepatan lebih tinggi, namun tetap efisien.



Sebelumnya, Habibie menyebut R80 akan lebih cepat dan lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar dibanding Airbus ataupun Boeing. Sebab, R80 dirancang dengan perbandingan antara angin yang dingin dihasilkan dari udara di bodi pesawat dengan angin yang dikeluarkan pada mesin di belakang pesawat lebih tinggi (bypass ratio).

“Saya menyampaikan bahwa Airbus atau Boeing itu bypass ratio-nya 12. Makin tinggi bypass ratio, makin sedikit konsumsi bahan bakar dan lebih cepat. Ini (R80) bypass ratio-nya 40. Kami perhitungkan pesawat terbang ini lebih sedikit 30 persen (penggunaan bahan bakar, Red),” kata pria kelahiran Parepare, Sulsel, ini.


Meski secara fisik belum mulai dibuat, pesawat R80 sudah mulai banjir pesanan. Terutama, dari maskapai penerbangan komersial dalam negeri. Sudah tiga perusahaan yang menandatangani letter of intent (LoI), yakni Nam Air untuk pemesanan 100 unit, Kalstar (25 unit), dan Trigana Air (20 unit). (Kaltim Post)


PT DI: Jangan Lupakan Marketnya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Dirgantara Indonesia (DI) menyambut baik komitmen Presiden Joko Widodo untuk memberikan suntikan modal bagi pengembangan pesawat R80. PT DI juga berharap pemerintah tidak melupakan segi pemasaran pesawat yang idenya berasal dari mantan Presiden Indonesia BJ Habibie

Kepala Humas PT DI Rakhendi Triatna menjelaskan, justru biasanya pengembangan sebuah unit pesawat dilakukan setelah ada pasar atau pemesan. Untuk itu, pengembangan pesawat perlu didanai, hanya saja pemerintah harus juga membantu mencarikan pasar.

"Kami sih senang karena dengan dibantu, kami bisa mulai kerjakan. Dan engineer kami bisa latihan juga. Cuma permasalahan paling utama, kalau pesawatnya sih kami yakin bisa buat. Tapi justru marketnya. Market di 80 penumpang ada. Tapi bersaing dengan pesawat 100 penumpang dan ATR. Nah mampu tidak?," jelasnya.

Ia mengatakan, PT DI sendiri berharap pemerintah justru mengembangkan pasar yang bisa disasar oleh R80. Dia menambahkan, proyek R80 ini dikembangkan oleh PT RAI milik keluarga BJ Habibie. PT DI, lanjutnya, sebatas pelaku produksi dan pengembangan.

"Dana, kalau kasih modal bisa saja. Tapi jadinya nanti milik negara. Ini yang penting adalah pengembangan. Belum hasilkan uang. Itu 5 tahun bikin prototype. Itu pengembangan saja butuh 1 miliar dolar AS. Lalu baru bisa dijual," katanya.



Namun sebelum itu, tambah Rakhendi, pemerintah harus memperjelas dahulu status proyek R80 ini apakah dikerjakan oleh swasta atau pemerintah. Pasalnya, apabila pemerintah memberikan pendanaan maka proyek ini akan menjadi proyek pemerintah, bukan lagi PT RAI.

"Kalau pemerintah ingin mendanakan bisa saja tapi tidak lagi milik RAI atau bisa jadi dibeli lalu yang kerjakan PT DI. Nah itu masih belum jelas. Kalau misal pemerintah mendanai itu bagus saja, tapi masyarakat akan tanyakan. Ini kaitannya soal dana. Kalau yang kerjakan swasta kan bisa," ujarnya.

Seperti diberitakan, Mantan Presiden BJ Habibie hingga kini terus mengembangkan industri penerbangan Tanah Air. Saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo dalamNational Innovation Forum (NIF) 2015 di Pusat penelitian IPTEK (Puspitek) Serpong, Habibie meminta dukungan pemerintah dalam pengembangan industri pesawat. 

Habibie menjelaskan, saat ini ia tengah mengembangkan pesawat baling-baling R80 yang menurutnya paling cocok digunakan untuk menjangkau antarpulau di Indonesia. Ia mengaku, telah melakukan studi kelayakan pesawat tersebut selama dua tahun di Amerika Serikat. 



