Total Pageviews

Tuesday, April 1, 2014

TNI AU Tunggu Pesawat Tempur Generasi 4,5

Selasa, April 01, 2014
 
2
YOGYAKARTA-(IDB) : Peremajaan dan modernisasi arsenal perang TNI AU terus dilakukan, di antaranya pesawat tempur pengganti F-5E/F Tiger II yang sekarang tergabung di Skuadron Udara 14, yang berasal dari generasi 4,5 atau 4,5++. 

Di antara kontestan yang telah masuk ke dalam daftar pasti pengajuan adalah Sukhoi Su-35 Flanker E (Rusia), JAS-39 Gripen (Swedia), Dassault F1 Rafale (Prancis), dan Boeing-McDonnel Douglas F/A-18E/F Super Hornet(Amerika Serikat). Pengadaan arsenal baru TNI AU itu sesuai Perencanaan Strategis Pertahanan Indonesia Tahap III.

"Kami masih menunggu evaluasi dari Kementerian Pertahanan dan Markas Besar TNI. Jika ditanya, kami menginginkan generasi 4,5," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto, di Yogyakarta, Minggu. 

F-5E/F Tiger II didatangkan langsung dari pabriknya di Amerika Serikat pada awal dasawarsa '80-an, dengan skema pembelian foreign military sales

TNI AU saat itu adalah pengguna perdana Tiger II di ASEAN dengan kekuatan satu skuadron udara penuh (16 unit). 

Angkatan Udara Kerajaan Thailand menjadi negara kedua, yang malah membeli lebih banyak lagi Tiger II itu, dan mengembangkan kemampuan pesawat tempur kelas interseptor itu. 

TNI AU sebetulnya bukan tidak mengembangkan kemampuan dan usia pakai F-5EF Tiger II itu, karena sempat ada Program MACAN yang diluncurkan pada akhir dasawarsa '90-an.

Selain Thailand, Angkatan Udara Iran secara sempurna bisa mengembangkan Tiger II mereka. 

Dassault F1 Rafale merupakan pesawat terbang tempur bermesin ganda dengan rancangan unik di dunia, berkelas multi peran --Prancis menyebut ini sebagai omnirole capability-- termasuk reconnaissance dansurveillance hingga kemampuan meluncurkan bom nuklir. 

Dikembangkan dalam hanya tiga varian (B,C, dan M), komonalitas dan kompatibilitas serta kemudahan perawatan plus pengoperasian menjadi nilai tambah pesawat tempur bersayap delta dengan sayap kanard di depan bawah kokpit. 

Sistem avionika dan penginderaan serta persenjataannya memakai teknologi kelas paling canggih di kelasnya, di antaranya integrasi sistem dengan pusat pengendali dan sesama penempur di udara. 

Adapun JAS-39 Gripen bersayap delta buatan SAAB Swedia, diketahui memiliki kemampuan tempur multiguna-interseptor berkecepatan di atas 2 Mach, dengan teknologi terkini dan menjadi salah satu arsenal andalan NATO. 

JAS-39 Gripen merupakan penyempurnaan JAS-35 Vigen dan JAS-37-Drakken, dan bisa menjadi pamungkas dalam superioritas udara dari Swedia yang dikenal dengan produk-produk berkualitas tinggi itu. 

Angkatan Udara Kerajaan Thailand menjadi pengguna perdana JAS-39 Gripen ini di ASEAN, sementara di dunia telah dipergunakan Angkatan Udara Kerajaan Swedia, Angkatan Udara Afrika Selatan, dan Angkatan Udara Hungaria. 

Sementara Boeing F/A-18E/F Super Hornet adalah pesawat tempur bermesin ganda yang didedikasikan untuk bertempur secara multiperan. 

Dia juga dipergunakan di Angkatan Udara Singapura, yang diimbuhi teknologi lebih canggih ketimbang versi ekspor lain dari pabrikannya. 

Sukhoi Su-35 Flanker E buatan  Komsomolsk-on-Amur Aircraft Production Association adalah pengembangan dari Su-27 Flanker yang ditingkatkan manuverabilitasnya dari kokpit berkursi tunggalnya dan bermesin jauh lebih kuat dari pendahulunya. 