Sumber : (Republika)

F-16C/D Sementara Tidak Akan Dioperasikan



F-16C TS-1643 (photos : MetroTVNews)

KSAU Lakukan Penyelidikan, F-16 dari AS Tak Dioperasikan Sementara

Jakarta - Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna berkata, pesawat hibah dari Amerika Serikat (AS) tak akan dioperasikan sementara. Pihaknya akan melakukan penyelidikan.

"Jadi untuk sementara yang dari Pekanbaru, jenisnya sama, C/D akan kita hold dulu untuk penyelidikan," kata Agus dalam jumpa pers di Mabes TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (16/4/2014).

Dijelaskan Agus, pesawat tempur F-16 yang terbakar di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pagi tadi, merupakan 1 dari 24 pesawat yang dipesan dari Amerika Serikat. Baru ada 5 yang tiba di Indonesia.

Dari ke-5 pesawat tempur F-16 C/D 52ID itu, 2 ditempatkan di Skuadron Udara III Madiun, dan 3 di Skuadron Udara 16 Pekanbaru. 1 F-16 yang terbakar di Bandara Halim Perdanakusuma dengan tail number TS-1643 ini merupakan bagian dari Skuadron Udara 16 Pekanbaru.

Pesawat yang terbakar di Bandara Halim Perdanakusuma ini tadinya direncanakan akan melaksanakan pegamanan Peringatan KTT Asia-Afrika. Karena insiden tersebut, pesawat akan diganti dari dengan F-16 lainnya yang sudah lebih dulu dimiliki Indonesia.

"Nanti penggantinya F-16 yang dari Iswahyudi," jelas Agus.

Ditambahkan Agus, pihaknya akan melakukan penyelidikan dengan segera dalam kasus terbakarnya F-16 di Bandara Halim Perdanakusuma ini. Diharapkan penyelidikan selesai sebelum sisa 24 pesawat F-16 yang dipesan dari Amerika datang ke Indonesia. (Detik)

Meski Satu Terbakar, Sisa 19 Pesawat F-16 Hibah AS akan Tetap Didatangkan

Jakarta - Pesawat F16 yang terbakar di Halim Perdanakusuma, Jaktim, merupakan hibah dari Amerika Serikat. Saat ini baru lima pesawat yang ada dari rencananya 24 pesawat. Setelah ada insiden ini, apakah sisa pesawat akan tetap didatangkan?

Pesawat F16 ini, bermarkas di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru. Dengan hadirnya jet tempur buat Amerika, maka Panglima TNI membuat kesatuan baru di lingkup TNI AU yakni Skadron F16. Skadron F16 ini di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru ini langsung diresmikan KSAU saat itu, Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia pada Rabu (3/12/2014).

Saat itu, Marsekal Bagus menjelaskan, bahwa pesawat F16 menambah kekuatan udara untuk wilayah Indonesia Barat di bawah Lanud Roesmin Nurjadin yang sebelumnya sudah ada Skadron 12 dengan pesawat Hawk 100/200.

Dia menjelaskan, rencananya ada 24 pesawat F16 tipe C/D yang dihibahkan Amerika untuk Indonesia. Namun saat ini baru lima pesawat yang ada. Dari jumlah itu, pesawat ini akan dibagi, 16 unit di Skadron F16 dan 8 unit di Lanud Iswahyudi.


Pertanyaan adalah, dengan terjadi kasus kebakaran pesawat tempur F16 itu, akankah Indonesia masih mengharapkan sisa 19 pesawat lagi dari Amerika?

KSAU Marsekal Agus Supriatna mengatakan, program tersebut akan tetap berjalan sebab sudah disepakati sejak lama. Pihaknya masih menunggu sisa 19 pesawat.

"Ini sudah kita bayar. Tapi kita akan lebih mengevaluasi dengan pengalaman ini," kata Agus saat jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jaktim.