Pertama kali mengudara pada 1988, Angkatan Udara Rusia memakai Su-35 Flanker E (semula dikenal sebagai Su-27M) tim aerobatik mereka, Vityyasii Ruskiyii (Ksatria Rusia), menggantikan MiG-29. 

TNI AU sudah sangat akrab dengan sistem Su-27 Flanker ini karena telah memiliki satu skuadron udara berisikan mereka, yaitu Skuadron Udara 11, yang berpangkalan di Pangkalan Udara Utama Hasanuddin, Makasssar. 




Sumber : Antara

Kopassus Dan TNI AD Segera Operasikan Bushmaster


2
Sebuah Kapabilitas baru TNI-AD sudah siap dioperasikan usai Bushmaster Driver and Technician Training 24-28 February 2014. Menyusul pembelian tiga unit ranpur beroda empat buatan Thales Australia oleh TNI-AD, ‘Bushmaster’ Protected Mobility Vehicle (PMV) pada akhir tahun 2013, latihan teknis dan pendidikan untuk 25 orang pengendali dan teknisi dari KOPASSUS dan Korps Perlengkapan TNI-AD diselenggarakan di Mako Kopassus Cipatat dan PMPP, Sentul. Dibantu dengan tiga juru bicara, terdapat tiga pelatih Australia dari Combined Arms Training Centre (CATC), Puckapunyal, dikirim dari Australia untuk memberikan pelatihan agar dapat membantu KOPASSUS dan Korps Peralatan TNI-AD untuk dapat memanfaatkan fasilitas baru Bushmaster PMV secara maksimal.
 

 
Latihan tersebut walau berformat singkat sempat mencakup seluruh aspek pengoperasian dan perawatan ranpur Bushmaster, mulai dari pengenalan karakteristik kendaraan, pemeliharaan harian, sistem elektronik, bahan bakar dan pendinginan mesin. Peserta juga diberikan pelatihan cara untuk mengandeng secara aman kendaraan yang mogok dan juga cara untuk mengendarai ranpur Bushmaster dengan kecepatan tinggi secara aman.

Para peserta pelatihan terkesan dengan kapabilitas Bushmaster PMV. “Bushmaster lebih tangkas daripada ranpur Casspir yang dimiliki oleh Satuan saya saat ini” ujar SERDA Supriyanto dari Satuan 81 KOPASSUS. “Mesin Bushmaster jauh lebih kuat dan sistem kendali operasi terasa sangat lebih ringan. Bushmaster ini juga sudah dilengkapi dengan AC dan joknya jauh lebih enak untuk diduduki” tambahnya.
 
Pada Upacara Penutupan pada Jumat, 28 Februari di Mako KOPASSUS Cijantung, Atase Darat Australia, Kolonel Justin Roocke, membantu inspektur upacara, Waaslog Kopassus, Letkol Octavianus Oscar. E, untuk pemasangan pin Bushmaster Driver and Technician Training pada 24 lulusan pelatihan tersebut. “Sangat membanggakan bagi saya bahwa dalam waktu yang singkat, yaitu hanya dalam lima hari saja, seluruh pelajaran yang diberikan oleh para instruktur dapat diserap secara keseluruhan oleh kalian semua” ujar Kolonel Justin pada pidatonya dihadapan para lulusan yang berkumpul pada ucara penutupan tersebut. 




Sumber : Ikahan

Jalur Tikus Salah Satu Faktor Sulitnya Pengamanan Daerah Perbatasan


0
Paspor menjadi surat yang wajib dibawa setiap penduduk untuk memasuki wilayah sebuah negara. 

Tak terkecuali di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Irian Jaya saat menyebrang ke negara Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Menilik ke jalur perbatasan Malaysia dan Kalimantan serta Irian Jaya dan Papua Nugini, terbilang tergolong sedikit permasalahan yang timbul. Berbeda halnya dengan perbatasan antara Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Leste, di mana kendala-kendala masih kerap terjadi.

Kendala yang paling rentan ialah kurangnya penjagaan keamanan di setiap jalur perbatasan. Alhasil masih banyak warga Timor Leste dan NTT yang melewati batas negara tanpa melalui pos imigrasi. Selain itu sangat banyak 'jalur tikus' yang terdapat di sekitar batas kedua negara tersebut.

"Untuk bicara security sangat longgar sekali perbatasan antara NTT dan Timor Leste, wilayah sedemikian terbuka luas, siapa saja bisa melintas, bukanya petugas tidak mau menjaga tapi terbatasnya sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana juga menjadi kendalanya," kata Kepala Kantor Imigrasi Atambua, Anggiat Napitupulu saat meninjau perbatasan di kawasan Turiskain, Atambua, NTT, Jumat (28/3/2014).

Tak dipungkiri, jalur tikus menjadi faktor utama banyaknya warga berlalu lalang melintasi batas negara. "Dari data intelijen TNI, data jalur tikus total mencapai 42 di setiap jalur perbatasan dan di sepanjang 148,7 Km," jelasnya.

Adapun karakteristik perbatasan barat di NTT berbeda dengan Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia Timur. "Tidak seperti umumnya sungai di wilayah Kalimantan, sungai di NTT cenderung kering sehingga mudah ditembus para penduduk lintas negara tanpa pemeriksaan imigrasi, bea cukai atau karantina. Bahkan sungai yang kering tersebut dapat dilalui dengan menggunakan motor ataupun mobil," ungkapnya.

Alhasil pada tahun 2013 banyak warga Timor Leste yang di deportasi oleh pihak Imigrasi Atambua. "Pada tahun 2013, dari bulan Januari hingga Desember ada 37 Orang Timor Leste yang saya deportasi, mereka semua masuk lewat jalan tikus," terangnya

Lanjutnya, dalam setiap perbatasan antara Atambua, NTT dan Timor Leste terdapat 8 titik pos pemeriksaan. Namun hanya 6 pos pemeriksaan yang masih beroperasi dan berada di antara 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belu dan kabupaten Timor Tengah Utara.

"Sebenarnya ada sembilan titik sesuai nota kesepahaman antara Indonesia-Timor Leste yang dibuat tahun 2003, namun satu titik berada di wilayah Kupang, bukan Atambua," imbuhnya.

Dari 6 pos yang telah beroperasi hanya 2 pos yang telah menggunakan perlintasan internasional atau menggunakan paspor. Sisanya menggunakan perlintasan tradisional atau sebagai pengganti paspor menggunakan Pas Lintas Batas (PLB) yang hanya dapat digunakan oleh warga perbatasan negara.

Di antaranya 6 titik pemeriksaan di wilayah Imigrasi Atambua adalah tempat pemeriksaan Imigrasi (TPI) Mata'ain, TPI Metamauk, dan Pos Turiskain. Ketiganya berada di wilayah kabupaten Belu, 2 titik sudah pos Internasional, hanya Pos Turiskain yang masih pos tradisional.

Sementara tiga titik yang berada di Kabupaten Timor Tengah Utara yakni TPI Napan, pos Wini, pos Haumeni Ana. "Dari total enam titik pemeriksaaan, TPI Mata'ain yang paling ramai dan paling bagus serta pos Turiskain yang paling buruk, batas negara hanya dibatasi sungai," kata Anggiat.




Sumber : Detik

DPR : MH370 Tidak Terdeteksi Bukan Berarti Pertahanan Lemah


4
Masyarakat diminta tidak skeptis dengan kekuatan pertahanan Indonesia. Meski radar militer TNI Angkatan Udara tidak mendeteksi keberadaan pesawat Malaysia Airlines MH370, tidak berarti alutsista pertahanan Indonesia lemah. 

“Radar militer memang tidak selalu beroperasi selama 24 jam,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin ketika dihubungi Republika, Senin (31/3).

Dalam situasi damai radar militer memang sengaja tidak dioperasikan selama 24 jam. Ini agar masa kerja radar bisa bertahan lebih lama. Hasanuddin menjelaskan cara kerja radar militer tidak ubahnya mesin kendaraan. Butuh bahan bakar untuk menggerakan mesin motor dan perawatan berkala. 