Dari lima pesawat yang ada saat ini, kata Agus, dua di antaranya berstatus servicable atau dikategorikan layak operasi. (Detik)

Antisipasi Kecelakaan, Pesawat F-16 Bakal Dipasangi Parasut

JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk mengantisipasi kecelakaan akibat gangguan pada sistem pengereman, TNI Angkatan Udara bakal memasang drag chute, atau parasut, pada semua pesawat F-16. 

Hal itu dikatakan Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna, dalam konferensi pers terkait terbakarnya pesawat F-16 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (16/4/2015) pagi. 

"Dengan adanya kejadian tadi pagi, kita sudah mulai melakukan evaluasi. Bulan Juni nanti semua F-16 sudah akan dilengkapi dengan drag chute," ujar Agus dalam konferensi pers di Gedung Pimpinan Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur. 

Agus mengatakan, kecelakaan pesawat F-16 yang terjadi pada Kamis pagi, diduga disebabkan oleh gangguan pada sistem hidrolik pesawat. Sistem hidrolik digunakan sebagai sistem pengereman pada pesawat F-16. 

Menurut Agus, penggunaan parasut pada F-16 dinilai dapat membantu sistem pengereman pesawat. Terutama, pada saat terjadi gangguan sistem hidrolik dan kondisi darurat, di mana pesawat membutuhkan pengereman penuh. 

Pemerintah Indonesia melakukan kesepakatan dan menerima hibah 24 pesawat F-16 buatan tahun 1980, dari Amerika Serikat. Hingga saat ini, baru lima unit pesawat yang sudah berada di Indonesia, sementara sisanya akan dikirim secara bertahap. 
 
 
 
Sumber : (Kompas)

Wednesday, April 15, 2015

senjata legendaris Kopassus dari masa ke masa

Ini senjata legendaris Kopassus dari masa ke masaSeperti halnya pasukan reguler, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) juga mengandalkan senjata untuk melaksanakan berbagai operasi. Tentunya, senapan-senapan yang digunakan berbeda dari tentara pada umumnya, sehingga dipilih senjata yang mampu dibawa ke medan-medan berat sekaligus ringan dibawa.

Sejak pertama kali dibentuk, Kopassus diberikan berbagai senjata khusus. Salah satunya senapan AK-47 yang terkenal bandel dan disukai pasukan gerilyawan di dunia.

Tak hanya itu, senapan Uzi buatan Israel ini menjadi andalan saat Kopassus menjalankan operasi pembebasan sandera dalam sebuah pembajakan pesawat Garuda Indonesia di Woyla, Thailand. Meski ada yang menyebut saat itu sebagian besar justru menggunakan MP5.

Berikut senjata-senjata legendaris yang pernah dan masih dipakai Kopassus dari masa ke masa:

1.
Uzi

Ini senjata legendaris Kopassus dari masa ke masaIMI Uzi atau bernama internasional MP-2, merupakan jenis senjata mesin ringan yang menyerupai pistol. Senjata ini dikembangkan sejak 1949 dan mulai digunakan militer Israel sejak tahun 1954.

Titik berat senjata ini terletak di atas grip pistol, perubahan massa berat senjata saat ditembakkan relatif kecil. Alhasil, saat ditembakkan dengan salvo panjang pun kestabilannya tetap terjamin.

Menembak dengan senjata ini boleh dikatakan sama tenangnya dengan menembakkan pistol jenis otomatis seperti FN 9 mm, bahkan mungkin lebih tenang. Peluru yang dipergunakan adalah Parabellum 9x19 mm, dengan magasen mulai dari isi 25 peluru sampai 32 peluru.

Kecepatan menembaknya mencapai 60 butir peluru per menit, sedangkan ketika melakukan tembakan beruntun akan mencapai 100 sampai 120 peluru per menit. Jarak menembak otomatis mencapai 100 meter dan akan meningkat ketika melakukan tembakan salvo hingga 200 meter.

Karena keefektifannya dalam menembak, senjata ini pernah digunakan Kopassus dalam operasi pembebasan sandera di Woyla, Thailand. Dalam misi tersebut, korps baret merah ini berhasil menembak mati tiga dari lima orang teroris, dan melukai pemimpinnya. Sedangkan sisanya ditembak mati saat terdorong keluar pesawat.