“Kalau 24 jam berputar tidak akan kuat. Ada jedanya. Setelah 16 jam misalnya berhenti didinginkan dahulu. Radar itukan mutar pakai mesin motor,” ujarnya.

Tidak mudah bagi radar militer mendeteksi gerakan pesawat komersial MH370. Ini karena peruntukan radar militer memang bukan untuk memantau gerakan pesawat komersial. Belum lagi, kata Hasanuddin, ada faktor-faktor yang membuat radar militer tidak bisa mendeteksi keberadaan benda-benda asing di udara. 

Hasanuddin menjelaskan keberadaan benda asing di udara bisa tidak terdeteksi radar apabila benda asing terbang di antara bukit, pegunungan, dan terbang rendah. Atau, imbuh Hasanuddin, bisa saja pilot MH370 sengaja mematikan sinyal pesawat agar tidak terdeteksi. 

Dia berharap kondisi ini bisa membuat semua pihak sadar dan tidak menyalahkan Indonesia. “Radar militer negara lain juga tidak mendeteksi kenapa Indonesia yang disalahkan?” katanya.




Sumber : Republika

Tank Leopard Pilihan Tepat Untuk Memperkuat TNI AD

Pemerintah terus mengupayakan peningkatan kekuatan Alutsista TNI untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memodernisasi Alutsista TNI. Dalam rangka modernisasi Alutsista TNI khususnya TNI Angkatan Darat, pada tahun 2012 pemerintah dan DPR telah sepakat untuk membeli Main Battle Tank (MBT) Leopard produksi Jerman.
 
 
Proses pembelian MBT Leopard telah melalui proses yang cukup panjang dengan pendekatan proses bottom up dan top down. Proses bottom up dimulai dengan kajian oleh pengguna yaitu satuan-satuan Kavaleri TNI Angkatan Darat. Kajian tersebut meliputi analisis penggunaan MBT ditinjau dari aspek teknis, taktis dan operasional.
 

Dari aspek teknis, MBT Leopard memiliki keunggulan dalam desain teknologi yakni besaran kaliber meriam sebesar 120 milimeter, jarak capai, kemampuan penetrasi dan penghancurannya, stabilizer system, serta dan armor protection. MBT Leopard juga memiliki keunggulan yang sangat menentukan yaitu, kemampuan firing control system dan automatic target tracking system yang sangat akurat, serta auto ammo loader guna mempercepat daya tembaknya, thermal imaging sight, laser range finder, dan balistik komputer.
 

Dari aspek taktis, MBT Leopard telah memenuhi Ketentuan Standar Umum (KSU) Materiil TNI AD dihadapkan dengan fungsi Satuan Kavaleri sebagai unsur penggempur. Jika dilihat dari taktik pertempuran darat, tank Leopard adalah tank yang terunggul di kelasnya. Keunggulan MBT Leopard adalah pada kemampuan daya gerak, tembak, daya kejut dan daya hancurnya. Secara taktis, MBT Leopard dapat digunakan di daerah perkotaan maupun di perbukitan atau di daerah setengah tertutup. Meskipun beratnya mencapai 60 Ton, namun tekanan gandar yang ditumpukan ke permukaan hanya sekitar 8 kg/cm2. Hal ini dimungkinkan karena permukaan tumpu relatif luas.
 

Selain itu, Tank ini juga tidak selalu mengandalkan jembatan yang ada, karena setiap kompi dilengkapi dengan jembatan taktis yang bersifat portabel, yang dapat digelar saat Tank harus melewati sungai kecil yang tidak ada jembatan, atau kapasitas jembatannya tidak mampu menopang berat Tank (misalnya jembatan dengan konstruksi bambu/kayu)

 
 
Dari aspek operasional, antara lain MBT Leopard memiliki kemampuan mobilitas untuk melintasi medan dengan kecepatan maksimal 70 km/jam. Adanya ketersediaan dukungan logistik misalnya amunisi tidak ada masalah karena akan ada dukungan Transfer of Technologi (TOT) pembuatan munisi kal.120 mm antara Rhienmetal dengan PT. Pindad, disamping itu adanya munisi tipe baru yang dimiliki MBT Leopard yaitu DM-11(Dynamic Magnetic). Untuk suku cadang juga tersedia sampai dengan 20 tahun kedepan, dan ada jaminan sesuai dengan program TOT bersama PT. Pindad.
 