2.
Bren

Ini senjata legendaris Kopassus dari masa ke masaSenapan Bren, merupakan jenis Senapan Mesin Ringan (SMR) buatan Inggris pada 1930-an, dan sempat dipakai hingga tahun 1991. Senapan ini mulai terkenal berkat daya gempurnya selama berlangsungnya Perang Dunia II dan sempat dipakai dalam Perang Korea maupun Perang Falkland.

Sebenarnya, Bren adalah versi modifikasi dari Senapan Mesin Ringan ZB vz. 26 buatan Cekoslowakia, yang diuji Angkatan Darat Inggris selama kompetisi senjata api pada tahun 1930-an. Bren tahap selanjutnya kemudian menggunakan magazen peluru box (kotak) melengkung yang khas, pelindung pijar kerucut dan laras rubah-cepat.

Senjata ini dibawa Inggris yang tergabung bersama pasukan sekutu ke Indonesia tak lama setelah kekalahan Jepang. Senapan ini digunakan tentara Allied Forces Netherlands East Indies atau AFNEI untuk menghadapi para pejuang kemerdekaan, termasuk peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.

Kopassus yang baru terbentuk pada 1953 membutuhkan sejumlah senjata untuk mendukung operasi-operasi mereka. Alhasil, Bren menjadi salah satu senjata andalan saat menghadapi pasukan pemberontak di seluruh Tanah Air.

3.
AK-47

Ini senjata legendaris Kopassus dari masa ke masaAvtomat Kalashnikova 1947 atau AK-47 merupakan senjata terbaik yang pernah dibuat Uni Soviet semasa berlangsungnya perang dingin. Banyak pihak yang menyebut desain AK-47 mirip dengan senapan serbu buatan Nazi Jerman Sturmgewehr 44 atau dikenal dengan nama StG44. Kemiripan itu tak lepas dari upaya pembuatnya, Mikhail Kalashnikov yang lebih dulu mempelajari StG44 pada 1946.

AK-47 memiliki banyak keunggulan, salah satunya tidak pernah macet meski tercebur ke dalam lumpur sekalipun. Alhasil, senapan ini sangat disukai para gerilyawan, teroris, dan tentara di banyak negara. Diperkirakan seratus juta senjata ciptaannya telah tersebar di seluruh dunia.

Senjata ini sempat jadi senapan serbu tentara Indonesia. Hubungan mesra antara Indonesia dan Uni Soviet membuat ribuan pucuk senjata AK-47 mengalir ke Indonesia tahun 1960an.

Saat itu hanya pasukan elite yang dapat jatah AK-47. Komando Pasukan Khusus yang dulu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), salah satunya.

Seorang pensiunan bintara RPKAD, Maman, mengenang senjata ini memang bisa diandalkan. AK-47 dikenal bandel dan jarang macet.

"Dari Trikora, lalu Dwikora, penumpasan G30S, itu RPKAD pakai AK-47. Mudah dipakai, mudah dibersihkan dan dirawat. Dipakai berenang di laut atau masuk lumpur juga tidak masalah," katanya.

4.
MP5

Ini senjata legendaris Kopassus dari masa ke masaHeckler & Koch Maschinenpistole (MP), atau lebih dikenal dengan nama MP5, menjadi senjata andalan Kopassus dalam melakukan pertempuran jarak dekat. Senapan mesin berbentuk pistol ini merupakan produk buatan Jerman yang diproduksi sejak 1960.

Oleh pabrikannya, senjata ini memang didesain buat kepentingan pasukan khusus dan dipakai pertama kali oleh pasukan elite Jerman, yakni GSG 9. Senjata ini sudah memiliki sejumlah varian dan telah dipakai oleh sejumlah negara, termasuk TNI.

MP5 memiliki ciri berat 2,6 kg, panjang 680 mm, kaliber 9 m dengan jangkauan tembak 200 meter, dan mampu memuntahkan 800 butir peluru per menit. Tidak mudah memiliki senjata jenis ini. Sebab penjualannya sangat dibatasi, bahkan TNI pernah ditolak saat memesan senjata ini.

Senjata tersebut memiliki akurasi dan keandalan yang tinggi serta diproduksi dengan banyak varian, sehingga menjadi pilihan utama bagi kebutuhan militer dan para penegak hukum di lebih dari 50 negara di dunia. Selain itu sangat mudah untuk dioperasikan dan mudah perawatannya.

5.
SS-2 V5

Ini senjata legendaris Kopassus dari masa ke masaSelain mengandalkan senapan buatan asing, Kopassus tak melupakan keberadaan senapan buatan negeri sendiri. Adalah Senapan Serbu 2 atau dikenal dengan nama SS-2, yang desain dan materialnya asli dari Indonesia.

TNI sendiri sudah menggunakannya sejak 2005 lalu, dimulai dari SS-2 V1. Khusus untuk Kopasus, varian yang diberikan adalah SS-2 V5 Commando yang baru diproduksi tahun 2012. SS2 V5 muncul untuk menanggapi keluhan terhadap SS2 V2 dan V4.

Dibandingkan varian sebelumnya, SS-2 V5 memiliki ukuran lebih pendek, ringan, dan nyaman dipakai. Tak hanya itu, senjata ini tahan terhadap kelembaban tinggi dan akurat setelah mengoreksi sustain rate of fire.

SS-2 dilengkapi ball stoper. Ketika peluru habis ditembakan, petembak tidak perlu mengokang kembali senjata untuk pengisian magazin.

Jangkauan tembaknya mencapai 400-500 meter dan dilengkapi teleskop Trijikon atau Close Quarter/Tactical CQT. Senapan serbu SS 2 diklaim dapat beroperasi diberbagai medan tanpa khawatir macet ketika digunakan.