Selain tiga aspek diatas, aspek geografi Indonesia juga menjadi pertimbangan untuk menentukan pemilihan MBT Leopard yang beratnya 63 ton. Tank Leopard dapat bergerak dan bermanuver dengan leluasa di wilayah Indonesia dan untuk melewati jalan serta jembatan tidak menimbulkan kerusakan. Penempatan MBT di Indonesia tidak ada masalah, sebagai contoh negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Laos, dan lain-lain yang memiliki geografi relatif sama dengan Indonesia telah memiliki MBT.
 

Selain itu, aspek TOT juga menjadi pertimbangan dalam pembelian MBT Leopard. Rheimetal Jerman memberikan dukungan sepenuhnya berupa transfer teknologi baik berupa pemeliharaan, operasional dan pengadaan amunisinya bersama PT Pindad, Bandung. Transfer teknologi merupakan salah satu persyaratan pembelian Alutsista dari luar negeri untuk mewujudkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri.
 

Sementara itu dalam proses top down, pengadaan MBT Leopard dilakukan melalui kajian dari aspek geopolitik, geostrategi, diplomasi dan kerja sama militer. Dalam aspek geopolitik dan geostrategi, Kementerian Pertahanan melakukan analisis keseimbangan kekuatan di kawasan, yang memperhitungkan empat komponen kuatan yaitu diplomasi, informasi, militer, ekonomi.
 

Ditinjau dari aspek akuntabilitas, Kementerian Pertahanan juga membentuk Tim Evaluasi Pengadaan yang bertugas mengevaluasi proses pengadaan suatu barang yang akan dibeli. Dalam tugasnya, Tim Evaluasi Pengadaan mengevaluasi apakah suatu proses pengadaan telah mematuhi peraturan yang berlaku. Selain itu, Tim ini juga bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan strategis kepada Menteri Pertahanan.
 

Setelah semua proses pengadaan selesai, tidak serta merta pembelian dapat dilakukan. Meskipun kontrak telah ditandatangani, namun tidak akan efektif sebelum mendapat persetujuan dari DPR. Artinya pengawasan itu berlapis, internal pemerintah, antar kementerian, dan pengawasan DPR.
 

Setiap pengadaan Alutsista juga diawasi oleh High Level Committee (HLC) yang dipimpin oleh Wamenhan. HLC bertugas untuk mengendalikan dan mengawasi mulai dari perencanaan pembiayaan sampai dengan kegiatan pengadaan Alutsista. Selain itu, dibentuk pula Tim Konsultasi Pencegahan Penyimpangan Pengadaan Barang dan Jasa yang terdiri dari Itjen Kemhan, Itjen Mabes TNI, Itjen Mabes Angkatan, BPKP dan LKPP.
 

Dengan demikian, pengadaan MBT Leopard sudah melalui proses yang panjang dan sangat ketat, sehingga kecil kemungkinan terjadinya penyelewengan dan kebocoran anggaran. Selain itu, pengadaan Alutsista TNI, termasuk MBT Leopard dilakukan tanpa perantara. Saat ini, pengadaan Alutsista TNI menggunakan model G to G atau G to B tidak melibatkan broker atau pihak ketiga. Kementerian Pertahanan juga telah mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau proses pengadaan MBT Leopard.




Sumber : ARC

Menhan Hadiri Pembukaan Latma Komodo 2014


0
Menteri Pertahanan (Menhan) RI Purnomo Yusgiantoro mendampingi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto secara resmi membuka pelaksanaan latihan bersama (latma) 18 negara  yang ditandai dengan pemukulan gong, di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Sabtu (29/3/2014).

Selain Menhan RI, turut mendampingi pada pembukaan, Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. Marsetio, sejumlah Kasal negara sahabat, Duta Besar, Kepala Delegasi dan Atase Pertahanan negara-negara peserta, Gubernur Kepulauan Riau H. Muhammad Sani serta para pejabat TNI lainnya.
 

Ke-18 negara peserta yang mengikuti latihan bersama Multilateral Naval Exercise Komodo 2014 tersebut antara lain Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja, Myanmar, Laos, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Amerika Serikat, China, Rusia, Australia dan Indonesia sebagai tuan rumah serta 25 personel PBB, Uni Eropa, Belanda, Spanyol dan ASEAN sebagai observer.
 

TNI Angkatan Laut mengerahkan 19 kapal perang, 6 pesawat udara yang terdiri dari dua fixed wing dan empatrotary wing, juga melibatkan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kementerian  Perhubungan (Kemhub) dan SKK Migas serta unsur-unsur dari negara-negara peserta luar negeri yang mengikutsertakan 14 kapal perang, empat helikopter dengan lokasi latihan di Laut Natuna dan Kepulauan Anambas. Sedangkan kegiatan civic mission dilaksanakan secara serentak di tujuh lokasi di wilayah kerja Pagkalan TNI AL (Lanal) Ranai (Laut Natuna) dan Lanal Tarempa.
 

Latihan multilateral yang menitikberatkan pada aspek non war fighting yaitu penanggulangan bencana alam(Disaster relief) dan bakti sosial (Humanitarian Civic action), sebagai tindak lanjut dari ASEAN Agreement on Dissaster Management and Emergency Response sesuai agenda kerja sama pada  ASEAN Defence Minister’s Meeting (ADMM).
 

Dengan kegiatan inti berupa pengorganisasian dan kerja sama antar negara terhadap berbagai ancaman keamanan maritim, maka materi di uji latih bersama difokuskan pada Humanitarian Assistance (HA) danHumanitarian Civic Action (HCA), Disaster Relief (DR), menghadapi Transnational Organized Crimes (TOC), danPeace Keeping Operation (PKO).




Sumber : DMC

Mantan OPM Tegaskan Tuduhan Pelanggaran HAM Adalah Kebohongan


1
Tuduhan negara Vanuatu bahwa terjadi pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran di Papua adalah sebuah kebohongan yang justru melukai masyarakat di negeri "burung surga", kata mantan wakil menteri luar negeri Organisasi Papua Merdeka, Nicholas Messet.

"Pernyataan Kalosil merupakan sebuah kebohongan. Masyarakat Papua telah menolak tudingan itu karena tidak berdasar dan mengandung unsur politis terselubung," kata Nicholas di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, Perdana Menteri Vanuatu Moana Carcasses Kalosil meminta Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk melakukan penyelidikan formal atas pelanggaran HAM di Papua.

"(Masyarakat internasional) telah mengabaikan suara masyarakat Papua yang dilanggar hak asasinya dan dengan kejam direpresi oleh aparat keamanan sejak 1969", kata Kalosil di depan sidang hak asasi manusia PBB di Jenewa pada 4 Maret lalu.

Menurut Kalosil, pasukan keamaanan Indonesia telah melakukan serangkaian penyiksaan, pembunuhan, perkosaan, dan penangkapan kepada masyaraakat Papua serta memecah belah masyarakat di wilayah itu dengan operasi intelejen.

Namun di sisi lain, Nicholas mengatakan bahwa bukti foto-foto yang diklaim sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang digunakan Kolasil sebagai dasar argumentasi adalah kejadian pada sekitar tahun 1970-an.

Bagi Nicholas, adanya pelanggaran HAM pada tahun 1970-an mulai dari Aceh sampai Papua memang merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri.

"Namun saat Soeharto turun dan era reformasi bergulir dan kebebasan demokrasi dikedepankan, pelanggaran HAM sudah tidak ada lagi," imbuh tokoh yang bergabung dengan NKRI tahun 2007 ini.

Nicholas mengatakan bahwa kondisi Papua saat ini sudah jauh lebih baik dibanding era Orde Baru tahun 1970an. Papua menurut dia sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dan perkembangan infrastruktur yang baik, demikian juga dengan penegakan hukum.




Sumber : Antara

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Coupons