Sumber : Merdeka

Analisis : Memastikan Kekuatan Yang Tersedia

Peringatan HUT TNI AU ke 69 digelar 9 April 2015 di pangkalan militer strategis Halim AFB dengan menampilkan serangkaian unjuk kerja personil dan unjuk kerja alutsista yang dimiliki pengawal dirgantara RI.  Diantaranya yang menarik adalah sajian akrobatik Jupiter Aerobatic Team (JAT) yang baru saja mengalami musibah di LIMA Langkawi Malaysia beberapa waktu lalu.
Sesungguhnya sajian dalam setiap gelar upacara militer adalah pada saat parade alutsista.  Angkatan udara memberikan kesan khusus dalam setiap gelar kekuatan alutsista karena raungan, manuver dan aerobatic jet tempur yang terbang rendah mampu menumpahkan rasa bangga akan kehebatan tontonan itu.  Nilai lainnya adalah unjuk kerja itu tidak hanya disaksikan publik di sekitar lapangan upacara tapi bisa mencapai seluruh ibukota Jakarta secara langsung.
Iswahyudi AFB, sarang jet tempur Indonesia
Indonesia sedang membangun kekuatan kedirgantaraannya dengan menambah skuadron jet tempur, skuadron angkut militer, skuadron intai strategis dan satuan-satuan radar.  Pembangunan kekuatan itu akan kelihatan cerah minimal 5 tahun mendatang.  Ini dalam kondisi normal alias tidak tergesa-gesa.  Bisa saja dalam kondisi yang “harus dilakukan” percepatan pembangunan kekuatan itu disegerakan untuk memastikan kekuatan yang tersedia dalam waktu yang lebih singkat.
Satuan-satuan radar militer yang masih tanpa pagar setidaknya ada di lima titik yaitu di Bengkulu, Morotai, Singkawang, Jayapura dan Tambolaka.  Dengan prioritas penguatan satuan radar militer saat ini maka diprediksi dalam 3 tahun ke depan tidak ada lagi blank spot satuan radar militer  di seluruh Indonesia.
Sesuai rencana maka tahun ini akan datang 19 jet tempur F16 blok52Id sebagai bagian dari pengadaan 24 unit F16 yang diperbaharui. Kedatangan 19 jet tempur ini tentu sangat membantu perkuatan TNI AU bersamaan dengan kedatangan berbagai jenis persenjataan jet tempur itu.  Dengan kedatangan 24 unit F16 itu maka kekuatan jet tempur F16 kita menjadi 34 unit dan disebar pada 2 skuadron tempur, di Pekanbaru dan Madiun.
Untuk skuadron angkut berat kita telah memesan 9 pesawat Hercules dari Australia, 3 diantaranya sudah tiba di tanah air. Sementara untuk angkut sedang kita telah membeli pesawat 9 CN295 dari Spanyol dan kembali memesan 7 unit lagi.  Dengan kedatangan 9 Hercules nanti maka TNI AU melengkapi skuadron angkut beratnya dengan 3 skuadron, masing-masing bermarkas di Halim Jakarta, Abdurrahman Saleh Malang dan Hasanuddin Makassar.
Jet Tempur Sukhoi, manuver kelas berat
Sesungguhnya gengsi kekuatan angkatan udara terletak pada kualitas dan kuantitas jet-jet tempur yang dimilikinya. Meski kita sudah memiliki 1 skuadron jet tempur Sukhoi lengkap dengan persenjataannya namun jika dilihat dari luasnya wilayah udara maka kekuatan 1 skuadron Sukhoi jelas masih kurang.  Kita masih membutuhkan tambahan skuadron jet tempur Sukhoi utamanya dari generasi yang terbaru seperti Sukhoi SU35.
Wilayah luas negeri khatulistiwa ini sesungguhnya masih kurang penjagaan yang kontinu. Jika satuan radar sudah terpenuhi bukan berarti segalanya selesai.  Satuan radar adalah mata dan telinga saja, sementara kekuatan patroli dan pemukulnya juga harus dipenuhi.  Maka penambahan skuadron jet tempur merupakan keharusan berikut sebaran patrolinya. KSAU punya kebijakan dengan menggelar kekuatan udara di wilayah perbatasan.  Maka tidak heran kita mendengar kabar jika Sukhoi sering jalan-jalan ke Biak, Merauke, Ambon dan Tarakan. Sementara F16 bermain di Natuna, Batam, Aceh dan Kupang.
Kita sangat berharap bahwa penambahan 2-3 skuadron jet tempur dapat diselesaikan dalam lima tahun ke depan sehingga dapat memastikan ketersediaan alutsista berupa satuan pemukul yang menjerakan.  Kombinasi yang diharapkan misalnya dengan memiliki minimal 2 skuadron Sukhoi dan 3 skuadron F16.  Syukur-syukur pemerintah punya hasrat yang lebih kuat dengan menampilkan kombinasi 3 skuadron Sukhoi dan 3 skuadron F16.  Ini bukan sesuatu yang muluk-muluk.  Jet tempur Sukhoi SU35 misalnya diperlukan untuk mengimbangi kekuatan negara jiran yang sebentar lagi punya jet tempur siluman F35.
Peringatan ultah sejatinya untuk melihat bangunan diri sudah sejauh mana rangkaian perjalanannya sampai di batas ini. Ultah TNI AU ke 69 tanggal 9 April 2015 adalah untuk melihat sejarah perjuangannya, kinerja yang didapat sampai saat ini dan perkuatan yang harus dibangun untuk mengantisipasi dinamika kawasan yang cepat berubah.
Angkatan Udara sebuah negara dimanapun adalah lambang kekuatan dan gengsi pertahanan bersama kekuatan Angkatan Laut. Ketika Angkatan Udara Arab Saudi membombardir kekuatan pemberontak di Yaman maka gengsi dan harkat kekuatan itu ditunjukkan dengan jelas.  Kita pun seyogyanya harus punya kekuatan angkatan udara yang kuat untuk memastikan ketersedian dan kegunaan elemen pemukul yang strategis. 
Kita tidak tahu dengan kondisi di sekitar kita yang boleh jadi berubah menjadi cuaca ekstrim. Maka perkuatan militer itu  adalah cara untuk mengantisipasi perubahan cuaca tadi. Pengiriman jet Boeing 737-400 TNI AU ke Yaman adalah bagian dari ketersediaan dan kegunaan itu. Pesawat itu dibeli dari Garuda beberapa tahun lalu dan terbukti sekarang sangat berguna untuk evakuasi warga negara kita disana.
 
 
Sumber : Jagarin

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Coupons